Berita Jawa Tengah
Kisah Sedih Mbah Ngasni, Lansia Asal Pati Ini Hidup Sebatang Kara, Terpaksa Diboyong ke Rembang
Jika Mbah Ngasni wafat suatu hari nanti, pihak pemerintah desa bersedia untuk mengurus jenazahnya dan memakamkannya di kampung halamannya di Pati.
Penulis: Mazka Hauzan Naufal | Editor: deni setiawan
TRIBUNBANYUMAS.COM, PATI - Kondisi Mbah Ngasni, usia 80 tahun, warga Dukuh Klumpit, Desa Kedalon, Kecamatan Batangan, Kabupaten Pati ini hidup sebatang kara.
Atas kondisi itu, memancing rasa prihatin dari sejumlah pihak.
Terlebih, Mbah Ngasni sedang sakit stroke.
Dia hidup sebatang kara karena tidak punya anak dan suaminya telah lebih dahulu berpulang ke Yang Mahaesa.
Setelah ditinggal sang suami, pada masa tuanya Mbah Ngasni diurus secara bergantian oleh masyarakat di sekitar rumahnya.
Baca juga: Diwarnai 2 Kartu Merah, Laga PSG Pati vs Persijap Jepara Berakhir Imbang 2-2. Begini Komentar Atta
Baca juga: Pelatih dan Manajer AHHA PS Pati Kompak Pamitan, Undur Diri Karena Hasil Minor Beruntun di Liga 2
Baca juga: Sasaran Vaksinasi Tiap Puskesmas Ditambah di Pati, Bupati Haryanto: Tiap Hari 500 Orang
Baca juga: Ditinggal Ibnu Grahan, PSG Pati Rahasiakan Pelatih Baru. Siap Menatap 8 Sisa Laga di Liga 2
Saat ini, atas inisiatif Pemdes Kedalon dan Anggota DPR RI Firman Soebagyo, Mbah Ngasni telah diboyong ke sebuah panti jompo di Kabupaten Rembang, yakni di Rumah Pelayanan Sosial Lanjut Usia (RPSLU) Margo Mukti.
Kades Kedalon, Hartatik mengatakan, keputusan ini dilakukan atas kesepakatan perangkat desa dan masyarakat.
“Alhamdulillah kami juga telah melakukan pendekatan kepada yang bersangkutan untuk membawanya ke panti jompo di Rembang."
"Agar bisa dirawat secara baik,” tutur dia kepada Tribunbanyumas.com, Jumat (15/10/2021).
Hartatik kasihan terhadap kehidupan Mbah Ngasni.
Dahulu, Mbah Ngasni sebetulnya hidup berkecukupan.
Namun, setelah suaminya meninggal, satu per satu harta bendanya dijual untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Hartatik mengatakan, rumah dan tanah yang ditinggali Mbah Ngasni sebetulnya juga sudah dibeli orang.
“Memang pembeli rumah, atau pemiliknya saat ini mengizinkan Mbah Ngasni tinggal di situ dan bersedia merawatnya sampai akhir hayat karena diberi harga murah,” kata dia.
Saat dia memimpin pemerintahan desa, Hartatik mengajak perangkat desa dan warga sekitar berembug untuk memberi penghidupan yang lebih baik pada Mbah Ngasni.