Bedah Kasus

Duh, Utang Kereta Whoosh Membengkak Triliunan Rupiah, BUMN Kelabakan Bayar, Untung Ada Danantara!

Proyek Kereta Cepat Whoosh juga disebut-sebut menjadi salah satu kontribusi besar membengkaknya kerugian yang dialami BUMN

Editor: Rustam Aji
Tribunnews/Jeprima
MERUGI - Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menyiramkan air ke gerbong Kereta Cepat sebagai tanda resminya beroperasi berbayar disaksikan oleh Wamen BUMN Rosan Perkasa Roeslani dan Dirut PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) Dwiyana Slamet Riyadi serta beberapa pihak terkait usai melaunching Penjualan Tiket Whoosh pada aplikasi mobile di Stasiun Halim Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB), Jakarta Timur, Selasa (17/10/23). 

TRIBUNBANYUMAS.COM, JAKARTA – Hingga kini, ternyata mega proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) masih menuai polemik. 

Terbaru, Proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung atau Whoosh ini bahkan disebut-sebut menjadi salah satu kontribusi besar membengkaknya kerugian yang dialami Badan Usaha Milik Negara (BUMN0.

Padahal, proyek ini awalnya dijanjikan pemerintahan era Joko Widodo (Jokowi) murni bisnis, belakangan malah jadi beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). 

Setelah proyek ini rampung dan beroperasi, bukannya memberi untung, tetapi perusahaan-perusahaan BUMN Indonesia yang terlibat di proyek ini harus urunan menanggung utang jumbo ke pihak China. 

Pendanaan terbesar proyek KCJB bersumber dari pinjaman China Development Bank (CDB), sementara sisanya berasal dari APBN, serta modal konsorsium perusahaan patungan BUMN Indonesia dan China. 

Sebagaimana diketahui, proyek yang mulai dikerjakan sejak 2016 ini mengalami pembengkakan biaya atau cost overrun senilai 1,2 miliar dolar AS, setara sekitar Rp 18,02 triliun. 

Hal ini sempat menjadi polemik, tapi entah kenapa kemudian mereda.

Pasalnya, hasil audit bersama yang telah disepakati kedua negara, total biaya pembangunan KCJB kini mencapai 7,27 miliar dolar AS atau sekitar Rp 108,14 triliun. 

Baca juga: Sebelum Gelar Demo Ribuan Massa di Pati Gelar Selamatan dan Doa Bersama, Berharap Tuntutan Terkabul

Di sisi lain, baik PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) maupun PT Kereta Api Indonesia (Persero) sebagai pemimpin konsorsium, tak pernah merilis ke publik laporan keuangan KCIC. 

Sehingga hal itu menimbulkan tanda tanya besar publik yang menginginkan transparansi.

PT Wijaya Karya (Persero) Tbk (WIKA) pada tahun buku 2023, dikabarkan yang paling menderita kerugian besar.

Sepanjang tahun 2023, perusahaan konstruksi pelat merah ini menderita rugi sebesar Rp 7,12 triliun.

Di mana, kerugian perseroan ini meningkat sangat besar dibandingkan pada tahun 2022 yang mencatat rugi Rp 59,59 miliar.

Kerugian WIKA ini jauh lebih besar dibandingkan kerugian yang juga dialami BUMN karya lainnya, PT Waskita Karya (Persero) Tbk yang pada 2023 mencatat rugi Rp 3,77 triliun.

Tak berhenti sampai di situ, pada 2024, WIKA juga mencatat rugi Rp 2,33 triliun.

Halaman
1234
Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved