Berita Purbalingga Hari Ini
Dari Wirasaba Kini Menjadi Bandara JB Soedirman, Menengok Sejarah Kedirgantaraan di Purbalingga
Wirasaba Purbalingga dibuat menjadi pangkalan udara sejak 1938, hanya untuk keperluan pendaratan pesawat militer.
Penulis: Permata Putra Sejati | Editor: deni setiawan
TRIBUNBANYUMAS.COM, PURBALINGGA - "Augustus 1947 - Een grasveld, twee tenten, en een Piper Cup!. Dat was het vliegveld Wirasaba".
Begitulah kalimat pertama artikel berjudul Vliegveld Wirasaba dalam surat kabar De Locomotief, 7 April 1948.
Artikel itu memberikan gambaran Agustus 1947, Bandara Wirasaba, Kabupaten Purbalingga hanyalah lapangan rumput, dengan dua tenda dan satu pesawat Piper-Cup.
Baca juga: Bandara JB Soedirman Purbalingga Akan Dibuka 1 Juni, Terminal Penumpang Sementara Pakai Tenda
Baca juga: Mengenang KH Busyro Syuhada, Jawara Asal Banjarnegara, Gembleng Jenderal Soedirman Jadi Pendekar
Baca juga: PT Angkasa Pura Simulasikan Layanan Penumpang, Jelang Operasional Bandara JB Soedirman Purbalingga
Baca juga: Tenda Terminal Sementara Terpasang, Bupati Purbalingga Optimistis Bandara JB Soedirman Dibuka 1 Juni
Bandara Jenderal Besar Soedirman yang dahulunya dikenal sebagai Lanud Wirasaba tidaklah setenar bandara besar lain di Hindia Belanda.
Contohnya seperti Vliegveld Tjililitan (kini Halim Perdana Kusuma, Jakarta), Vliegveld Andir (kini Bandara Husein Sastranegara, Bandung).
Atau Vliegveld Darmo (kini Makodam V Brawijaya, Surabaya) yang umumnya diambil alih pengelolaannya oleh Maskapai Penerbangan Hindia Belanda.
Wirasaba Purbalingga dibuat menjadi pangkalan udara sejak 1938, hanya untuk keperluan pendaratan pesawat militer.
Bahkan pada peta Purbalingga terbitan Hindia Belanda 1944 belum mengindikasikan wilayah itu sebuah pangkalan udara dengan ikon khusus.
"Jika flashback kembali ke masa lalu, Lanud Wirasaba pertama kali dibangun pada 1938."
"Pembangunannya tidak terlepas dari kepentingan ekonomi dan militer," ujar Tim Ahli Cagar Budaya Purbalingga, Ganda Kurniawan kepada Tribunbanyumas.com, Sabtu (29/5/2021).
Pembangunan bandara bertujuan untuk mobilitas armada tempur tentara Hindia Belanda (Militaire Luchtvaart van het Koninklijk Nederlands-Indisch Leger, (ML- KNIL).
Keberadaan bandara belum difungsikan dengan maksimal karena landasan rumput atau tanah keras dengan jalur pacu sepanjang 1.000 meter.
Angkatan udara Jepang memukul mundur armada laut sekutu dan menghancurkan pangkalan udara ML-KNIL.

Pada 1942 -1945, pangakalan udara Wirasaba jatuh pada pendudukan Jepang.
Terlebih lagi Wirasaba pada saat itu bukan basis utama skuadron ML-KNIL dan sekutu.
Ganda mengatakan jika tercatat, satu pesawat serbu, Hurricanes, yang ditarik dari Lanud Blimbing-Ngoro, Jawa Timur menuju Jawa Barat mendarat darurat di Wirasaba.
Itu karena saluran bahan bakar bermasalah.
Saat Soekarno-Hatta memproklamasikan kemerdekaan RI, Bandara Udara Wirasaba dikuasai oleh Angkatan Udara RI (AURI), dikuatkan dengan peresmian Lanud pada 1946.
Kemudian pada Agresi Militer Belanda I, Wirasaba jatuh lagi ke tangan Belanda.
Belanda melihat Wirasaba sebagai pangkalan strategis menjaga garis batas wilayah Belanda - RI atau garis demarkasi van Mook yang nantinya diproklamirkan pada 29 Agustus 1947.
Untuk mendukung siasat perang itu, Belanda kemudian melakukan pengerasan landasan sejauh 400 meter agar pesawat sekelas Dakota bisa mendarat dengan aman.
Tugasnya, untuk mempercepat pengiriman logistik perang.
"Jadi selama pembangunan infrastruktur bandara, Belanda memanfaatkan ratusan pekerja desa setempat."
"Mereka juga mendapatkan penghidupan dari proyek ini, sehingga Wirasaba menjadi kekuatan tempur mumpuni bagi Belanda," terangnya.
Pada 27 Desember 1949 pemerintahan sementara negara Republik Indonesia Serikat (RIS) dilantik dengan Sukarno sebagai Presiden dan Hatta sebagai Perdana Menteri.
Setelah itu, berbagai aset Belanda diserahkan ke RIS termasuk Bandara Wirasaba pada 1950.
Pangkalan udara Wirasaba secara resmi berganti menjadi Pangkalan Udara TNI AU Jenderal Besar Soedirman pada 7 November 2016.
Setahun lebih berselang, Lanud JB Soedirman dikembangkan menjadi Bandar Jenderal Soedirman dengan status komersial.
Tonggak sejarah itu ditandai dengan penandatanganan MoU antara Bupati Purbalingga, Gubernur Jateng, Dirut Angkasa Pura II, dan Asisten Logistik KSAU, dan Dirut LPPNPI, pada Jumat 17 November 2017 sebagai bukti lanjut JBS digunakan untuk komersial.
Momen bersejarah lain terjadi pada Senin 23 April 2018, saat Presiden Joko Widodo meresmikan pembangunan Bandara Jenderal Besar (JB) Soedirman.
Sejatinya Bandara JB Soedirman di Kabupaten Purbalingga menyematkan kebanggaan tersendiri bagi warga bumi perwira.
Ada sebuah perjuangan yang cukup panjang agar bandara yang sudah ada sejak jaman penjajahan Belanda dapat lebih eksis dan bermanfaat bagi masyarakat luas. (Permata Putra Sejati)

Baca juga: Kasus Positif Covid-19 Naik Signifikan Pasca Lebaran di Kendal, Dico: Ada Tiga Klaster Baru
Baca juga: Surga Tersembunyi di Pinggiran Pemalang, Cerita Arun Terkesima Lihat Panorama Curug Bengkawah
Baca juga: Persoalan Klasik Tahunan di Pelabuhan Tegalsari Tegal, Over Kapasitas Saat Lebaran
Baca juga: Jalan Lingkar Brebes-Tegal Telah Selesai, Dibangun di Atas Struktur Rawa, Panjangnya 17,4 Kilometer