Berita Nasional
Imam Nahrawi Dituntut 10 Tahun Penjara, Mantan Menpora Dinilai Terbukti Terima Suap dan Gratifikasi
Imam Nahrawi Dituntut 10 Tahun Penjara, Mantan Menpora Dinilai Terbukti Terima Suap dan Gratifikasi
Mantan Menpora Imam Nahrawi didakwa menerima gratifikasi berupa uang sejumlah Rp8,6 miliar, melalui asisten pribadinya, Miftahul Ulum. Jaksa menuntut Imam dijatuhui hukuman 10 tahun penjara. Sementara, Ulum dituntut hukuman 9 tahun penjara.
TRIBUNBANYUMAS.COM, JAKARTA - Imam Nahrawi dinilai secara sah dan meyakinkan telah menerima suap dan gratifikasi, selama menjabat sebagai Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora).
Karena itu, jaksa penuntut umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), menuntut agar mantan Menpora Imam Nahrawi, dijatuhi hukuman 10 tahun penjara.
Imam Nahrawi diyakini menerima suap dan gratifikasi melalui asisten pribadinya, Miftahul Ulum, yang juga telah berstatus terdakwa.
"Menuntut, supaya majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini menyatakan terdakwa Imam Nahrawi terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah," kata jaksa KPK, Ronald W, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (12/6/2020).
• Cara Mudah Cek Kepesertaan Bansos Covid-19 Melalui Aplikasi, Simak Petunjuk Berikut Ini
• Mantan Menpora Imam Nahrawi Bakal Nyanyi Soal Uang Suap KONI. Siapa Saja yang Ikut Terima?
• Begini Syarat Penerapan New Normal Menurut WHO dan Bappenas, Daerah Mana Sudah Siap?
• Direktur PDAM Kudus Hilang Tanpa Kabar Sejak Kamis, Kejari Bongkar Dugaan Suap Jual Beli Jabatan
Jaksa menilai dua dakwaan terhadap Imam Nahrawi terbukti, yakni suap dan gratifikasi.
Sementara, Ulum dituntut 9 tahun penjara oleh jaksa.
Sebelumnya, Imam Nahrawi didakwa menerima gratifikasi berupa uang sejumlah Rp8,6 miliar.
Pemberian gratifikasi itu didapat dari sejumlah pihak.
Di antaranya, terdapat gratifikasi Rp2 miliar sebagai pembayaran jasa desain Konsultan Arsitek Kantor Budipradono Architecs.
Uang itu bersumber dari Lina Nurhasanah, Bendahara Pengeluaran Pembantu (BPP) Program Indonesia Emas (PRIMA) Kemenpora periode 2015-2016.
"Pada sekitar Bulan Oktober 2016, Miftahul Ulum menghubungi Lina Nurhasanah melalui telepon."
"Dalam pembicaraan tersebut, Miftahul Ulum meminta Lina Nurhasanah uang sejumlah Rp 2 miliar untuk membayar 'Omah Bapak'."
"Maksudnya yaitu rumah milik terdakwa," kata Ronald Worotikan, Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi, Jumat (14/2/2020).
Pada surat dakwaan, upaya permintaan uang Rp2 miliar itu, kata dia, berawal dari permintaan Shobibah Rohmah.
Istri Imam Nahrawi itu meminta menggunakan jasa Kantor Budipradono Architecs untuk mendesain rumah mereka di Jalan Manunggal II, Ceger, Cipayung, Jakarta Timur.
Pada 2015, dilakukan beberapa kali pertemuan di rumah dinas terdakwa selaku Menpora di Jalan Widya Candra III/14, Jakarta Selatan.
Pertemuan itu di antaranya dihadiri Imam Nahrawi, Miftahul Ulum, Shobibah Rohmah, serta Budiyanto Pradono dan Intan Kusuma Dewi dari Kantor Budipradono Architecs.
Pada pertemuan itu, Budiyanto Pradono dan tim dari Kantor Budipradono Architecs mempresentasikan rencana pembuatan desain rumah terdakwa di Jalan Manunggal II, Ceger, Cipayung, Jakarta Timur.
Presentasi itu lalu disetujui oleh Shobibah Rohmah, untuk menggunakan jasa desain dari Kantor
Budipradono Architecs.
Atas permintaan Miftahul Ulum tersebut, Lina Nurhasanah sempat menolak permintaan.
Namun karena desakan dari Ulum, Lina kemudian menyiapkan uang Rp2 miliar yang berasal dari dana akomodasi atlet pada anggaran SATLAK PRIMA.
Ulum juga meminta Lina mengantarkan uang tersebut ke Kantor Budipradono Architecs di Jalan Walet 6 Blok I.2 No 11 Sektor 2, Bintaro Jaya, Jakarta Selatan.
Atas arahan Ulum, selanjutnya Lina menyuruh stafnya yang bernama Alverino Kurnia, mengantarkan uang itu ke alamat yang diberikan Ulum.
"Pada tanggal 12 Oktober 2016, Alverino menyerahkan uang sejumlah Rp2 miliar kepada Intan Kusuma Dewi, di Kantor Budipradono Architecs."
"Yang kemudian Intan menandatangani bukti tanda terima uang tersebut untuk pembayaran jasa desain arsitek rumah milik terdakwa," papar jaksa.
Sekitar Mei 2019, Shobibah meminta Nino menghubungi Budiyanto Pradono, untuk memesan desain arsitektur rumah di Jalan Pembangunan, Cipedak, Jagakarsa, Jakarta Selatan, dengan luas tanah ± 3022 M2.
Atas permintaan tersebut, sekitar Juli 2019, tim dari Kantor Budipradono Architects melakukan cek lokasi yang rencananya dibangun asrama untuk santri, pendopo, dan lapangan bulu tangkis.
Hal itu sesuai permintaan Shobibah, dengan biaya jasa desain arsitektur awal (preliminary) yang telah dikerjakan sebesar Rp285 juta, dari biaya jasa desain arsitektur keseluruhan sejumlah Rp815 juta.
"Yang mana pembayarannya juga menggunakan uang sejumlah Rp2 miliar yang sudah diterima oleh Kantor Budipradono Architecs," tambahnya.
Di surat dakwaan dibeberkan juga pemberian gratifikasi Rp300 Juta dari Ending Fuad Hamidy, Sekretaris Jenderal KONI Pusat.
Serta, uang Rp4,9 miliar sebagai tambahan operasional Menpora.
Lalu, uang Rp1 miliar dari Edward Taufan Pandjaitan, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pada Program Satlak PRIMA Kemenpora Tahun Anggaran 2016-2017.
Dana itu bersumber dari anggaran Satlak PRIMA.
Lalu, uang Rp400 Juta dari Supriyono, BPP Peningkatan Prestasi Olahraga Nasional (PPON) periode 2017-2018, yang berasal dari pinjaman KONI Pusat.
"Yang berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya.'
"Yaitu penerimaan-penerimaan tersebut berhubungan dengan jabatan terdakwa selaku Menpora RI periode tahun 2014 sampai dengan tahun 2019."
"Dan berlawanan dengan kewajiban atau tugas terdakwa selaku penyelenggara negara," kata jaksa.
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi mendakwa mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi menerima hadiah berupa uang total Rp11,5 miliar.
Uang itu diberikan Ending Fuad Hamidy, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) dan Johnny E Awuy, Bendahara Umum KONI.
Tujuannya, mempercepat proses persetujuan dan pencairan Bantuan Dana Hibah yang diajukan oleh KONI Pusat kepada Kemenpora Tahun Kegiatan 2018.
"Padahal, diketahui atau patut diduga hadiah atau janji diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya."
"Yang bertentangan dengan kewajibannya, yaitu bertentangan dengan kewajiban terdakwa selaku Menpora RI," tutur Ronald Worotikan, JPU pada KPK, saat membacakan dakwaan di ruang sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Jumat (14/2/2020).
Imam Nahrawi didakwa bersama-sama Miftahul Ulum, selaku Asisten Pribadi MENPORA (Penuntutan dilakukan secara terpisah), pada kurun waktu antara Januari sampai Juni 2018.
Penerimaan suap itu terkait Proposal Bantuan Dana Hibah Kepada Kemenpora dalam Rangka Pelaksanaan Tugas Pengawasan dan Pendampingan Program Peningkatan Prestasi Olahraga Nasional Pada Multi Event 18th Asian Games 2018 dan 3rd ASIAN PARA GAMES 2018.
Juga, terkait Proposal Dukungan KONI Pusat Dalam Rangka Pengawasan dan Pendampingan Seleksi Calon Atlet dan Pelatih Atlet Berprestasi Tahun Kegiatan 2018.
Perbuatan terdakwa merupakan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 12 huruf a Jo Pasal 18 UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Hal itu sebagaimana diubah dengan UU 20/2001 tentang Perubahan Atas UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP. (*)
Artikel ini telah tayang di Wartakotalive dengan judul BREAKING NEWS: Mantan Menpora Imam Nahrawi Dituntut Hukuman 10 Tahun Penjara
• 8 Jenderal Kuat Masuk Bursa Calon Kapolri, Ada Nama Kapolda Jateng Irjen Ahmad Lutfhi
• Toko Makanan dan Jasa Fotokopi Simpan Ribuan Botol Miras, Tak Jauh dari Kantor Polres Banjarnegara
• Penjelasan Pemerintah Soal Hilangnya Data Jumlah Orang yang Dites Covid-19
• Calon Wakil Wali Kota Surabaya Sebut Covid-19 Konspirasi Pemerintah untuk Hamburkan Kas Negara