"Kalau saya jadi lurah (kades), tesis saya bisa jadi program pertanian sekalian. Berhasil atau tidak kan bisa dicoba," imbuh Sabiq.
Seorang Santri
Sejak kecil hingga dewasa, Sabiq menghabiskan waktu belajar dari pesantren ke pesantren.
"Saya santri, sejak kecil selalu di pesantren dan baru dua tahun ini di rumah."
"Ibu saya sudah pesan, santri harus berkontribusi untuk masyarakat."
"Jadi, ini kesempatan yang baik untuk dekat ke warga," kata dia.
Baca juga: Sedihnya Sri Retno Warga Klaten yang Bakal Ditinggal Ganjar: Padahal Ingin Tetap Dipimpin Bapak
Sejak dulu, Sabiq berupaya mencari celah untuk menjadi bagian dari rakyat. Biasanya, di rumah, dia menjadi pemimpin tahlilan, selain mendampingi para petani.
Maka, di 100 hari masa kerjanya nanti, Sabiq berupaya merealisasikan sejumlah misi, termasuk membumikan pupuk organik.
Dia paham, potensi Prawatan adalah pertanian dan memiliki sejumlah problem, termasuk krisis air.
Sumur yang sudah digali pun harus digali lebih dalam untuk mendapatkan air yang bersih.
"Selain membumikan pupuk organik, kami juga membuat peta sungai. Ini ada titik-titik rawan krisis (kekeringan). Jadi, bagaimana kemudian, kami menjamin hak atas air untuk warga dan petani," urainya.
Tanpa Bagi-bagi Uang
Kemenangan Sabiq sebagai kepala desa Prawatan disebut tanpa politik uang.
"Awalnya, ada 15 calon, terus lanjut lima calon, dan yang naik panggung ada tiga calon."
"Saya dapat suara cukup banyak, ada 1.655 (suara) dan tanpa money politic."