Berita Nasional
Aktivis Antikekerasan Seksual Jateng Mendesak DPR Masukkan RUU PKS ke Prolegnas 2021
Jaringan Anti Kekerasan Seksual Jateng-DIY menilai, tingginya angka kasus kekerasan seksual karena tidak adanya payung hukum untuk melindungi korban.
TRIBUNBANYUMAS.COM, SEMARANG - Jaringan Anti Kekerasan Seksual Jateng-DIY Dian Puspitasari menilai, tingginya angka kasus kekerasan seksual karena tidak adanya payung hukum untuk melindungi korban kekerasan seksual.
Berdasarkan hal tersebut, pihaknya terus mendorong pemenuhan hak perempuan korban kekerasan seksual.
"Kami mendesak DPR-RI membahas RUU PKS agar kembali menjadi Undang-Undang Prioritas pada Prolegnas tahun 2021," ujarnya kepada wartawan, Minggu (25/10/2020).
Menurutnya, RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dapat melindungi hak-hak korban untuk mengakses keadilan sehingga korban mendapatkan proses keadilan yang berkeadilan.
Baca juga: Sejumlah Sungai di Kebumen Meluap dan Rendam Belasan Desa, Sedikitnya 1500 Warga Mengungsi
Baca juga: Ditutup Hari Ini, 79.239 Orang Telah Mendaftar sebagai Pengawas TPS Pilkada Serentak 2020 di Jateng
Baca juga: Santri di Banyumas Gelar Istigasah Bersama Meminta Pandemi Covid-19 Berakhir
Baca juga: Ruang Isolasi Rumah Sakit Darurat Covid-19 Pekalongan Penuh, Pasien Satu Keluarga Akan Disatukan
Selain itu, UU tersebut juga mencakup pencegahan, penanganan, perlindungan dan pemulihan korban serta pemidanaan pelaku.
Dia menyesalkan, Badan Legislasi DPR RI justru mengeluarkan RUU PKS dari Prolegnas Prioritas tahun 2020 berdasarkan keputusan Komisi VIII DPR RI.
"Artinya, negara belum memiliki komitmen yang serius untuk melindungi korban kekerasan seksual," tegasnya.
Komnas Perempuan mencatat, sebanyak 2.525 kasus kekerasan terhadap perempuan terjadi di wilayah Jawa Tengah dalam catatan tahunan (catahu) tahun 2019.
Modus kekerasan perempuan tersebut bentuknya semakin beragam, di antaranya kekerasan seksual seperti perkosaan, pelecehan seksual, perbudakan seksual, kekerasan seksual yang terjadi dalam rumah tangga, serta kekerasan seksual berbasis online atau cyber sex.
Dewan Pengarah Nasional Forum Pengada Layanan (FPL) Jateng-DIY Harti Muchlas menyebut, berbagai hambatan yang dialami oleh korban kekerasan seksual dalam mengakses keadilan.
"Tak jarang, korban kekerasan seksual berujung didamaikan dengan pelaku atau malah justru dikawinkan oleh oknum aparat penegak hukum, aparat pemerintah setempat, dan masyarakat," jelasnya.
Baca juga: Musim Hujan Datang, Berikut Peta Potensi Bencana di Banyumas: 11 Kecamatan Rawan Longsor
Baca juga: Waspadai Longsor, Hujan Diperkirakan Guyur Purwokerto dan Banjarnegara Malam Ini
Baca juga: Enam Rumah di Kunduran Blora Ludes Terbakar, Api Diduga Bersumber dari Pengasapan Kandang
Baca juga: Franco Mobidelli Terdepan, Berikut Hasil MotoGP Teruel
Selain itu, kata dia, hambatan adanya penolakan laporan korban kekerasan seksual karena dianggap bukan kejahatan dan ketiadaan saksi maupun bukti.
"Kemudian, mandeknya proses penyidikan karena hambatan pembuktian, putusan pengadilan yang tidak adil bagi korban, dikeluarkan atau diminta mengundurkan diri dari sekolah, pekerjaan dan sebagainya," ucapnya. (*)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Aktivis Anti Kekerasan Seksual Jateng Minta DPR Masukkan RUU PKS ke Prolegnas Prioritas 2021".