Eksploitasi Air di Kota Semarang, Daratan Turun 15 cm Tiap Tahun

Eksploitasi air tanah di kota Semarang yang berlebihan kini sudah dapat dirasakan dampaknya oleh masyarakat ibu kota Jawa Tengah itu.

Penulis: Dhian Adi Putranto | Editor: Rival Almanaf
Tribunbanyumas.co/ Dhian Adi
Koordinator peneliti tata kelola air tanah di kota Semarang (mengenakan jilbab) Amalinda Savirani menjelaskan dampak ekstraksi air tanah yang berlebihan di kota Semarang. 

TRIBUNBANYUMAS.COM, SEMARANG - Eksploitasi air tanah di kota Semarang yang berlebihan kini sudah dapat dirasakan dampaknya oleh masyarakat ibu kota Jawa Tengah itu.

Hal itu terlihat dari banyaknya wilayah di kota Semarang seperti Semarang bagian utara dan timur yang mengalami penurunan tanah akibat proses ekstraksi air tanah yang sangat ekstrim.

Di wilayah tersebut mengalami penurunan tanah sebesar 10 sampai 15 centimeter tiap tahunnya.

Hal itulah yang membuat sekelompok tim peneliti dari berbagai kalangan akademisi melakukan penelitian terhadap tata kelola air tanah di kota Semarang.

Kelompok peneliti itu terdiri dari University of Amsterdam dan IHE-Delft Institute for Water Education, Universitas Gadjah Mada, Universitas Diponegoro, dan Unika Soegijapranata, dan Lembaga Swadaya Masyarakat/LSM Amarta Institute for Water Literacy dan Koalisi Rakyat untuk Hak atas Air (KRuHA).

Amalinda Savirani koordinator peneliti tersebut mengatakan bahwa isu terkait persediaan air minum menjadi hal saat ini dirasakan oleh warga kota Semarang.

Menurutnya meski kondisi saat ini air melimpah karena hujan namun tak sedikit warga Kota Semarang yang mengalami kekurangan masalah air minum.

Hal itu dikarenakan air tanah yang jumlahnya kian sedikit.

"Ekstraksi air tanah di Semarang mengalami peningkatan drastis pada periode tahun 1980 sampai tahun 2000an yang semulanya 0.4 juta kubik tiap tahun dan sekarang mencapai 38 juta kubik tiap tahun," ujarnya yang juga menjadi Ketua Jurusan Politik dan Pemerintahan, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (Fisipol) UGM pada Jumat (31/1)

Menurutnya akibat ekstraksi air yang berlebihan ini membuat sejumlah wilayah mengalami penurunan tanah yang cukup banyak di beberapa daerah di Kota Semarang.

Bahkan dirinya menyebut ada warga yang tiap lima tahun sekali selalu melakukan peninggian rumahnya agar tidak tenggelam akibat kebanjiran rob karena permukaan tanah lebih rendah dibandingkan permukaan air laut.

"Selain berdampak amblas, masalah lainnya adalah abrasi.

Hal itu akibat dari tanah yang lebih rendah dibandingkan permukaan air laut.

Tercatat dari tahun 1972 sampai 2019 seluas 4274 Ha lahan Semarang dan Demak hilang akibat air abrasi ini," tuturnya.

Sementara itu, peneliti dari Unika Soegijapranata Wijayanto Hadipuro berharap dari penelitian ini akan mempengaruhi kebijakan yang dilaksanakan oleh pemerintah.

Halaman
12
Sumber: Tribun Banyumas
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved