Berita Jepara

Dikenal sebagai Tokoh Emansipasi, Begini Masa Kecil Kartini hingga Nama Panggilan Trinil

Kartini tak sekadar menjadi tokoh emansipasi wanita Indonesia tetapi juga penggerak pendidikan.

TRIBUNBANYUMAS/YUNAN SETIAWAN
Mural Raden Ajeng Kartini di Museum Kartini Jepara, Kamis (21/4/2022). 

TRIBUNBANYUMAS.COM, JEPARA - Kartini tak sekadar menjadi tokoh emansipasi wanita Indonesia tetapi juga penggerak pendidikan.

Lahir pada 21 April 1879, putri Raden Mas Ario Sosroningrat dari selir atau garwa ampil Ngasirah, ini tumbuh dalam lingkungan terpelajar.

Sosroningrat merupakan anak dari Pangeran Ario Tjondronegoro IV, Bupati Demak.

Menurut Tashadi, dalam bukunya "RA Kartini" yang terbit 1985, pasangan Ngasirah dan Sosroningrat memiliki delapan anak.

Pertama, Raden Mas Sosroningrat (lahir 15 Juni 1873).

Kedua, Pangeran Ario Sosrobusono (lahir 11 Mei 1974).

Ketiga, Raden Mas Sosrokartono (lahir 10 April 1977).

Kartini adalah anak keempat (lahir 21 April 1879).

Baca juga: Makin Cantik! Dinding Museum RA Kartini Dihiasi Mural Perupa Jepara

Baca juga: Yuks Menyapa Kartini, Si Pande Besi Asal Banjarnegara, Tenaganya Tak Mau Kalah dengan Lelaki

Baca juga: Sekarsari Rembang Libatkan Komunitas Dampingi Desa Miskin, Taj Yasin: Bisa Jadi Desa Wisata

Baca juga: Girangnya Nabila Bocah SD di Rembang, Beranikan Diri di depan Ganjar Lalu Dapat Ponsel

Sementara, anak kelima, Raden Ajeng Kardinah Reksonegoro (lahir 1 Maret 1881).

Keenam, Raden Mas Soromuljono (lahir 26 Desember 1885).

Ketujuh, Raden Ajeng Sumantri Sosro Hadikusumo (lahir 11 Maret 1888).

Dan, kedelapan, Raden Mas Sosrorawito (lahir 15 Oktober 1892).

Sementara, bersama istri utama atau garwa padmi, Raden Ayu Moerjam, Sosroningrat memiliki tiga anak, yakni Raden Ajeng Sulastri Tjokro Hadisoro (lahir 9 Januari 18770), Raden Ayu Roekmini Santoso (lahir 4 Juli 1880), dan Kartinah Dirdjo Prawiro (lahir 3 Agustus 1883).

Dari dua istri itu, Sosroningrat memiliki sebelas anak.

Tashadi juga menyampaikan, saat Kartini lahir, ayahnya menjabat sebagai asisten wedana di Mayong, Kabupaten Jepara.

Kartini tinggal di Mayong hingga usia dua tahun. Setelah itu, ia bersama keluarga berpindah ke pusat pemerintahan Kabupaten Jepara.

"Pada tahun 1881, Raden Mas Ario Adipati Sosroningrat diangkat menjadi Bupati di Jepara. Seluruh keluarganya juga ikut pindah ke jepara dan tinggal di rumah Kabupaten Jepara."

"Pengasuh RA Kartini, yakni Mbok Lawijah alias Mbok Donohardjo, juga ikut dibawa ke Jepara," tulis Tashadi.

Menginjak usia 24 tahun, pada 8 November 1903, Kartini menikah dengan Bupati Rembang Raden Mas Adipati Ario Djojohadiningrat.

Ia kemudian mengikuti suaminya dan tinggal di Kabupaten Rembang.

Selang hampir satu tahun usia pernikahannya, pada 13 September 1904, Kartini melahirkan bayi laki-laki yang diberi nama Raden Mas Soesalit Djojohadiningrat.

Empat hari usai melahirkan, 17 September 1904, Kartini wafat.

Terkait putera tunggal Kartini, ia kemudian berkarier di militer.

Ia menjadi prajurit Tentara Nasional Indonesia dan pensiun dengan pangkat terakhir mayor jenderal.

Nama Panggilan saat Kecil

Sebelum meminta "panggil aku Kartini saja", sebagaimana surat yang Kartini tulis kepada sahabatnya, Stella Zeehander, pada 25 Mei 1899, Raden Ajeng Kartini sudah memiliki nama panggilan khusus dari keluarga.

Nama panggilan itu berbeda dari nama asli.

Sang ayah, Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat, dan ibunya, Ngasirah, kerap memanggil Kartini kecil dengan panggilan 'Nil' atau 'Trinil'.

Pengunaan nama panggilan ini merujuk pada tingkah Kartini cilik yang tidak bisa anteng (diam) saat masih tinggal di Mayong.

Saat itu, ayah Kartini masih menjabat asisten wedana Mayong.

Baca juga: Terpeleset saat Menyeberang Sungai Cikawung Cilacap, Sanihar Hilang. Pencarian Terkendala Hujan

Baca juga: Sudah Vaksin Dosis 2, Anak Umur 6-17 Tahun Tak Perlu Lagi Tes PCR. Ini Syarat Perjalanan KA Terbaru

Baca juga: Sedihnya Driver Ojol di Semarang Ini, Tabungan Rp 65 Juta Ludes setelah Ditelepon Orang Tak Dikenal

Baca juga: Harga Emas Antam di Pegadaian Pagi Ini, Kamis 21 April 2022: Rp 1.035.000 Per Gram

Masih dalam buku "RA Kartini", Tashadi mengungkapkan, nama panggilan ini mulai disematkan saat Kartini berusia delapan bulan.

Panggilan ini muncul saat keluarga Sosroningrat hendak diambil gambarnya oleh juru potret.

Tetapi, karena kebanyakan gerak, Kartini kecil terpaksa dipangku sang ayah.

Namun, meski sudah dipangku, Kartini kecil masih sering polah (gerak).

"Oleh karena itu, ayahnya memberi paraban (panggilan) 'Nil'. Nama panggilan 'Nil' ini lengkapnya Trinil", tulis Tashadi.

Menurutnya, panggilan Trinil untuk Kartini memang tepat.

Karena, nama Trinil ini diambil dari nama burung lincah dan cekatan, serupa dengan tingkah laku Kartini.

Tidak hanya oleh bapak dan ibunya, keluarga dan orang-orang terdekatnya juga menggunakan nama panggilan itu.

Termasuk juga, sang pengasuh Kartini sedari bayi hingga remaja, yakni Mbok Lawijah. (*)

Sumber: Tribun Banyumas
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved