Longsor Majenang
Kisah Cinta dan Pengorbanan, Pria Hilang Usai Selamatkan Istri di Longsor Cibeunying
Tak ada yang menyangka beberapa jam kemudian, tebing besar di belakang pemukiman longsor dan melumat kawasan itu hingga rata.
TRIBUNBANYUMAS.COM, CILACAP - Isak tangis itu pecah pelan, tertahan di balik telapak tangan yang menutup mulut.
Di sudut Balai Desa Cibeunying, Kecamatan Majenang, Kabupaten Cilacap, Sabtu (15/11/2025), seorang perempuan lanjut usia duduk bersandar pada dinding.
Matanya berkaca-kaca menatap kosong ke arah halaman.
Ia adalah Tari (75), warga Dusun Cibuyut, salah satu keluarga longsor besar yang melanda desanya.
Sejak pagi, ia tidak banyak bicara.
Sesekali ia mengusap air mata, ditabahkan oleh saudaranya.
Namun suara sesenggukan tetap terdengar lirih.
Manakala suaminya, Rusyanto (74), hingga kini belum ditemukan.
Rumah mereka telah rata dengan tanah.
"Belum ketemu," kata Puryanti, yang merupakan kerabat dekat yang setia mendampingi Nenek Tari.
"Waktu kejadian Ibu Tari sedang tidak di rumah, sudah mengungsi duluan," terangnya.
Menurut Puryanti, Kakek Rusyanto adalah orang terakhir yang berada di rumah saat bencana terjadi.
Sebelum tanah bergerak, ia justru menjadi orang yang paling ingin memastikan istrinya selamat.
"Suaminya yang memerintahkan Nenek Tari supaya pergi mengungsi," tutur Puryanti.
"Bapak sendiri yang mengantarkan Nenek Tari.
Tapi setelah mengantar, bapak kembali lagi ke rumah.
Katanya mau menjaga rumah dan nggak sempat menyelamatkan diri," ungkapnya.
Masih teringat jelas di benak keluarga perkataan terakhir Rusyanto sebelum melepas istrinya pergi:
"Kamu kesana aja, biar aku di rumah," ucap Rusyanto kepada Istrinya Tari.
Hari itu, Rusyanto menganggap longsor tidak akan sampai ke rumah.
Tak ada yang menyangka beberapa jam kemudian, tebing besar di belakang pemukiman longsor dan melumat kawasan itu hingga rata.
Tari mengaku sempat gelisah saat mengungsi.
Ada firasat buruk yang membuatnya sulit beristirahat.
"Saya resah, cuma ada bapak saja di rumah kala itu.
Anaknya sudah pada balik dari Bandung,” katanya lirih dengan logat Sunda.
Sejak kabar longsor menyebar, ia tidak pernah kembali melihat lokasi rumahnya.
Ia tak sanggup.
"Aku nggak kuasa lihat rumah sudah rata sama tanah," ucap Nenek Tari.
Bagi Tari, masa tunggu di pengungsian dipenuhi ketidakpastian.
Ia hanya berharap petugas SAR menemukan suaminya, dalam kondisi apa pun.
Ia tidak pernah meminta lebih.
Tidak pernah bertanya apakah rumahnya akan dibangun kembali, atau sampai kapan ia harus mengungsi.
Hanya satu hal yang ia inginkan menemukan Rusyanto dan segera menguburkannya.
Balai Desa Cibeunying kini menjadi tempat perlindungan bagi puluhan warga yang terdampak.
Ada 25 warga dari zona paling dekat tebing longsor yang memilih mengungsi.
Pada siang hari mereka biasanya kembali sebentar ke rumah untuk melihat situasi, lalu kembali lagi ke balai saat malam.
Kepala Desa Cibeunying, Lili Warli, juga ikut mengungsi bersama warga.
Ia memastikan kebutuhan dasar perlahan dipenuhi, meski masih ada keperluan penting yang belum tercukupi.
"Hal-hal kecil seperti jas hujan, senter, dan APD masih perlu.
Baca juga: Teka-teki Pria Ditemukan Tewas Tergantung di Kendal, Pisau Masih Tertancap di Dada
Termasuk kebutuhan anak seperti pampers," ujarnya.
Sebagian warga lain mengungsi ke rumah saudara, namun pemerintah desa memastikan semuanya akan mendapat bantuan.
"Tidak banyak yang bertahan (di rumah). Yang masih merasa aman saja yang tetap bertahan," kata Lili.
Tim SAR terus menyisir lapisan tanah yang tebal 5 sampai 7 meteran.
Kondisi cuaca tidak menentu yang kadang mendung kadang cerah.
Tari kembali menutup mulutnya, menahan tangis.
Ia hanya berbisik pelan pada Puryanti:
"Kalau bapak pulang, saya mau pulang juga," ucap dalam bahasa sunda. (jti)
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/banyumas/foto/bank/originals/15112025-aerial-view-bencana-tanah-longsor-di-majenang-cilacap.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.