Wahyu Setiawan Paling Getol Tolak Eks Napi Koruptor Nyaleg Sebelum Ditetapkan Tersangka
Sebelum ditetapkan sebagai tersangka kasus suap penetapan anggota DPR Komisioner KPU Asal Banjarnegara, Wahyu Setiawan larang eks napi koruptor nyaleg
TRIBUNBANYUMAS.COM, JAKARTA - Sebelum ditetapkan sebagai tersangka kasus suap penetapan anggota DPR Komisioner KPU Asal Banjarnegara, Wahyu Setiawan adalah yang paling getol melarang eks napi koruptor ikut pilkada.
Penetapan Wahyu sebagai tersangka ini menjadi kontradiktif dengan sikapnya beberapa waktu lalu.
Dari tujuh Komisioner KPU, Wahyu menjadi komisioner yang paling vokal menyuarakan larangan eks koruptor ikut Pilkada 2020 dan bersikukuh memuat larangan tersebut dalam Peraturan KPU (PKPU).
KPU tetap ingin memuat larangan tersebut dalam rancangan Peraturan KPU tentang Pencalonan dalam Pemilihan Kepala Daerah 2020.
"Berdasarkan putusan rapat pleno KPU, KPU tetap akan mencantumkan dalam norma PKPU bahwa calon kepala daerah maupun calon wakil kepala daerah itu harus memenuhi syarat."
"Salah satu syaratnya adalah bukan mantan narapidana korupsi. Itu sikap dan pandangan KPU," kata Wahyu saat itu.
Wahyu mengatakan, larangan eks koruptor mencalonkan diri dibuat karena pihaknya ingin Pilkada menghasilkan kepala-kepala daerah yang bersih dari korupsi.
Sebab, tanpa adanya larangan itu, KPU menilai masyarakat belum mampu memilih calon pemimpin yang terbaik.
• Ini Penjelasan KPU Soal Harun Masiku, Perkara yang Menjerat Wahyu Setiawan
• Kini Jadi Tersangka Kasus Suap, Rekan Kerja di KPU Banjarnegara Ungkap Cerita tentang Wahyu Setiawan
Menurut Wahyu, sekalipun nantinya aturan tersebut tidak dimuat di Undang-undang Pilkada, ada undang-undang atau aturan lainnya yang berhubungan dengan pencegahan korupsi, yang bisa menjadi landasan PKPU larangan eks koruptor mencalonkan diri.
"Kemudian ada UU untuk menciptakan pemerintahan yang bersih dan bebas KKN, itu kan juga UU, itu kan juga landasan hukum.
Dalam menjalankan aturan main Pilkada, kan juga tetap berlaku UU lain yang meskipun secara tidak langsung itu mengatur KPU," ujarnya.
Wahyu menambahkan, dengan adanya undang-undang tentang pemberantasan korupsi di luar UU Pilkada, pelarangan eks koruptor maju di Pilkada menjadi sah dan bukan bentuk pelanggaran hak asasi manusia.
"Sebagai contoh, dalam pemilu presiden dan wakil presiden itu salah satu syaratnya calon presiden maupun cawapres itu belum pernah korupsi."
"(Pilkada) ini kan pemilu juga. Kalau kemudian seperti itu, apakah itu dimaksud sebagai pelanggaran HAM? kan tidak," kata Wahyu.
Bandingkan dengan pezina Wahyu juga sempat mengatakan, seorang pezina, pemabuk, dan pejudi saja tidak diperbolehkan mencalonkan diri di Pilkada, apalagi seorang mantan napi korupsi yang daya rusak sosialnya tinggi.