Teror Virus Corona
Ibu Kehilangan Bayinya Diduga Karena Komersialisasi Tes Virus Corona, Begini Tanggapan Asosiasi RS
Seorang ibu kehilangan bayi dalam kandungan setelah tidak mampu membayar swab test virus corona.
Ceritanya, kata Alita, bermula pada beberapa hari lalu ketika Ervina mengalami kontraksi dan sakit di perutnya.
Ervina yang merupakan peserta BPJS penerima bantuan iuran (PBI) dan rutin melakukan pemeriksaan di puskesmas memutuskan operasi kehamilan ke sebuah rumah sakit swasta.
"Ia harus segera dioperasi karena punya riwayat diabetes mellitus dan bayinya cukup besar sehingga riskan melalui persalinan normal," kata Alita.
Namun, menurut Alita, Ervina ditolak dengan alasan RS tidak memiliki alat operasi kelahiran lengkap dan alat uji tes virus corona.
Lalu Ervina menuju ke RS swasta lainnya dengan kondisi hamil tua dan kembali ditolak dengan alasan yang hampir sama.
Ervina pun kembali mengunjungi RS swasta lainnya dan menjalani rapid test dengan membayar Rp600.000.
Hasilnya, reaktif atau positif virus corona dan kemudian disarankan menjalani swab test dengan biaya sekitar Rp2,4 juta.
"Namun pasien tidak sanggup bayar tes yang mahal itu, lalu keluarga membawa ke RS lainnya, dan saat dicek bayinya sudah tidak bergerak, sudah meninggal."
"Prediksi dokter, menurut hasil USG, bayi itu kurang atau lebih dari 20 jam sudah tidak bergerak. Sekarang Ervina sudah di RSUP Wahidin Sudirohusodo untuk operasi," katanya.
Alita menjelaskan, ibu hamil termasuk dalam kelompok rentan yang membutuhkan perlakuan khusus sehingga dibutuhkan tindakan cepat saat kondisi darurat.
"Beruntung bagi mereka yang ekonomi baik karena bisa dapat fasilitas terbaik di RS mahal, tapi bagaimana dengan ibu-ibu yang ekonomi kurang, harus bekerja, dan hamil pula? Mereka itu harus diperhatikan, agar jangan sampai ada Ervina, Ervina lainnya," katanya.
Selain itu Alita juga meminta kepada pemerintah khususnya unit layanan kesehatan terkecil yaitu Puskesmas untuk proaktif mendata, mengontrol dan membantu para ibu hamil sehingga tidak lagi terjadi apa yang dialami Ervina yang sedang hamil tua namun harus pergi ke tiga RS berbeda dan ditolak.
Pengamat kebijakan publik dari dari Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah, menyebut saat ini terjadi 'komersialisasi' tes virus corona yang dilakukan rumah sakit swasta akibat dari lemahnya peran pemerintah dalam mengatur dan mengawasi uji tes ini.
"Banyak RS saat ini yang memanfaatkan seperti aji mumpung dengan memberikan tarif yang mahal dan mencari keuntungan sebesar-besarnya."
"Itu akibat dari tidak ada aturan dan kontrol dari pemerintah," kata Trubus.