Berita Jawa Tengah
Perwakilan Warga Terdampak Tol Demak Datangi Kantor DPRD Jateng, Maksud Ingin Mengadu Tapi Kecele
Perwakilan warga Desa Karangrejo, Wonosalam, Kendaldoyong (Kecamatan Wonosalam) dan Desa Lo Ireng (Kecamatan Sayung) mendatangi Gedung DPRD Jateng.
Penulis: mamdukh adi priyanto | Editor: deni setiawan
TRIBUNBANYUMAS.COM, SEMARANG - Pembebasan lahan proyek jalan tol Semarang- Demak (Semak) di Sesi II (Sayung-Demak) masih menyisakan masalah.
Penetapan harga pada ganti untung pembebasan lahan masih menjadi polemik.
Sejumlah warga di beberapa desa masih ogah melepaskan lahan karena harga yang ditawarkan belum cocok.
Baca juga: Organda Kabupaten Semarang Minta Pemerintah Beri BLT sebagai Kompensasi Larangan Mudik Lebaran
Baca juga: Langgar Jam Malam, 2 Tempat Hiburan Malam di Kota Semarang Disegel
Baca juga: Pergeseran Perwira di Polres Pati, Kompol Sumiarta Jabat Wakapolres, Kompol Davis ke Polda Jateng
Baca juga: Kapolda Perketat Pengamanan Mako Polres di Jateng, Minta Polisi Tak Takut Teror saat Layani Warga
Perwakilan warga Desa Karangrejo, Wonosalam, Kendaldoyong (Kecamatan Wonosalam) dan Desa Lo Ireng (Kecamatan Sayung) mendatangi Gedung Berlian DPRD Jateng.
Mereka hendak mengadu ke wakil rakyat mereka.
Namun, lantaran para legislator tengah memiliki agenda kunjungan kerja di luar kantor, audiensi dijadwal ulang.
Perwakilan warga terdampak jalan tol dari Desa Karangrejo, Sukarman (58) mengatakan, mereka hendak menemui anggota DPRD dan Gubernur Jawa Tengah.
Maksudnya untuk mengadukan dimana lahan mereka dihargai tidak layak dan belum berkeadilan.
"Lahan saya dihargai Rp 140 ribu permeter."
"Kalau sesuai UU seharusnya minimal 10 dikali NJOP (nilai jual objek pajak)."
"Kalau dihargai sesuai aturan, seharusnya tanah saya dihargai Rp 820 ribu permeter," kata Karman kepada Tribunbanyumas.com, Kamis (1/4/2021).
Dia membandingkan lahan di desa sebelah atau di Wonosalam yang sebagian dihargai tinggi yakni hingga Rp 1,190 juta.
Begitu juga lahan di Sidogemah yang dipatok tinggi-tinggi hingga Rp 2 juta permeter.
Ia juga tidak paham dasar penghitungan yang dilakukan tim appraisal dan Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) sebagai pihak yang bertugas menetapkan harga untuk pembebasan lahan.
Padahal, kata dia, tanah yang terdampak jalan tol merupakan lahan produktif.