Berita Semarang
2 Mahasiswa Undip Semarang Divonis Bersalah Sekap Intel Polda Jateng, Dihukum 2 Bulan 3 Hari
Dua mahasiswa Undip Semarang divonis bersalah menyekap polisi anggota intel Polda Jateng. Keduanya divonis 2 bulan 3 hari.
Penulis: iwan Arifianto | Editor: rika irawati
TRIBUNBANYUMAS.COM, SEMARANG - Dua mahasiswa Universitas Diponegoro (Undip) Semarang terbukti menyekap dua polisi anggota intelijen Polda Jateng saat demo buruh May Day, 1 Mei 2025.
Keduanya divonis bersalah dan dihukum 2 bulan 3 hari.
Vonis dibacakan ketua majelis hakim Rudy Ruswoyo dalam sidang di Pengadilan Negeri (PN) Semarang, Selasa (7/10/2025).
Kedua terdakwa tersebut adalah Rezki Setia Budi dan Muhammad Rafli Susanto.
Sementara, polisi yang disekap, Brigadir Polisi Eka Romandona Febriyanto, anggota Direktorat Intelijen Keamanan (Ditintelkam) Polda Jateng.
Vonis hakim tersebut lebih ringan satu pekan dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU), yakni 2 bulan 10 hari.
"Terdakwa Rezki Setia Budi dan Muhammad Rafli Susanto terbukti secara sah dan menyakinkan melakukan tindak pidana merampas kemerdekaan orang sehingga dijatuhkan pidana penjara masing-masing 2 bulan 3 hari," kata Ketua Majelis Hakim Rudy Ruswoyo membacakan putusan.
Baca juga: Dua Mahasiswa Undip Sekap Intel Polri Saat Demo May Day, Dijerat Pasal Berlapis
Meksipun divonis pidana selama 2 bulan 3 hari, majelis hakim, dalam putusannya memerintahkan kedua terdakwa segera dilepaskan dari tahanan.
Alasannya, masa penangkapan dan penahanan adalah sama dengan putusan hakim.
"Masa tahanan para terdakwa dan putusan yang dijatuhkan adalah sama maka majelis hakim memerintahkan agar para terdakwa harus dikeluarkan dari tahanan," ungkap Rudy.
Video Berujung Penyekapan
Hakim, dalam membacakan berkas putusan mengungkap, korban Eka Romandona Febriyanto ketika kejadian sedang melaksanakan tugas pengamanan tertutup aksi demonstrasi May Day Semarang di depan Kantor Bank Indonesia, Jalan Imam Bardjo, Pleburan, Kota Semarang, 1 Mei 2025.
Saat itu, Eka merekam para mahasiswa yang melakukan pengerusakan fasilitas umum di lokasi tersebut.
Ia lantas diteriaki para mahasiswa sebagai polisi.
Sejumlah mahasiswa lantas menghampirinya, termasuk dua terdakwa.
Dari awal, Eka berdalih bukan anggota polisi.
Namun, mahasiswa tidak lantas percaya sehingga melakukan penggeledahan.
Sembari digeledah, kedua terdakwa bersama para peserta aksi lain membawa Eka ke dalam kampus Undip Pleburan Semarang dengan maksud menghindari pengejaran anggota kepolisian lain.
Mereka kemudian menyekap Eka sebagai sandera agar polisi melepas 18 demonstran yang sebelumnya telah ditangkap polisi.
Di dalam kampus itu, Eka terus diperiksa mahasiswa karena masih belum mengakui sebagai anggota polisi.
Di sela-sela interograsi itu, terdakwa Muhammad Rafli menemukan grup WhatsApp beranggotakan polisi di ponsel Eka.
Mengetahui Eka sebagai anggota polisi, para mahasiswa kemudian melakukan siaran langsung melalui media sosial Instagram.
Ketika proses siaran langsung itu, terdakwa Rafli mengajukan beberapa pertanyaan kepada korban.
Eka akhirnya dilepaskan mahasiswa selepas disekap selama 6 jam.
Ia dilepaskan seusai ada mediasi antara perwakilan mahasiswa dengan perwakilan Polda Jateng.
"Kedua terdakwa telah melakukan perampasan kemerdekaan dengan cara menyekap saksi Eka Romandona Febriyanto selama kurang lebih 6 jam yang dilakukan dari pukul 18.14-23.00 WIB di Kampus Undip, Pleburan Semarang," ucap Rudy.
Bantah Semua Dakwaan
Selama persidangan, kedua terdakwa tidak mengajukan eksepsi atau nota pembelaan.
Namun, dalam berkas persidangan terungkap, kedua terdakwa membantah telah melakukan tindakan pidana tersebut.
Terdakwa Rezki Setia Budi membantah telah meneriaki Eka sebagai polisi.
Ia juga tidak melakukan penggeledahan dan menyiramkan tiner ke korban.
Ia membantah pula telah mengikat tangan dan kaki korban.
"Sedangkan Muhammad Rafli Susanto, mengaku hanya memukul dua kali," terang hakim Rudy.
Baca juga: Lima Mahasiswa Terdakwa Kasus Kerusuhan May Day Dituding Sebagai Anarko karena Berkaos Hitam
Kedua terdakwa dijerat Pasal 333 Ayat (1) KUHP tentang merampas kemerdekaan seseorang dengan ancaman maksimal 8 tahun penjara.
Akan tetapi, ada pertimbangan meringankan dari hakim untuk kedua terdakwa, meliputi selama persidangan kedua terdakwa telah bersikap sopan, mengakui dan menyesali perbuatannya.
Di samping itu, korban Eka Romandona Febriyanto telah memaafkan perbuatan kedua terdakwa.
Ditambah, kedua terdakwa juga belum pernah dipenjara.
"Para terdakwa masih berstatus sebagai mahasiswa yang masih memiliki tanggung jawab menyelesaikan pendidikannya di Universitas Diponegoro, Semarang," ungkap Rudy.
Selepas membacakan putusan, Ketua Majelis Hakim Rudy, meminta kedua terdakwa berkonsultasi dengan kuasa hukum.
Selepas berkonsultasi, kedua terdakwa menyampaikan bakal pikir-pikir dengan putusan tersebut.
Hal yang sama diungkapkan jaksa penuntut umum.
Seusai persidangan, Kuasa Hukum Terdakwa Yosua Mendrova mengatakan, putusan hakim masih ada unsur keadilan karena beberapa poin dalam nota pembelaan atau pledoi yang diajukan kedua terdakwa menjadi pertimbangan majelis hakim.
Namun, pihaknya tetap mengajukan pikir-pikir agar terdakwa berkonsultasi terlebih dahulu dengan keluarganya.
"Mereka bukan asli warga Semarang sehingga perlu waktu untuk konsultasi dengan keluarga atas putusan ini, nanti hasilnya akan kami tindaklanjuti pekan depan," katanya. (*)
Hendak Nyeberang, Tri Santoso Tewas Tertabrak Motor di Tanah Putih Semarang |
![]() |
---|
Pria Tanpa Identitas Tewas Terduduk di Kursi Taman Dekat Mal Paragon Semarang, Pakai Celana Pendek |
![]() |
---|
Gudeg Koyor Mbok Sireng Jadi Kuliner Favorit di Pembukaan Waroeng Semawis Semarang, 2,5 Jam Ludes |
![]() |
---|
IPHI Jateng Gelar Rapat Pleno, Masrifan Djamil Tekankan Pentingnya Menjaga Haji Mabrur |
![]() |
---|
PGRI Semarang Tolak Wacana Guru Jadi Tester Makanan MBG: Siapa yang Jamin Nyawa Guru? |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.