Berita Nasional

Hari Ini, 23 Tahun Lalu: 4 Mahasiswa Trisakti Tewas dalam Demo Menuntut Presiden Soeharto Mundur

23 tahun berlalu, tragedi 12 Mei 1998 terus dikenang. Peristiwa yang menjadi tonggak reformasi ini memakan korban 4 mahasiswa Trisakti Jakarta.

Editor: rika irawati
KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO
Sambil membawa poster bergambar empat wajah rekan mereka yang tewas dalam tragedi Trisakti, ratusan mahasiswa Trisakti Jakarta berunjuk rasa di Gedung Kejaksaan Agung, Senin 12 Mei 2008. Mereka menuntut pemerintah menuntaskan kasus tragedi Trisakti serta Semanggi I dan II. 

TRIBUNBANYUMAS.COM, JAKARTA - Dua puluh tiga (23) tahun berlalu, tragedi 12 Mei 1998 terus dikenang. Peristiwa yang menjadi tonggak reformasi ini ditandai turunnya ribuan mahasiswa ke jalan untuk menentang kepemimpinan Presiden Soeharto, termasuk di dalamnya para mahasiswa dari Universitas Trisakti Jakarta.

Namun, di sela aksi damai yang menuntut Soeharto mundur dari jabatannya sebagai kepala negara, empat mahasiswa Trisakti malah ditembak.

Empat mahasiswa yang gugur itu adalah Elang Mulia Lesmana, Hafidin Royan, Heri Hartanto, dan Hendriawan Sie.

Selain keempatnya, KontraS mencatat, ada 681 orang mengalami luka-luka atas peristiwa berdarah itu.

Pasca tragedi itu, gelombang perlawanan mahasiswa untuk menurunkan rezim orde baru bukannya surut namun justru semakin kuat dan lantang.

Baca juga: Gigih! Untuk Keenam Kali, Airfin Coba Terobos Pos Penyekatan di Kedungwaringin. Ingin Mudik ke Tegal

Baca juga: Bunga Es Muncul di Gunung Lawu Karanganyar, Suhu di Puncak Diperkirakan Capai 2 Derajat Celcius

Baca juga: Bupati Kebumen Imbau Tak Ada Halalbihalal Cegah Kerumunan saat Lebaran: Ora Salaman, Tetap Seduluran

Baca juga: 112 Perusahaan di Jateng Bayar THR Karyawan Secara Mencicil, Ganjar: Mari Kita Komunikasi

Perlawanan itu akhirnya membuat Soeharto mundur dari puncak kepemimpinannya pada 21 Mei 1998.

Lantas, apa yang terjadi pada 21 Mei 1998?

Demonstrasi mahasiswa di Universitas Trisakti merupakan rangkaian aksi mahasiswa yang menuntut adanya reformasi sejak awal 1998.

Aksi mahasiswa makin masif, berani, dan terbuka, pasca-MPR mengangkat kembali Presiden Soeharto untuk ketujuh kalinya dalam Sidang Umum MPR 10 Maret 1998.

Jika sebelum Sidang Umum, 1-11 Maret 1998, aksi Mahasiswa dilakukan di dalam kampus, setelah sidang itu berjalan, pola perlawanan mahasiswa berubah dengan sering melakukan aksi di luar kampus.

Dikutip dari dokumentasi Kompas, 5 Maret 1998, saat sidang MPR berjalan, perwakilan mahasiswa sempat bertemu Fraksi ABRI untuk menyampaikan penolakan pada laporan pertanggungjawaban Soeharto.

Namun, aspirasi tersebut hanya didengarkan dan tidak dipenuhi.

Adapun aksi di depan kampus Trisakti tercatat sebagai salah satu demonstrasi mahasiswa terbesar yang dilakukan di luar kampus.

Posisi kampus yang terletak di Grogol, Jakarta Barat, membuat Trisakti menjadi lokasi yang strategis untuk demonstrasi karena dekat dengan gedung DPR/MPR.

Karena alasan itu, Universitas Trisakti kemudian menjadi titik kumpul para mahasiswa dari berbagai kampus.

Hari itu, berdasarkan cataan Kompas, aksi dimulai di dalam kampus pada pukul 11.00 WIB dengan salah satu agendanya mendengarkan orasi Jenderal Besar AH Nasution.

Meski Nasution tak jadi datang, aksi tetap dilanjutkan dengan mendengarkan orasi dari para guru besar, dosen, dan mahasiswa.

Dua jam berselang, pukul 13.00 WIB, para mahasiswa keluar kampus menuju jalan S Parman.

Mereka berniat melakukan long march ke gedung DPR/MPR di Senayan.

Barisan depan long march diisi para mahasiswa yang membagikan mawar pada aparat kepolisian yang mengadang ribuan peserta demonstrasi.

Baca juga: Di Balik Syuting Film Tarian Lengger Maut, Ada Gangguan di Kaki Gunung Slamet

Baca juga: Detik-detik Truk Bermuatan Pupuk Hantam Musala di Wanadri Banjarnegara, Jemaah Tengah Salawatan

Baca juga: Salat Id di Kudus Dipusatkan di Masjid Agung, Warga Diminta Tidak Memenuhi Jalan Sunan Kudus

Baca juga: Sekda Cilacap Ingatkan Salat Id di Masjid Hanya Berlaku untuk Warga Sekitar

Negosiasi kemudian terjadi antara perwakilan pimpinan mahasiswa dan alumni yakni Dekan Fakultas Hukum Universitas Trisakti Adi Andojo dengan Komandan Kodim Jakarta Barat Letkol (Inf) A Amril.

Kesepakatannya, demonstrasi hanya bisa berjalan sampai depan Kantor Wali Kota Jakarta Barat, yakni 300 meter dari pintu utama Universitas Trisakti.

Maka, mahasiswa kemudian melanjutkan aksi dengan menggelar mimbar bebas menuntut agenda reformasi dan Sidang Istimewa MPR.

Aksi berjalan sampai pukul 17.00 WIB tanpa ketegangan berarti. Beberapa peserta aksi juga sudah mulai kembali masuk ke lokasi kampus.

Namun, saat sekitar 70 persen mahasiswa peserta aksi sudah kembali ke dalam kampus, suara letusan senjata api terdengar dari arah aparat keamanan.

Sontak, para mahasiswa berhamburan dan berusaha untuk menyelamatkan diri. Ada yang memasuki kampus, ada juga yang melompati pagar tol untuk menyelamatkan diri.

Aparat keamanan lalu bergerak dan memukuli peserta demonstrasi.

Mahasiswa tak tinggal diam melihat aksi tersebut dan mulai melakukan perlawanan dengan melemparkan benda apa saja dari dalam kampus kepada aparat.

Hujan tembakan dan peluru tajam

Berdasarkan berbagai dokumentasi televisi, diketahui, penembakan tidak hanya dilakukan dari aparat keamanan yang berjaga di sekitar kampus Trisakti.

Aparat juga menembak mahasiswa dari atas fly over Grogol dan jembatan penyeberangan.

Lebih parahnya lagi, aparat keamanan tidak hanya menghujani mahasiswa dengan peluru karet.

Pihak kampus menemukan aparat melakukan tembakan terarah dengan menggunakan peluru tajam.

"Kami sudah bilang aparat jangan represif tapi kok seperti ini. Mahasiswa saya ditembaki dengan peluru tajam dan itu berlangsung di dalam kampus," terang Adi Andojo.

"Padahal, seharusnya, ada prosedurnya. Kok ini tiba-tiba pakai peluru tajam dan mereka (mahasiswa) sudah berada di dalam kampus. Padahal mahasiswa tidak melawan, tidak melempar batu, dan tidak melakukan kekerasan. Mahasiswa saya itu sudah berangsur-angsur pulang ke kampus," jelasnya.

Wakil Ketua Komnas HAM saat itu, Marzuki Darusman menyatakan, ada serangan terhadap kemanusiaan dalam menangani aksi massa.

Mahasiswa yang menjadi korban penembakan kemudian dilarikan ke sejumlah rumah sakit, salah satunya adalah RS Sumber Waras.

Baca juga: Satpas Porlesta Banyumas Libur 12-16 Mei 2021, Ada Dispensasi Perpanjangan hingga 19 Mei

Baca juga: Dapur Milik Warga Bojongsari Purbalingga Terbakar, Berawal dari Masak Pepes Ditinggal Nonton TV

Baca juga: 4 Pemudik asal Banyumas Masih Jalani Karantina di GOR Satria Purwokerto, Begini Suasananya

Baca juga: Ditembak di Kaki, Pembunuh Pemandu Lagu di Pusponjolo Semarang Tertangkap. Sempat Kabur ke Grobogan

Suasana mencekam di RS Sumber Waras begitu terasa. Perasaan cemas, takut, sedih dan marah bercampur menjadi satu.

Pasca kejadian, dalam konferensi pers, pihak Universitas Trisakti menyatakan ada enam korban meninggal namun empat hari kemudian dipastikan, empat mahasiswa Trisakti yang menjadi korban.

Pelaku masih menjadi misteri

Dikutip dari buku Mahasiswa Dalam Pusaran Reformasi 1998, Kisah Yang Tak Terungkap (2016) karya Rosidi Rizkiandi, ahli kedokteran forensik dr Abdul Mun'im Idries, menyebut, hasil visum menunjukan adanya serpihan peluru kaliber 5,56 mm di tubuh salah satu korban Hery Hertanto.

Peluru itu biasanya digunakan pada senjata laras panjang jenis Styer atau SS-1. Kala itu, Styer biasa digunakan oleh Brimob dan Kopassus.

Hasil yang sama juga ditemukan Tim Pencari Fakta ABRI dan uji balistik di Forensic Technology Inc, Montreal, Kanada.

Tapi, Kapolri saat itu, Jenderal Pol Dibyo Widodo membantah jika anak buahnya beraksi menggunakan peluru tajam.

Kapolda Metro Jaya Hamami Nata mengklaim bahwa pihak kepolisian hanya menggunakan tongkat pemukul, peluru kosong, peluru karet dan gas air mata.

Beberapa tahun kemudian, persidangan pada enam terdakwa tidak dapat mengungkapkan siapa pelaku beserta motif penembakan peluru tajam pada para mahasiswa itu.

Enam terdakwa hanya dituduh dengan sengaja tidak mentaati perintah atasan.

Sampai hari ini, di pemerintahan Presiden Joko Widodo, peristiwa 12 Mei 1998 masih belum menemukan titik terang.

Harapan penuntasan kasus ini tak pernah mati. Empat mahasiswa yang meregang nyawa dalam aksi, tetap dikenang sebagai pahlawan reformasi. (*)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Mengingat Kembali Tragedi Trisakti 12 Mei 1998, Ketika Mahasiswa di Dalam Kampus Ditembaki".

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved