Berita Purworejo

Seni Tari Ndolalak, Budaya Purworejo Yang Pernah Jadi Kontroversi Karena Dianggap Erotis

Tari Ndolalak sempat menjadi kontroversi karena dianggap sebagai tarian erotis.Bahkan beberapa kalangan sempat melarang penampilan kesenian ini.

dok pribadi
Penampilan para penari Ndolalak di acara Dialog Kebudayaan dan Pagelaran Tari Ndolalak yang diselenggarakan DPRD Jateng di Hotel Sanjaya, Kabupaten Purworejo, Sabtu (12/2/2022). 

TRIBUNBANYUMAS.COM, PURWOREJO- Sebagai upaya melestarikan seni tradisi yang ada di masyarakat, DPRD Jateng menyelenggarakan Dialog Kebudayaan dan Pagelaran Tari Ndolalak di Hotel Sanjaya, Kabupaten Purworejo, Sabtu (12/2/2022).

Kegiatan ini menghadirkan nara sumber Wakil Ketua DPRD Jateng, Heri Pudyatmoko yang hadir secara virtual; pelaku seni Tari Krisyanti Tri Astuti; dan Pemerhati Budaya Kabupaten Purworejo, Verra Anggraeni Purwaningrum.

Pemerhati Budaya, Verra Anggraeni Purwaningrum menuturkan, kesenian tradisional merupakan salah satu sarana hasil dari cipta rasa dan karsa manusia.

Sehingga, kesenian tradisional juga bisa menjadi satu identitas tersendiri dari daerah tersebut.

Sebagai contoh tarian Ndolalak yang merupakan identitas kesenian masyarakat Purworejo dan sekitarnya, yang tidak dimiliki oleh daerah lain.

"Tari Ndolalak merupakan sejarah dari Kabupaten Purworejo dan beberapa daerah sekitar.

Ini menggambarkan tentang perilaku serdadu kolonial Belanda ketika beristirahat di camp mereka saat masa penjajahan.

Pada saat istirahat itu, para serdadu Belanda kemudian melakukan pesta dan berdansa.

Aktivitas tersebut kemudian ditiru oleh orang pribumi dan terciptalah gerakan sederhana dan berulang-ulang yang kemudian dinamakan Tari Ndolalak," jelasnya.

Baca juga: Relakan Lahannya Ditambang untuk Waduk Bener, Ini Alasan Warga Wadas Purworejo

Baca juga: Ganjar Minta Maaf kepada Masyarakat Wadas Purworejo

Baca juga: Ganjar Buka Ruang Dialog Warga Kontra Pengadaan Lahan Tambang Andesit di Wadas Purworejo

Nama Ndolalak, lanjutnya, diambil dari tangga nada 'do' dan 'la' karena awalnya tarian ini hanya diiringi nada 'do' dan 'la'.

Sementara, pelaku seni Ndolalak yang juga hadir di acara itu, Krisyanti Tri Astuti mengatakan bahwa Tari Ndolalak sempat menjadi kontroversi karena dianggap sebagai tarian erotis.

Bahkan beberapa kalangan sempat melarang penampilan kesenian tradisional ini.

Hal itu karena kostum yang dikenakan para penari, banyak meniru seragam para serdadu Belanda yang sedang berpesta yang tentunya eksotis.

"Namun saat ini, pelaku Ndolalak sadar, saat menarikan di depan anak-anak ataupun kelompok agama, mereka mengenakan celana yang sopan hingga menutup lutut.

Ini untuk menyesuaikan dengan norma yang ada.

Namun dalam pentas umum, tetap menggunakan kostum yang memang jadi ciri khas tarian ini," tegasnya.

Krisyanti menuturkan, butuh peran pemerintah daerah dan kesadaran masyarakat untuk melestarikan kesenian tradisional semacam Tari Ndolalak.

Keberhasilan pelestarian kesenian tradisional sangat ditentukan oleh kemampuan pemerintah daerah bersama dengan DPRD, dalam merumuskan program dan kebijakan yang langsung bersentuhan dengan kelompok kelompok kesenian yang terbentuk.

"Selain itu, peran serta dari pemerintah daerah dibutuhkan dalam membantu menunjang sarana prasarananya," katanya.

Pembinaan terhadap kelompok seni tradisional sangat diperlukan dalam usaha melestarikan kesenian tradisional.

"Harapan kita bahwa nanti kesenian tradisional akan masih dapat dinikmati oleh anak cucu kita nanti," tandasnya.

Baca juga: Hari Ini, Sekolah di Batang Kembali Terapkan PTM 50 Persen

Baca juga: Pemuda Asal Semarang Rintis Bisnis Lilin Aroma Terapi, Bahan dari Ekstrak Kedelai

Baca juga: Oknum Pimpinan Ponpes Tak Kuat Tahan Birahi saat Pijat Santriwati, Tindakannya Tak Patut Ditiru

Sementara, Wakil Ketua DPRD Jateng, Heri Pudyatmoko menyatakan, Indonesia memiliki kebudayaan yang cukup banyak dan beragam.

Sayangnya, tidak semua generasi muda paham dan mengerti keberagaman budaya asli Indonesia.

Mereka malah mengagumi bahkan memuja-muja budaya luar yang dia nilai tidak bernilai nasionalisme.

"Jika kita tidak memelihara kebudayaan yang kita miliki, bisa jadi kebudayaan kita menghilang dan diakui negara lain," kata Heri Pudyatmoko.

Menurutnya, dalam ikrar Sumpah Pemuda dijelaskan bahwa putra putri Indonesia siap bertanah air, berbangsa dan Berbahasa Indonesia.

"Jika kita jelaskan dari ikrar Sumpah Pemuda yang membahas tentang Tanah Air, sudah jelas jika Tanah Air kita Tanah Air Indonesia.

Indonesia kaya akan budaya.

Namun jika kita tidak memeliharanya, serta berusaha melestarikan, dikahwatirkan kebudayaan kita akan hilang ditelan zaman," tegasnya.

Ia berharap budaya dan seni tradisional yang ada di Jawa Tengah harus tetap lestari, agar anak cucu dapat merasakan, mengenal, dan mengetahui kebudayaan asli Indonesia.

"Lestarikan budaya kita sebagai wujud syukur kita kepada Sang Maha Pencipta.

Berikan hak-hak anak cucu kita berupa budaya yang mendidik sesuai dengan falsafah dan histori bangsa Indonesia, untuk kelangsungan hidup segenap komponen nusa dan bangsa," katanya.(*)

Baca juga: Vaksinasi Anak di Kota Semarang Belum 100%, Dinkes: Ada Sebagian yang Belum Diizinkan Orangtua

Baca juga: Tanahnya Selesai Diukur, Begini Cerita Warga Terdampak Waduk Bener Purworejo di Desa Wadas

Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved