Berita Nasional
MUI Sebut UU Cipta Kerja Bikin Ambyar Urusan Sertifikasi Halal, Terkesan Lebih Lindungi Produsen
MUI mempermasalahkan soal Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) yang bisa buat atau diajukan oleh lembaga Islam di perguruan tinggi negeri.
TRIBUNBANYUMAS.COM, JAKARTA - Disahkannya RUU Cipta Kerja menjadi UU oleh DPR juga berdampak bagi Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Hal itu disampaikan Direktur LPPOM MUI, Lukmanul Hakim.
Dia mengatakan, UU Cipta Kerja telah merusak esensi dari sertifikasi halal.
Sebab, menurut dia, UU Cipta kerja lebih fokus pada perlindungan produsen, bukan konsumen.
• Terungkap, Ini Otak Dibalik Penampilan Ciamik Tim yang Diasuh Juergen Klopp Hingga 2018
• Siswa di Empat SMP di Kota Tegal Sama Sekali Belum Terima Subsidi Kuota
• 11 Oktober Fenomena Hari Tanpa Bayangan di Purwokerto, Berlangsung Selama Delapan Detik
• KABAR BAIK! Petani Tembakau di Temanggung Bisa Tunda Bayar Kredit Hingga Setahun
"Menurut kami seolah UU Cipta Kerja ini terkait masalah halal karena dia masuk dalam rezim perizinan."
"Maka substansi halalnya menjadi ambyar," kata Lukman seperti dilansir dari Kompas.com, Selasa (6/10/2020).
Lukman mengatakan, hal itu terlihat dari beberapa pasal yang ada di UU Cipta Kerja.
Salah satunya pasal mengenai mengenai auditor halal.
Menurut dia, UU Cipta Kerja yang mengubah Pasal 10 UU Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal.
Di sana telah menghilangkan ketentuan adanya sertifikasi auditor halal dari MUI.
Perubahan regulasi dalam Pasal 10 UU Jaminan Produk Halal itu diatur dalam Pasal 48 Undang-Undang Cipta Kerja.
"Auditor itu adalah saksi daripada ulama."
"Saksi daripada ulama, maka dia harus disetujui oleh ulama," ujar dia.
Dia juga mempermasalahkan soal Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) yang bisa buat atau diajukan oleh lembaga Islam di perguruan tinggi negeri.
Menurut dia, tidak semua perusahaan dan perguruan tinggi mengerti dengan baik mengenai syariat terkait produk halal.
Masalah lainnya, soal usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang diperbolehkan menyatakan diri menjual produk halal.
"Ini yang kemudian menjadi kabur, sehingga sertifikasi halal itu melulu hanya berupa lembaran kertas yang tidak punya kekuatan hukum."
"Dalam konteks hukum Islam," ucap dia.
UU Cipta Kerja telah disahkan DPR dan pemerintah dalam rapat paripurna di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (5/10/2020).
Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR, Supratman Andi Agtas dalam pemaparannya di rapat paripurna mengatakan, RUU Cipta Kerja dibahas melalui 64 kali rapat sejak 20 April hingga 3 Oktober 2020.
RUU Cipta Kerja terdiri atas 15 bab dan 174 pasal.
"Baleg bersama pemerintah dan DPD telah melaksanakan rapat sebanyak 64 kali: 2 kali rapat kerja, 56 kali rapat panja, dan 6 kali rapat timus/timsin," ujar Supratman.
"Bahkan masa reses tetap melakukan rapat baik di dalam maupun luar gedung atas persetujuan pimpinan DPR," kata dia.
Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, RUU Cipta Kerja diperlukan untuk meningkatkan efektivitas birokrasi dan memperbanyak lapangan kerja.
Menurut dia, RUU Cipta Kerja akan memberikan manfaat bagi masyarakat dan pemerintah. (*)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Soal Sertifikasi Halal di UU Cipta Kerja, MUI: Substansi Halalnya Jadi Ambyar"
• Ratusan Pedagang Pasar Pangkah Tegal Kabur saat Tahu Akan Dites Swab
• Demi Untung Rp 35 Ribu, Warga Puring Kebumen Ini Nekat Jual Pil Koplo
• Klaster Ponpes Juga Muncul di Cilacap, 26 Santri Dinyatakan Positif Covid-19
• Baku Tembak Penggerebekan Pencuri di Pasuruan, 1 Tersangka Tewas dan 3 Polisi Terluka