Berita Jateng

Target Indonesia Bebas AIDS 2030 dan Realita Obat ARV yang Langka

Penulis: iwan Arifianto
Editor: khoirul muzaki
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Melati (bukan nama sebenarnya) seorang ODHIV di Kota Semarang hendak mengkonsumsi ARV. Ia mengaku jika telat meminum obat itu maka akan sakit yang diawali dengan sariawan, di sebuah kontrakan di Kota Semarang.

"Padahal kondisi fisik tiap ODHIV berbeda. Penyilangan obat akan memberikan efek samping terhadap para ODHIV. Hal itu tidak dipikirkan oleh pemerintah," ujarnya.

Menurut Data SPEK-HAM, jumlah ODHIV di kota Semarang mencapai hampir 2 ribu orang. Di antara ribuan ODHIV terdapat anak-anak sebanyak 100 orang.

Baca juga: Hasil Laga PSIS vs Phnom Penh Crown FC: Komentar Kedua Pelatih


Kebutuhan obat mereka sebulan sebanyak satu botol, setiap botol berisi 30 butir sampai 60 botol.

Obat Antiretroviral (ARV) bagi penderita ODHIV dan orang dengan HIV AIDS (ODHA) banyak jenisnya di antaranya TLE, TLD, Duviral, Neviral dan lainnya.

"Harga paling murah sekira Rp150 ribu sampai paling mahal Rp2 juta," ucap Pendamping ODHA Semarang, Lutfi.

Menurut Lutfi, kelangkaan obat jenis tersebut menyebabkan para ODHIV malas mengkonsumsi obat.

Mereka yang mulanya rajin mengkonsumsi menjadi malas  akhirnya menjadi pasien HIV lost to follow-up.

"Kami diminta oleh pemerintah untuk mengejar pasien lost follow-up tetapi pemerintah sendiri tidak menyediakan obatnya," bebernya.

Baca juga: PSIS Semarang Istirahatkan Nomor Punggung 9 dan 22, Demi Hormati Pemain yang Bawa Tim ke Liga 1

Ia menambahkan, program Three Zero HIV hanya akan berakhir sebagai slogan selama tidak dipenuhi dengan obat dan penunjang lainnya.

"Pemerintah ketika memang mencanangkan program harus sudah dibahas dan dirancang sematang mungkin. Termasuk kasus HIV yang tiap hari angkanya terus bertambah," imbuhnya.

Tribun telah berupaya mengkonfirmasi Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) kota Semarang  M Abdul Hakam. Namun, upaya Tribun tak direspon hingga berita ini diturunkan.

Berita Terkini