Berita Banjarnegara
Gara-gara Jembatan Hanya Bisa Dilewati Motor, Petani Singkong di Banjarnegara Pilih Tak Panen
Petani singkong di empat desa di seberang Sungai Sapi, Kecamatan Mandiraja, Banjarnegara, memilih tak memanen hasil bumi mereka.
Penulis: khoirul muzaki | Editor: rika irawati
TRIBUNBANYUMAS.COM, BANJARNEGARA - Petani singkong di empat desa di seberang Sungai Sapi, Kecamatan Mandiraja, Banjarnegara, memilih tak memanen hasil bumi mereka.
Selain harga yang anjlok, tingginya ongkos produksi menjadi alasan.
Petani harus mengeluarkan biaya lebih besar untuk membawa hasil bumi yang hanya bisa diangkut menggunakan sepeda motor atau berjalan kaki.
Ini terjadi karena lebar jembatan Sungai Sapi yang menghubungkan desa mereka sangat sempit, hanya bisa dilewati motor atau pejalan kaki.
Empat desa yang memanfaatkan jembatan tersebut adalah Desa Kaliwungu, Desa Kebanaran, Desa Jalatunda, dan Desa Somawangi, Kecamatan Mandiraja.
Baca juga: Belasan Rumah Warga Rusak, Dampak Hujan Disertai Angin Kencang di Susukan Banjarnegara
Baca juga: Cerita Motor Matic Tertukar di Minimarket SPBU Petambakan Banjarnegara, Arif: Jadi Sama Susahnya
Baca juga: Sumber Api Berasal dari Dapur, Rumah Paryanto Warga Dusun Sumberan Banjarnegara Ini Terbakar
Baca juga: ODGJ Sering Kesulitan Akses Administrasi Kependudukan, Ini yang Dilakukan Pemkab Banjarnegara
Tulus, satu di antara petani asal Kebanaran yang memilih tak memanen singkong.
"Singkong dibiarkan di lahan karena gak laku. Kalau warga mau ambil, boleh, gratis," ujar Tulus, Senin (31/1/2022).
Menurut Tulus, saat ini, harga singkong dari petani hanya dibeli pengepul sebesar Rp 500 per kilogram.
Padahal, mereka harus mengeluarkan ongkos petik dan biaya angkut menggunakan ojek.
"Hasil panen dilansir pakai sepeda motor, ngojek," kata Tulus, yang juga petugas ulu-ulu tersebut.
Tulus merinci, untuk biaya lansir ojek, petani harus mengeluarkan Rp 150 per kilogram singkong.
Lalu, untuk biaya cabut atau petik di lahan, sampai kupas, petani harus membayar sekitar Rp 150 per kilogram.
Petani juga harus mengeluarkan biaya angkut menggunakan mobil di seberang jembatan, setelah dilansir menggunakan motor, Rp 100 per kilogram.
"Kalau ditotal, ongkosnya Rp 400 per kilogram. Jadi, petani hanya dapat Rp 100 per kilogram," kata dia.
Sebenarnya, kata dia, jika akses penyeberangan lebih layak untuk mobil, biaya produksi ini bisa ditekan.