Polemik UU Cipta Kerja
Divonis Bersalah, 4 Mahasiswa Penolak UU Cipta Kerja di Gubernuran Jateng Dihukum Percobaan 6 Bulan
Hakim Pengadilan Negeri (PN) Semarang menyatakan, empat mahasiswa peserta demo menolak omnibus law di depan kantor Gubernur, terbukti bersalah.
Penulis: m zaenal arifin | Editor: rika irawati
TRIBUNBANYUMAS.COM, SEMARANG - Hakim Pengadilan Negeri (PN) Semarang menyatakan, empat mahasiswa peserta demo menolak omnibus law di depan kantor Gubernur, terbukti bersalah. Mereka divonis hukuman tiga bulan penjara dengan masa percobaan enam bulan.
Putusan ini disampaikan dalam sidang di PN Semarang, Selasa (8/6/2021).
Keempat mahasiswa itu adalah Igo Adri Hernandi, M Akhru Muflikhun, Izra Rayyan Fawaidz, dan Nur Achya Afifudin. Keempatnya dinyatakan melanggar pasal 216 KUHP.
Majelis hakim yang diketuai hakim Sutiyono menilai, keempat terdakwa tidak menaati imbauan dari aparat kepolisian saat mengikuti demonstrasi di depan gubernuran, Oktober 2020 lalu.
Baca juga: 4 Mahasiswa Tersangka Perusakan saat Demo Tolak UU Cipta Kerja di DPRD Jateng Jadi Tahanan Kota
Baca juga: Demo Mahasiswa Tolak UU Cipta Kerja di Kota Semarang Rusuh, Massa Rusak Pintu Gerbang DPRD Jateng
Baca juga: Tahun Ini Terbentuk 298 Desa Antipolitik Uang di Jateng, Ini Tujuan Bawaslu Kaitan Pemilu
Baca juga: Delapan Daerah Ini Berstatus Zona Merah, Gubernur Jateng: Kabupaten Kota Harus Forward Looking
Karenanya, hakim menjatuhkan hukuman percobaan kepada para terdakwa.
"Menjatuhkan hukuman tiga bulan pidana penjara dengan masa percobaan enam bulan, dikurangi masa tahanan," kata hakim Sutiyono, dalam amar putusannya.
Artinya, para terdakwa tidak perlu menjalani hukuman penjara apabila selama enam bulan mereka tidak melakukan tindak pidana apapun.
Anggota Tim Advokasi Kebebasan Berpendapat yang mendampingi para terdakwa, Eti Oktaviani mengatakan, pertimbangan hakim bertentangan dengan fakta di persidangan.
Satu di antara majelis hakim menyatakan, penangkapan yang dilakukan kepada keempat terdakwa yang merupakan para pejuang demokrasi dinyatakan sah walau tanpa surat tugas dan surat penangkapan karena mereka tertangkap tangan.
"Padahal, fakta persidangan menunjukan, yang dilakukan bukan tangkap tangan," katanya.
Berkaca dari banyaknya tindakan unfair trial yang tidak dipertimbangkan dalam putusan tersebut, katanya, maka secara terang, putusan Majelis Hakim terhadap keempat pejuang demokrasi itu turut mencederai sistem peradilan pidana yang berkeadilan.
Tim Advokasi Kebebasan Berpendapat Jawa Tengah menganggap, majelis hakim dalam memutus perkara ini tidak mau melihat fakta-fakta yang telah terjadi secara utuh dan komprehensif.
Baca juga: Sujud Syukur, 33 Warga Kudus Batal ke Donohudan setelah Hasil Tes Swab Antigen Keluar Negatif
Baca juga: Tak Kunjung Pulang setelah Pamit Cari Rumput, Warga Kejobong Purbalingga Ditemukan Tewas di Kebun
Baca juga: Bebas dari Penjara, Jerinx Puasa Komentar dan Langsung Jalani Ritual Melukat
Baca juga: Polres Pemalang Buka Layanan SIM Malam Hari, Berlangsung Setiap Sabtu di Tempat Parkir Yogya Mall
Melainkan, hanya memandang dan mempertimbangkan fakta soal peristiwa pelemparan saja.
Padahal, menurutnya, secara jelas, telah terbukti tidak ada akibat apapun yang ditimbulkan karena pelemparan yang dilakukan dan menyeret keempat mahasiswa itu ke meja hijau.
"Berangkat dari hal di atas, kami mengajak seluruh elemen masyarakat sipil untuk kembali merapatkan barisan guna melawan persekongkolan jahat oligarki yang terus melakukan perampasan ruang hidup serta menciptakan ketidakadilan bagi masyarakat," tegasnya. (*)