Berita Internasional
Korban Sipil Demo di Myanmar Tembus 138 Orang, Pengamat Khawatir Terjadi Perang Saudara Besar
Pengamat khawatir terjadi perang saudara di Myanmar jika junta militer tak menghentikan aksinya.
Dalam pandangan Dr Sasa, pengunjuk rasa sudah muak karena mereka terus ditembaki dan banyak rekan mereka yang gugur.
"Jadi, saya pikir, masuk akal jika kita biarkan situasi ini terus berlanjut, warga akan mempersenjatai diri mereka," paparnya.
Baca juga: Anak Dirantai Orangtua di Purbalingga, Ini Faktanya hingga Kapolres dan Bupati Turun Tangan
Baca juga: Dalami Dugaan Korupsi Proyek Alun-alun Kota Tegal, Kejari Periksa Kepala Disperkim dan Kontraktor
Baca juga: Unik, Tiga Anak di Kudus Ini Diberi Nama Merek Mobil. Ini Maksud Orangtua
Baca juga: Harga Emas Antam di Butik Emas Logam Mulia Semarang Pagi Ini, 16 Maret 2021 Rp 931.000 Per Gram
Selain 138 demonstran tewas menurut catatan PBB, 2.156 ditahan dan diadili menurut kelompok AAPP Burma.
Keluarga demonstran yang ditangkap mengungkapkan, mereka tidak bisa menghubungi korban dan tak tahu kondisinya sekarang.
Sejak merdeka dari Inggris pada 1948, militer Myanmar merupakan institusi terkuat di negara tersebut.
Baru-baru ini, laporan Amnesty International menemukan bahwa Tatmadaw mempersenjatai personelnya dengan senjata khusus perang.
Di antaranya, senapan mesin ringan, senapan penembak runduk (sniper), senapan semi-otomatis MA-1, senapan submesin BA-93 dan BA-94.
Dr Sasa meyakini, jika perang saudara benar-benar pecah, banyak tentara yang bakal membelot dan membela pengunjuk rasa.
Dia menjelaskan, para serdadu itu sudah dipermalukan karena diperintahkan untuk membunuh pendemo.
"Kebanyakan, polisi dan tentara itu akan bergabung karena lebih baik mereka bersama kami daripada para pembunuh itu," kata dia. (*)