Berita Pendidikan
PPDB Jawa Timur Mulai 8 Juni, Anak Petugas Kesehatan Dapat 'Jatah' Masuk SMA-SMK
Sesuai Surat Edaran Gubernur Jawa Timur pada 19 April 2020, proses belajar mengajar tetap dilakukan secara online.
TRIBUNBANYUMAS.COM, MALANG - Meskipun di beberapa daerah akan menerapkan fase new normal, tidak lantas sepenuhnya dilaksanakan secara normal.
Dikabarkan, Pemprov Jatim tetap memberlakukan pembelajaran secara online atau daring.
Meskipun, sejumlah pusat perbelanjaan dan wisata sudah dibuka lantaran hendak memasuki fase new normal.
• Gubernur Ganjar Minta Polisi Usut Pengancam Perawat Pasien Covid-19 di Sragen
• Pemda Jangan Asal Siap Terapkan New Normal, Ini Syarat Wajib Persiapannya
• Twitter PT KAI Diberondong Warganet, Tanyakan Kabar Kereta Api Jarak Jauh
• Akses Menuju Puncak Gunung Telomoyo Semarang Mulai Dibuka Besok Senin
Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa mengatakan, proses belajar mengajar bagi siswa SMA dan SMK akan dimulai lagi pada 2 Juni 2020.
Sesuai Surat Edaran Gubernur Jawa Timur pada 19 April 2020, proses belajar mengajar tetap dilakukan secara online.
"2 Juni 2020 mereka akan memulai proses belajar mengajar, tetapi mereka belajar di rumah," kata Khofifah dalam rapat koordinasi di Bakorwil III Malang, Minggu (31/5/2020).
Khofifah mengatakan, siswa akan tetap belajar dari rumah sampai ada keputusan berikutnya.
"Mereka belajar di rumah sampai ada penjelasan berikutnya."
"Sehingga para guru juga tetap akan melanjutkan kurikulum masing-masing sesuai dengan proses belajar di rumah," jelasnya.
Sementara itu, penerimaan peserta didik baru (PPDB) untuk SMA dan SMK akan dibuka pada 8 Juni 2020.
Proses penerimaan siswa didik baru itu akan dilakukan secara online.
"PPDB tetap akan dibuka mulai 8 Juni 2020 secara online," ungkapnya.
Khofifah menyediakan kuota sebanyak 1 persen untuk anak tenaga kesehatan yang menangani langsung pasien Covid-19.
Dengan demikian, anak tenaga kesehatan itu mendapatkan prioritas dalam proses penerimaan peserta didik baru.
"Untuk PPDB SMA SMK kami menyediakan 1 persen untuk keluarga tenaga kesehatan."