Mau Tahu Beda Nopia dan Mino? Yuk Dolan ke Kampung Nopia Mino, Destinasi Wisata Unik di Banyumas

Ide mencetuskan kampung Nopia Mino bermula dari keinginan menaikan taraf hidup dari para pengusaha kecilnya

Editor: muslimah
Tribunjateng.com/Permata Putra Sejati
Mino yang sudah matang 

"Keluarga saya mulai merintis usaha pembuatan nopia sejak 1950-an. Sedangkan saya melanjutkannya sejak 1984-an," ujar Rakiwan kepada Tribunjateng.com, Jumat (17/5/2019).

Rakiwan menceritakan jika dalam sehari dia bisa memproduksi Nopia dan Mino mencapai 30 kg - 45 kg adonan sehari.

Adonan tersebut kurang lebih bisa menghasilkan 3.000 buah Mino. Satu kilogram Mino sendiri dihargai Rp 15 ribu.

Ketika memasuki bulan Ramadan  produksi Nopia dan Mino bisa bertambah. Apalagi menjelang lebaran, banyak dicari sebagai jamuan para tamu yang datang ke rumah.

Kampung Nopia Mino sebagai tempat wisata home industri juga memberikan kesempatan para pengunjung belajar membuat secara langsung.

Cukup membayar Rp 12 ribu, anda bisa berkeliling kampung, sambil melihat sekaligus praktek membuat makanan khas Banyumas tersebut.

Proses pembuatan Mino oleh Sunarno, Ketua Paguyuban Nopia Mino Banyumas.
Proses pembuatan Mino oleh Sunarno, Ketua Paguyuban Nopia Mino Banyumas. (Tribunjateng.com/Permata Putra Sejati)

Bukan hanya menawarkan wisata home industri, kampung Nopia Mino juga menyuguhkan wisata selfie spot foto keren yang sudah digambar oleh para pemuda setempat. Sehingga para pengunjung tidak akan merasa bosan.

"Selain bisa melihat pembuatan Nopia dan Mino, berfoto di spot instragamable lalu pulangnya dapat membawa oleh-oleh Nopia dan Mino buatan sendiri," ujar  Bagian Humas dan Promosi Paguyuban Mino Nopia Banyumas, Mangun Handoyo (68).

Para pengunjung biasanya dari kalangan anak-anak TK, Mahasiswa, ataupun umum yang penasaran terhadap proses pembuatan Mino Nopia yang unik.

Berkat usaha mendirikan Kampung Nopia Mino, kampung Pekunden menjadi semakin tersohor.

"Beberapa waktu yang lalu turis asing juga sempat kesini. Seperti dari Korea, Inggris, dan Arab," ujarnya.

Kebanyakan dari para pengunjung mengaku terkesan dengan proses pembuatan Nopia yang unik. Keunikan tersebut ada pada proses pembakarannya.

Dimana alat yang digunakan tidak menggunakan oven modern seperti kebanyakan, melainkan menggunakan oven tradisional yang disebut gentong.

Gentong adalah tempat pembakaran  yang terbuat dari tanah liat berbentuk silinder bulat mirip seperti sumur air.

Adonan Mino yang ditempelkan di Gentong (alat pemanggangan tradisional terbuat dari tanah liat).
Adonan Mino yang ditempelkan di Gentong (alat pemanggangan tradisional terbuat dari tanah liat). (Tribunjateng.com/Permata Putra Sejati)

Akan tetapi pada lapisan dalamnya terdapat besi panas sebagai tempat menempelkan adonan-adonan Nopia dan Mino. 

Halaman
123
Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved