Berita Purbalingga
Permintaan Mukena Ecoprint Purbalingga Meningkat Jelang Idulfitri, Dibandrol Rp 350 Ribu-Rp 1,5 Juta
Menjelang perayaan Idulfitri, permintaan mukena ecoprint di Purbalingga meningkat. Penggemar terbanyak datang dari kalangan ibu-ibu.
Penulis: Permata Putra Sejati | Editor: rika irawati
TRIBUNBANYUMAS.COM, PURBALINGGA - Menjelang perayaan Idulfitri, permintaan mukena ecoprint di Purbalingga meningkat. Penggemar terbanyak datang dari kalangan ibu-ibu.
Hal itu dirasakan pengrajin mukena ecoprint asal Purbalingga, Lilis Kurnia Widyastuti (55), yang mulai membuat banyak mukena ecoprint.
Di Griya Ecoprint Cemanting Art miliknya di Jalan sukarno Hatta RT 01 RW 01, Desa Mewek, Kecamatan Kalimanah, Kabupaten Purbalingga, dia memproduksi mukena ecoprint dibantu peserta latihan.
"Menjelang Hari Raya Idulfitri, permintaan kain mukena ecoprint meningkat meski belum terlalu banyak," katanya saat ditemui Tribunbanyumas.com, Jumat (23/4/2021).
Baca juga: Toko Modern di Purbalingga Wajib Jual Hasil UMKM, Mulai dari Makanan sampai Hasil Kriya
Baca juga: Bantu Kembalikan Aset Eks Rumah Dinas Sekda ke Pemkab, Kejari Purbalingga Diganjar Penghargaan
Baca juga: Petugas Gabungan Mulai Jaga Lima Titik Perbatasan Purbalingga, Cegah Pemudik Datang Lebih Awal
Baca juga: Batal Diresmikan 22 April 2021, Pembangunan Terminal Bandara JB Soedirman Purbalingga Masih Dikebut
Tak hanya mukena, Griya Ecoprint Cemanting Art juga membuat hijab dan sajadah ecoprint.
Ecoprint adalah teknik pewarnaan alam dengan memanfaatkan getah daun-daunan untuk mencetak motif dari daun itu sendiri.
Bahan alami yang sering digunakan, semisal daun jati, daun jarak, daun ceri, dan bunga.
Warna alami tumbuhan tersebut diekstrak kemudian digunakan menjadi bahan pewarna kain.
Lilis mengatakan, mukena ecoprint dijual dengan berbagai harga, tergantung dari bahannya.
"Kalau mukena katun, biasa Rp 350 ribu untuk atas dan bawah. Sementara, mukena bahan katun rayon, bisa Rp 500 ribu. Sementara, kalau sutra ukuran jumbo, bisa Rp 1,5 juta," terangnya.
Para pemesan biasanya datang dari luar kota, semisal Jakarta dan Bandung.
Lilis mengaku, membuat mukena ecoprint jika ada permintaan.
"Biasanya, kalau ada permintaan saja tapi menjelang Lebaran ini, kami sudah mulai menyetok. Kurang lebih, satu bulan 10 mukena kami buat, dari biasa hanya 4 atau lima mukena," tambahnya.
Pembuatan kain ecoprint terbilang membutuhkan waktu karena proses yang panjang.
Tahapan pertama perajin mencuci kain putih atau sutra yang akan dicap ecoprint.
Kain itu kemudian dimordan atau diberi air tawas dan direndam di cairan Tanin.
Di atas kain sutra itu ditempel berbagai jenis daun yang sudah dipetik.
Baca juga: Pakai Pesawat Carter, 132 WNA India Eksodus ke Indonesia. 12 Orang Positif Covid-19
Baca juga: Selamat, Akuntabilitas Kinerja Pemkab Banyumas Kembali Terbaik di Jateng
Baca juga: Kena Tilang di Kota Semarang? Klik Etilang.id, SIM dan STNK Bakal Diantar ke Rumah
Baca juga: 25 Warga Sampangan Semarang Positif Covid, Pulang Takziah Lanjut Rekreasi ke Temanggung
Setelah ditempel, kain ditutup menggunakan blanket dan plastik, kemudian digulung.
Setelah digulung, kain itu di kukus 2 jam. Setelah itu, diangin-anginkan kurang lebih selama dua hari.
Lilis mengatakan, prospek usaha ecoprint di Purbalingga sangat bagus.
Karena, banyak peminat, terutama ibu-ibu yang meliat di media sosial.
"Kalau omzet seluruhnya masih di bawah Rp 100 juta. Kalau permintaan dari luar negeri, belum seberapa, masih satu dua," katanya.
Ecoprint karya Lilis sudah dipajang dimana-mana, satu di antaranya di gerai UMKM Wastralinggga Purbalingga. (Tribunbanyumas/jti)