Berita Banyumas
Singgah di Purwokerto, 3 Korban Erupsi Semeru Jalan Kaki ke Jakarta Memprotes Penambangan Pasir
Tiga warga lumajang singgah di Purwokerto dalam perjalanan mereka berjalan kaki ke Istana Presiden. Aksi dilakukan untuk memprotes penambangan pasir.
Penulis: Permata Putra Sejati | Editor: rika irawati
TRIBUNBANYUMAS.COM, PURWOKERTO - Tiga warga Sumber Wuluh, Kecamatan Candipuro, Kabupaten Lumajang, melakukan aksi jalan kaki ke Istana Presiden di Jakarta.
Mereka merupakan warga korban erupsi Gunung Semeru, Jawa Timur, yang memprotes aktivitas penambangan pasir di Kali Regoyo yang dinilai membahayakan permukiman warga dari aliran lahar dingin.
Tiga warga tersebut adalah Nor Holik (41), Masbud (36), dan Pangat (52).
Mereka mengatasnamakan diri sebagai Paguyuban Peduli Erupsi Semeru.
Total, mereka sudah berjalan kaki kira-kira 10 hari dari Lumajang, berangkat sejak tanggal 21 Juni 2022.
Dalam perjalanannya menuju Jakarta, mereka singgah di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, untuk beristirahat sejenak sebelum melanjutkan perjalanan.
Mereka berencana mengadukan nasib warga korban erupsi Gunung Semeru kepada Presiden Joko Widodo.
"Sejak tahun 2020, kami telah memprotes cara penambangan pasir di Kali Regoyo yang tidak sewajarnya."
"Perusahaan tambang membuat tanggul-tanggul dengan cara melintang di tengah-tengah sungai."
"Bahkan, mereka membuat kantor di tengah daerah aliran sungai yang berpotensi membelokkan aliran banjir lahar dingin ke daerah pemukiman warga" Ujar Nor Holik, selaku Ketua Paguyuban Peduli Erupsi Semeru Lumajang, saat bertemu Tribunbanyumas.com.
Baca juga: Pemkab Purbalingga Serahkan Bantuan bagi Warga Terdampak Erupsi Semeru, Terkumpul Rp 346 Juta
Baca juga: Aliansi Masyarakat Banyumas Peduli Budaya Gelar Ritual Sesaji, Kecam Kejadian di Gunung Semeru
Menurut Holik, perusahaan penambang pasir ini melakukan penanggulan untuk menghambat dan menampung pasir yang terbawa banjir.
Tanggul dibuat melintang selebar sungai dengan ketinggian hingga 4 meter, sama dengan ketinggian tanggul pengaman banjir pada sebadan sungai, yang dibangun Pemerintahan Soeharto pada tahun 1970.
"Kami sudah melapor kepada pihak kepala desa, polsek, polres, hingga ke pemerintah Kabupaten Lumajang."
"Bahwa, cara penambang lewat membuat tanggul-tanggul pada sungai itu membahayakan keselamatan kami."
"Namun, laporan dan kekhawatiran kami tidak ditanggapi hingga saat ini," jelas Holik.
Ia mengatakan, sejak dulu, warga Sumber Wuluh khawatir, apabila sewaktu-waktu Kali Regoyo banjir membawa lahar dingin, akan meluap ke perkampungan.
Benar saja, pada awal 2021, terjadi luapan pasir ke arah perkampungan.
Namun, perusahaan penambang tidak mengindahkan ancaman bahaya itu.
Selanjutnya, saat erupsi Gunung Semeru pada 4 Desember 2021, Desa Sumber Wuluh tertimbun guguran pasir Gunung Semeru.
Kekhawatiran warga ini terjadi pada 4 Desember 2021 lalu saat Gunung Semeru Erupsi.
Desa Sumber Wuluh tertimbun oleh guguran pasir Gunung Semeru.
"Kalau protes kami dulu didengarkan, mungkin desa kami tidak tertimbun pasir. Sekalipun terdampak, kami menduga tidak akan separah sekarang dan menimbulkan
banyak korban jiwa."
"Inilah yang kami protes, kami menuntut keadilan. Tolong, lindungilah warga dari ancaman bencana, Pak Presiden," seru Pangat.
Baca juga: Relawan Banjarnegara Kembali ke Lumajang, Bikin 16 MCK dan Sanitasi Warga Terdampak Erupsi Semeru
Baca juga: Polisi Berhasil Identifikasi 28 Jenazah Korban Erupsi Gunung Semeru, Sudah Diserahkan ke Keluarga
Aksi jalan kaki ke Istana Presiden dilakukan karena kewenangan mengeluarkan perizinan perusahaan penggalian pasir (Galian C) ada di pemerintah pusat.
Mereka berharap, aksi ini mendapat respon dari pemerintah pusat dengan cara menindak pelaku penambangan yang mengancam warga itu.
"Kami tidak menentang penambangan pasir, silakan saja. Tapi tolong, perhatikan keselamatan ladang dan keselamatan masyarakat sekitar," imbuh Holik.
Aksi yang dilakukan ketiga warga Lumajang tersebut tergolong nekat dan berani.
Mereka berjalan kaki menyusuri jalan utama, termasuk Jalur Pantura, demi menyampaikan aspirasi.
Tak hanya mewaspadai kejahatan jalanan, mereka juga harus menjaga keselamatan dari arus lalu lintas.
"Sebenarnya, ada rasa takut ketika berjalan di pinggir jalan, karena ditakutkan ada yang ingin berbuat jahat."
"Kalau ada mobil atau kendaraan melintas suka ketar-ketir takut ditabrak," ceritanya.
Namun, kebulatan tekad membuat mereka terus menjaga beranian.
Beberapa daerah yang telah dilewati di antaranya Probolinggo, Sidoharjo, Surabaya, Gresik, Kertosono, Nganjuk, Madiun, hingga masuk ke wilayah Kabupaten Banyumas. (*)
Baca juga: Di Mata Keluarga, Manpan RB Tjahjo Kumolo Dinilai Punya Jiwa Sosial Tinggi
Baca juga: Mantan Manajer Kelab Malam di Kota Semarang Ditemukan Tewas di Kamar Kos, Pemilik Cium Bau Busuk
Baca juga: Ada 7.190 Aduan Jalan Rusak di Jateng, Sebagian Telah Selesai Dikerjakan, Ini Data Lengkapnya!
Baca juga: Kerja Sama Pemprov Jateng dan KPPU RI, Ganjar: Bantu Edukasi Masyarakat