Berita Kudus
Ribuan Ayam Ingkung Dibawa ke Makam Kramat Punden Masin, Ini Makna Tradisi Sewu Sempol di Kudus
Ribuan ayam ingkung disedekahkan dalam tradisi 'Sewu Sempol' di Makam Kramat Punden Masin, Desa Kandangmas, Kecamatan Dawe, Kabupaten Kudus, Kamis.
TRIBUNBANYUMAS.COM, KUDUS - Ribuan ayam ingkung disedekahkan dalam tradisi 'Sewu Sempol' di Makam Kramat Punden Masin, Desa Kandangmas, Kecamatan Dawe, Kabupaten Kudus, Kamis (8/4/2021).
Ayam ingkung yang dibawa para peziarah itu dikumpulkan dan dipotong pada bagian pahanya.
Bagian ayam tersebut disedekahkan, sedangkan bagian ayam yang lain, dikembalikan kepada warga.
Juru Kunci Makam Kramat Punden Masin, Anas Lirianto menjelaskan, tradisi 'Sewu Sempol' rutin diselenggarakan setiap hari Kamis terakhir, menjelang Bulan Suci Ramadan.
Ayam ingkung tersebut merupakan wujud sedekah agar diberikan kelancaran saat menjalankan ibadah puasa.
"Ayam ingkung yang dikumpulkan ini didoakan, kemudian diambil bagian pahanya yang mudah dipotong, untuk sedekah. Kemudian, sisanya dikembalikan ke warga yang membawa," ujar dia.
Baca juga: Besok, Hartopo Dilantik sebagai Bupati Kudus Definitif. Ini Program Kerja yang Langsung Dikerjakan
Baca juga: Pasokan Tersendat, Stok Vaksin Covid di Kudus Tinggal 40 Vial. Hanya Cukup untuk 400 Orang
Baca juga: Awas! Parkir di Ruas Jalan Ini Bakal Ditindak Dishub Kudus
Baca juga: Orangtua Sempat Persoalkan Vaksinasi bagi Siswa, Disdikpora Kudus: Belum 18 Tahun, Tidak Bisa
Menurutnya, tradisi ini bermakna mengingatkan setiap orang agar tidak lupa untuk bersedekah.
Selama ini, banyak orang yang meminta doanya terkabul tetapi lupa untuk bersedekah.
"Ini menjadi keyakinan kami, orang mau minta harus tahu cara memberi. Tidak hanya meminta tetapi juga sedekah," jelas dia.
Menurutnya, dalam tradisi itu, pihaknya tidak mengundang masyarakat untuk datang ke sana.
Namun, kehadiran ribuan warga tersebut merupakan inisiatif pribadi karena sudah menjadi kegiatan rutin.
"Tidak undangan apapun, masyarakat inisiatif datang ke sini untuk bersedekah," ujar dia.
Menurunya, kedatangan warga masyarakat itu juga memiliki hajat masing-masing. Mulai dari kelancaran rezeki, mudah memperoleh jodoh, dan lain sebagainya.
"Hajatnya yang datang ke sini macam-macam. Biasanya, kelancaran rezeki atau jodoh," jelas dia.
Makam Kramat Punden Masin merupakan makam Raden Ayu Nawangsih dan Raden Bagus Rinangku, yang punya sejumlah versi cerita.
Anas menyampaikan, cerita yang paling populer yakni cinta keduanya yang tidak direstui Sunan Muria.
Sunan Muria yang sudah menjodohkan putrinya, Raden Ayu Nawangsih, dengan pria pilihan, namun gagal karena kuatnya cinta mereka berdua.
"Sampai akhirnya, mereka berdua meninggal di sini," ucapnya.
Baca juga: Mulai Hari Ini, Tarif Pemeriksaan Rapid Tes Antigen di Stasiun Turun Jadi 85 Ribu
Baca juga: Prakiraan Cuaca Purbalingga dan Purwokerto Hari Ini: Hujan Diperkirakan Terjadi Malam Hari
Baca juga: Harga Emas Antam di Pegadaian Pagi Ini, Jumat 9 April 2021 Rp 963.000 Per Gram
Baca juga: Jelang Pilkades Serentak di Pati, Satgas Antijudi Amankan 15 Botoh bersama Uang Rp 182,6 Juta
Juru Kunci Makam menyebutkan, setiap peziarah yang datang diharuskan membawa bunga sebagai simbol kebaikan.
Kalau tidak membawa, Anas tidak mengizinkan peziarah masuk ke dalamnya. "Bunganya bebas, apa saja," jelas dia.
Makam yang buka hanya tiga hari dalam sepekan, yakni hari Rabu, Kamis, dan Jumat, itu didatangi peziarah dari beragam daerah.
Peziarah diizinkan datang mulai pukul 08.00 hingga 14.00, pada hari yang sudah terjadwalkan tersebut.
Namun, dia mengingatkan, selama berziarah, warga harus mengikuti pantangan yang sudah diberikan.
Satu di antaranya, larangan untuk membawa ranting atau apapun yang ada di area makam. Tak heran, pantauan Tribunbanyumas.com, banyak batang pohon tumbang dibiarkan tergeletak di sana.
Ketika ada pohon yang menutup jalan sekalipun, hanya dipotong dan disingkirkan ke tepian.
"Banyak kejadian pohon Jati yang diambil di sini akan kembali lagi karena yang mengambil biasanya sakit atau gila," ujar dia.
Menurutnya, pohon Jati yang tumbang hanya dibiarkan atau dimanfaatkan untuk lingkungan yang ada di sana.
Kepercayaan itu telah turun temurun masih diyakini dan bertahan sampai sekarang.
"Pohon Jati yang tumbang itu hanya dipakai untuk bangunan, kalau tidak ya dibiarkan saja," jelasnya.
Menurut peziarah asal Jepara, Sugiarti (50), dia bisa datang ke makam ini lima kali dalam sepekan.
Dia merasa ada kedekatan saat berdoa di sana dan sering mendapatkan petunjuk saat berada di sana.
"Pernah, waktu belum ada corona, ada lolongan anjing tiga kali seperti pertanda sesuatu. Dua hari setelah itu, ada corona," ujar dia.
Sejak 17 tahun yang lalu, Sugiarti datang berziarah ke sana dari Jepara, hanya untuk memanjatkan doa.
Dia juga selalu mematuhi pantangan-pantangan yang ada di lingkungan tersebut. Termasuk, imbauan untuk melaksanakan protokol kesehatan.
"Sudah sering ke sini dan saya selalu mematuhi aturan-aturan yang tidak boleh dijalankan di sini," katanya. (Raka F Pujangga)