Berita Cilacap

Selamatkan Ribuan Telur Penyu, Kisah Perjuangan Relawan Nagaraja Cilacap Menjaga Laut Selatan

Di balik debur ombak Samudera Hindia, ada kisah panjang perjuangan warga Cilacap menjaga keberlangsungan penyu

Rayka Diah
Konservasi Penyu - Koordinator Kelompok Konservasi Penyu Nagaraja Cilacap memeriksa kondisi penyu yang dirawat di kolam penangkaran di tempat konservasi, sebelum dilepasliarkan ke laut, Minggu (5/10/2025). 

TRIBUNBANYUMAS.COM, CILACAP – Di balik debur ombak Samudera Hindia, ada kisah panjang perjuangan warga Cilacap menjaga keberlangsungan penyu di pesisir selatan.


Awalnya, upaya konservasi dilakukan dengan penuh keterbatasan.


"Dulu tahun 2019 sampai 2023 kami patroli jalan kaki sejauh 12 kilometer bolak-balik setiap malam," kenang Jumawan, Koordinator Kelompok Konservasi Penyu Nagaraja Cilacap, Minggu (5/10/2025).


Medan berat dan minim dukungan membuat timnya hanya bisa menjangkau sebagian kecil dari garis pantai sepanjang 25 kilometer.


Namun semangat mereka tak pernah padam.


Mereka mulai mensosialisasikan pentingnya pelestarian penyu kepada para nelayan di sekitar pantai.


"Kami tidak membeli telur penyu, tapi mengganti dengan ucapan terima kasih,"  kata Jumawan.


Langkah sederhana itu menjadi kunci perubahan besar.


Perlahan, para nelayan mulai sadar pentingnya menyerahkan telur penyu kepada pihak konservasi.


Setiap tahun, kelompok ini juga menggelar Puncak Konservasi Penyu sebagai bentuk apresiasi kepada masyarakat yang ikut melestarikan satwa langka tersebut.


"Penemu telur biasanya kami undang," katanya.


"Kami sampaikan terima kasih karena mereka sudah berperan menyelamatkan penyu," imbuh Jumawan.


Kini, berkat bantuan motor trail dari pemerintah sejak akhir 2023, jangkauan patroli kelompoknya semakin luas hingga Pantai Jetis, Nusawungu.


"Kalau dulu hanya sebagian, di sekitar Pantai Sodong, Adipala, sekarang kita bisa pantau seluruh bentangan pantai hingga 25 kilometer," tuturnya.

Baca juga: Kudus Sumbang Cukai Rokok Besar untuk Negara, Pemkab Ajukan Tambahan DBHCHT Rp 300 Miliar


Selain patroli, edukasi menjadi senjata utama mereka.


Melalui program Konservasi Mengajar, tim Nagaraja menyambangi sekolah-sekolah di pesisir selatan untuk mengenalkan pentingnya menjaga habitat penyu.


"Anak-anak nelayan kami edukasi. Harapannya, ketika orang tuanya menemukan telur penyu, mereka bisa mengingatkan agar diserahkan ke konservasi," terang Jumawan.


Program itu terbukti efektif.


Kini, masyarakat sekitar sudah terbiasa melapor setiap kali menemukan telur penyu.


Tingkat partisipasi masyarakat pun meningkat drastis.


Dari 2019 hingga 2025, tercatat lebih dari 7.000 telur penyu ditemukan dan diselamatkan, dengan sekitar 6.400 ekor tukik berhasil menetas.


Tak hanya warga lokal, kegiatan konservasi penyu di Cilacap juga menarik perhatian dunia.


"Sudah ada mahasiswa asing dari Inggris, Belanda, Jerman, bahkan Nigeria yang datang ke sini untuk penelitian," kata Jumawan.


Salah satunya, mahasiswa S2 dari Nigeria meneliti penetasan tukik dan mempresentasikan hasilnya di seminar internasional.


Menurut Jumawan, ada tiga metode penetasan yang dilakukan, yakni, semi alami terbuka, semi alami terlindung, dan metode menggunakan toples yang diadaptasi dari konservasi penyu di Bantul.


Masing-masing metode memiliki masa inkubasi berbeda, mulai dari 47 hingga 67 hari.


Meski tampak sederhana, proses konservasi membutuhkan ketelatenan dan biaya tinggi.


"Setiap hari kami harus memberi pakan dari kerang kupas, serta mengganti air laut di bak penampungan," ujarnya.


Tak jarang, para relawan menggunakan uang pribadi untuk membeli bahan bakar pompa air dan pakan tukik.


"Namun sekarang hasil evaluasi kita, ada yang lebih murah yaitu menggunakan udang rebon kering," kata Jumawan.


Jumawan mengatakan, masalah lain datang dari sampah laut yang terus mencemari habitat penyu.


"Penyu itu buta warna, jadi sering memakan plastik karena dikira ubur-ubur," jelas Jumawan prihatin.


Ia menegaskan, fenomena penyu yang memakan plastik menjadi tanda serius bahwa laut sudah tidak sehat lagi.


"Ini bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tapi tanggung jawab kita semua," tegasnya.


Menurutnya, ada tiga jenis penyu yang ditemukan di Cilacap, penyu lekang (Lepidochelys olivacea), penyu hijau, dan penyu sisik.


Jenis penyu lekang paling banyak ditemukan di pantai berpasir hitam seperti di pesisir selatan Jawa.


Sementara penyu hijau dan penyu sisik banyak bertelur di pasir putih sekitar Pulau Nusakambangan.


"Cagar alam Nusakambangan itu surga bagi penyu hijau dan penyu sisik," ujar Jumawan.

 

Menariknya, masyarakat bisa berkunjung dan belajar ke lokasi Konservasi Penyu Nagarajara, yang berada di Pantai Sodong, Adipala, tanpa biaya.


"Tidak ada tiket, tapi kami sediakan kotak donasi sukarela untuk membantu operasional," kata Jumawan 


Donasi itu digunakan untuk membeli pakan tukik dan kebutuhan perawatan harian.


Harapan besar pun disampaikan Jumawan untuk masa depan konservasi penyu di Cilacap.


"Kami ingin pemerintah membuat aturan yang lebih bijak tentang tata ruang pesisir," ujarnya.


Ia menilai kawasan konservasi perlu dibedakan secara jelas dari wilayah industri atau investasi.


"Tidak semua pantai harus dirambah untuk usaha," kata Jumawan.


"Konservasi ini investasi jangka panjang untuk generasi mendatang," lanjutnya menegaskan.


Selain itu, ia berharap pelestarian penyu bisa masuk dalam kurikulum pendidikan.


"Kalau anak-anak sejak kecil sudah peduli, saya yakin Cilacap akan tetap jadi rumah aman bagi penyu di masa depan," tutup Jumawan penuh harap. (ray)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved