Berita Jateng

Menurut Kacamata Apindo Jateng, Kenaikan UMK 2026 Realistis di Angka 5 Persen. Begini Alasannya

Apindo Jateng menilai, tuntutan buruh terkait kenaikan UMK 2026 sebesar 10,5 persen tidak realistis. Menurut Apindo, angka realistis hanya 5 persen.

Editor: rika irawati
TRIBUNBANYUMAS/BUDI SUSANTO
DEMO BURUH - Ribuan buruh memadati depan Kantor Gubernur Jateng, Rabu (18/12/2024). Mereka menggelar aksi demo untuk mengawal penetapan UMK 2025. Terkait tuntutan kenaikan UMK 10,5 persen, Apindo Jateng nilai tak realistis. Angka realistis menurut Apindo adalah 5 persen. 

Ringkasan Berita:
  • Apindo Jateng menilai tuntutan buruh terkait kenaikan UMK 2026 sebesar 10,5 persen tak realistis.
  • Menurut Ketua Apindo Jateng Frans Kongi, kenaikan UMK 2026 yang realistis di angka 5 persen.
  • Frans menyebut, selain kondisi dunia usaha, kenaikan UMK hanya berlaku untuk karyawan baru.

 

TRIBUNBANYUMAS.COM, SEMARANG – Tuntutan buruh terkait kenaikan upah minimun provinsi (UMP) dan upah minimun kabupaten/kota (UMK) tahun 2026 sebesar 10,5 persen dinilai Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jawa Tengah (Jateng) tak realistis.

Dari kacamata Apindo Jateng, kenaikan UMK 2026 maksimal di angka 5 persen.

Alasannya, kondisi dunia usaha saat ini belum baik.

"Itu pimpinan serikat buruh minta segitu (kenaikan 10,5 persen), ya boleh-boleh saja."

"Tapi kan, kita lihat dulu nanti, pemerintah keluarkan aturannya nanti bagaimana," kata Ketua Apindo Jateng Frans Kongi, Senin (3/11/2025). 

Baca juga: Di Bawah Guyuran Hujan, Buruh Desak Gubernur Jateng Naikkan UMP dan UMK 2026 10,5 Persen

Selain kondisi dunia usaha, Frans mengatakan, upah minimun berlaku bagi pekerja baru. 

Sementara, karyawan lama dipastikan menerima upah lebih tinggi.

"Jadi, kenaikkan upah itu ya harusnya yang wajar-wajar saja, kan upah minimum, buat mereka yang baru kerja."

"Ya, kira-kira, sekarang 4-5 persen. Karena kondisi sekarang, secara keseluruhan belum baik-baik saja," tambahnya. 

Belum Perlu Upah Minimun Sektoral

Tak hanya soal UMK 2026, Frans juga menyoroti tuntutan untuk menentukan formula perhitungan Upah Minimum Sektoral Provinsi (UMSP) dan Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota (UMSK).

Bahkan, Frans tegas menolak penerapan UMSP dan UMSK.

Menurut Frans, hal tersebut memerlukan kajian mendalam dan kesepakatan antara asosiasi buruh dan pengusaha. 

"Kalau UMSP dan UMSK, sebaiknya tidak ada karena itu harus ada penelitian mendalam, tidak bisa disamaratakan."

"Jadi, itu nanti dulu lah," ucapnya. 

Demo di Kantor Gubernur

Sumber: Kompas.com
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved