TRIBUNBANYUMAS.COM, JEPARA - Tradisi perang obor di Desa Tegalsambi, Kecamatan Tahunan, Kabupaten Jepara, bakal digelar Senin (20/5/2024) malam.
Tradisi perang obor ini ternyata lahir akibat kesalahpahaman dua leluhur desa tersebut, yang berujung keberkahan.
Itu sebabnya, tradisi ini masih dipelihara warga, turun temurun.
Bahkan, tradisi perang obor di Desa Tegalsambi Jepara ini sudah dinobatkan sebagai warisan budaya tak benda.
Tokoh Agama Desa Tegalsambi, Slamet Riyadi mengungkapkan, dua tokoh yang bertikai dan melahirkan tradisi perang obor ini adalah Mbah Gemblong dan Kiai Babadan.
Menurut Slamet, Kiai Babadan merupakan peternak kaya yang mempunyai banyak hewan ternak hingga tak kuasa mengasuh sendiri.
Oleh karena itu, Kiai Babadan meminta bantuan Mbah Gemblong untuk ikut mengurus ternak-ternaknya.
Baca juga: Mengenal Tradisi Perang Obor di Tegalsambi Jepara, Digelar Setiap Bulan Apit untuk Tolak Bala
Slamet menjelaskan, awalnya, Mbah Gemblong mengurus ternak dengan baik.
Namun, terjadi salah paham antar keduanya lantaran lama-lama, hewan ternak Kiai Babadan banyak yang kurus dan jatuh sakit.
Suatu ketika, Mbah Gemblong yang sedang asyik memancing ikan dan membakar ikan-ikan hasil tangkapannya itu didatangi Kiai Babadan.
"(Saat) Mbah Gemblong sedang menyantap ikan bakar, kemudian Kiai Babadan datang," kata Slamet, Senin (20/5/2024).
Melihat Mbah Gemblong asyik menyantap ikan, Kiai Babadan tidak terima karena mengira Mbah Gemblong tidak melaksanakan tugas mengurus ternak dengan baik.
Kiai Babadan kemudian mengambil obor yang ada di kandang dan memukulkannya ke Mbah Gemblong.
"Mbah Gemblong tidak terima diperlakukan demikian. Kemudian membalas dengan mengambil blarak yang disulut api untuk membalas Kiai Babadan sehingga terjadilah perang obor," ungkapnya.
Pertikaian tersebut berlanjut di sekitar kandang ternak sehingga api merembet ke kandang.
Baca juga: Sambil Jalin Komunikasi, Mantan Bupati Jepara Dian Kristiandi Ambil Formulir Bacabup ke PPP
Kobaran api di kandang membuat hewan-hewan yang semula sakit langsung lari tunggang-langgang dan menjadi sehat.
"Melihat hewan-hewan ternak kembali sehat, akhirnya, keduanya mengakhiri perang obor," tuturnya.
Kepada anak cucunya, dua leluhur tersebut kemudian berwasiat agar melestarikan perang obor sebagai tolak bala.
Sejak saat itu, perang obor digelar setiap bulan Apitan.
"Untuk mengingat peristiwa ini, kemudian, setiap tahun, dilakukan tradisi perang obor sebagai tolak bala sekaligus sedekah bumi atas hasil panen dan ternak yang melimpah," ungkapnya.
Hal serupa disampaikan, Kepala Desa Tegalsambi Agus Santoso menambahkan bahwa tradisi ini disesuaikan dengan ajaran agama Islam seiring perkembangan zaman.
Oleh karena itu, tradisi perang obor diawali dengan rangkaian panjang sejak 35 hari sebelum pelaksanaan.
"Mulai dari barikan atau ziarah makam leluhur, selametan, wayangan, dan sedekah bumi," kata Agus.
Tahun ini, perang obor akan digelar nanti malam di Desa Tegalsambi, pukul 18.00 WIB. (*)
Baca juga: Keberangkatan 1 Jemaah Calon Haji Asal Batang Ditunda Gara-gara TBC, Bisa Menyusul setelah Sembuh
Baca juga: Viral, Video Siswi SMP di Kota Tegal Dirundung Teman-temannya. Disdikbud Langsung Gelar Mediasi