TRIBUNBANYUMAS.COM, PATI - Kirab Boyongan Hari Jadi ke-702 Kabupaten Pati, bisa jadi menjadi pengalaman kurang mengenakkan bagi Bupati Pati Sudewo.
Pasalnya, pada momen kirab itu, ia disoraki massa.
Sorakan itu bermula, saat kirab yang berlangsung pada Kamis (7/8/2025) siang tersebut, Bupati Pati Sudewo dan sang istri, Atik Kusdarwati, menaiki kereta kuda.
Di atas kereta, mereka membelah lautan massa yang memadati jalanan mulai dari area Pendopo Kemiri, Desa Sarirejo, hingga Kantor Bupati Pati di kawasan Alun-Alun.
Namun, di beberapa titik, massa menyoraki Sudewo, “Huuu! Huuu!”
Tak hanya itu, ada juga seruan disertai bersorak: “Muleh! Muleh! Muleh! (Pulang! Pulang! Pulang!).”
Suara sorakan semakin kencang ketika kereta kuda melintasi posko donasi aksi 13 Agustus di sudut pagar sebelah barat Kantor Bupati Pati.
Sebagaimana diketahui, di tempat tersebut, aliansi Masyarakat Pati Bersatu membuka posko donasi sejak 1 Agustus hingga 12 Agustus mendatang.
Posko itu didirikan untuk menghimpun donasi logistik dari masyarakat sebagai persiapan aksi demonstrasi memprotes kebijakan Bupati Pati Sudewo.
Kebijakan yang diprotes adalah penyesuaian Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) yang berimbas pada kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) hingga 250 persen.
Di tengah sorak-sorakan massa, istri Sudewo, Atik Kusdarwati, tampak sempat menautkan ibu jari dan telunjuk kedua tangannya, membuat gestur simbol cinta, dan mengacungkannya ke arah Posko Donasi Masyarakat Pati Bersatu.
Adapun Bupati Pati Sudewo tampak melambaikan tangan ke kanan-kirinya, menyapa masyarakat.
Sorakan juga ditujukan kepada Plt Sekda Pati, Riyoso, yang pada Selasa (5/8/2025) lalu sempat berkonfrontasi dengan massa simpatisan demo akibat memerintahkan Satpol PP menyita dus-dus air mineral hasil donasi warga.
Baca juga: Bupati Pati Sudewo Sebut Ada NJOP yang Cuma Rp 3 Ribu Per Meter sebelum Lakukan Penyesuaian PBB-P2
Menurut Koordinator Masyarakat Pati Bersatu, Ahmad Husein, masyarakat menyoraki Bupati dan Sekda Pati karena kecewa atas kebijakan kenaikan tarif PBB-P2.
“Masyarakat kecewa semua pada pemimpin yang sudah dipilih rakyat, tapi tidak mau mengerti apa yang dirasakan masyarakat. Karena kecewa makanya menyoraki,” kata dia.
Warga lain yang berada di lokasi, Thukul, juga mengaku kecewa dengan kebijakan Pemkab Pati.
Ketua Paguyuban Pedagang Kaki Lima (PKL) Kembang Joyo ini mengatakan, dia merasa keberatan tarif PBB-P2 naik.
“Kebijakan ini sangat memberatkan masyarakat. Bupati tidak melihat kondisi masyarakat. PKL seperti saya ini pendapatannya tidak menentu. Sedangkan kalau pajak naik, bahan pokok juga nantinya akan naik,” kata dia.
Thukul juga membantah klaim Sudewo yang mengatakan PBB-P2 tidak pernah naik dalam 14 tahun terakhir.
Baca juga: Ditinggal Salat Maghrib, Dapur Produksi Gula Jawa di Cilongok Banyumas Terbakar
Menurut dia, pada masa pemerintahan bupati sebelumnya, yakni Haryanto, tarif PBB-P2 sudah pernah naik.
“Bupati bohong kalau bilang dalam 14 tahun pajak tidak pernah naik. Zaman Pak Haryanto pajak saya dari Rp36 ribu pernah naik jadi Rp60 ribuan. Itu pada tahun 2022 kalau tidak salah,” ucap dia.
Thukul mengaku, pada 2025 ini dia belum melunasi PBB-P2. Adapun waktu jatuh temponya adalah September. Dia ingin melihat dulu hasil unjuk rasa 13 Agustus besok.
“Saya lihat dulu dengan adanya demo ini bagaimana hasilnya, apakah berubah kebijakannya,” tandas dia. (mzk)