Berita Jawa Tengah
Kisah Bocah Penderita Pterigium di Batang, Windy Terpaksa Kubur Impian Jadi Ahli Agama Karena Biaya
Suara merdu itu berasal dari lantunan syair yang dinyanyikan Windy Riyanto, dari emperan warung kopi yang berdekatan dengan Jembatan Timbang Subah.
Penulis: budi susanto | Editor: deni setiawan
"Kalau mau sekolah atau mondok jauh saya tidak bisa, karena tidak ada biaya."
"Mungkin ke depan saya akan belajar musik saja," ujarnya.
Harapan Windy menjadi ahli agama juga diutarakan Sholikin.
Namun karena kendala ekonomi, Sholikin dan Windy hanya bisa pasrah.
"Kalau ada pondok yang dekat, atau sekolah tunanetra, yang mau memberikan Windy ilmu saya sangat berterima kasih."
"Sebagai orangtua, saya berharap cita-citanya tercapai," jelasnya kepada Tribunbanyumas.com, Senin (7/12/2020).
Sholikin menambahkan, Windy pernah menjalani perawatan di sejumlah rumah sakit, namun hingga kini tidak ada hasilnya.
"Pernah saya bawa ke Pekalongan, Batang, hingga Semarang."
"Yang terakhir biayanya Rp 50 juta, bagi saya terlalu besar uang dengan jumlah itu."
"Hingga kini anak saya didiagnosis tak bisa sembuh, kata dokter karena bawaan lahir," imbuhnya.
Sholikin pun hanya bisa bertahan bersama Windy di tengah himpitan perekonomian dengan membuka warung kopi.
"Kami hanya bisa bersabar, ayah Windy juga terkena stroke, dan dirawat oleh saudara."
"Yang ada di warung ini hanya saya dan Windy," tambahnya. (Budi Susanto)
Baca juga: 1.103 Surat Suara Rusak di Wonosobo, KPU: Dominasi Karena Bercak Tinta di Kolom Pencoblosan
Baca juga: Seluruh Wisata Air Belum Juga Dibuka, Ini Alasan Disparbud Kabupaten Wonosobo
Baca juga: 17 Guru di Temanggung Terpapar Covid-19, 11 Orang dari SMPN 1 Temanggung
Baca juga: Warga Temanggung Ini Konsumsi Sabu, Harus Terpisah dengan Istrinya, Usia Pernikahan Baru Tiga Bulan