TRIBUNBANYUMAS.COM, SEMARANG- Para orang dengan HIV (ODHIV) memandang pesimis target Three Zero di kota Semarang.
Program Three Zero merupakan program pemerintah dengan tujuan Indonesia bebas AIDS 2030 yang berarti tidak ada kasus baru, tidak ada kematian karena AIDS, dan tidak ada stigma dan diskriminasi.
Sayangnya, program itu di kota Semarang masih jauh panggang daripada api. Menurut para ODHIV di kota Semarang, target tersebut mustahil dilakukan bilamana Kelangkaan obat acapkali terjadi.
"Target itu tidak realistis. Pemerintah tidak totalitas dalam penanganan HIV AIDS. Cuma slogan Three Zero yang disuarakan, lantas pencegahan penangan dan pengobatannya?," terang Paralegal Officer Solidaritas Perempuan untuk Kemanusiaan dan Hak Asasi Manusia (SPEK-HAM), Nurul Safaatun, Sabtu (24/6/2023).
Ia menilai, kinerja pemerintah di lini pencegahan dan penanganan HIV sudah lumayan baik. Hanya saja, di bagian pengobatan terhitung buruk.
Baca juga: TPU Jatisari Mijen Saksi Bisu Ganasnya Covid di Semarang. 1 Tahun, Nyaris Seribu Korban Dimakamkan
Hal itu tampak pada seringnya kelangkaan obat bagi ODHIV masih sering terjadi.
"Bahkan, masih ada saling lempar tanggung jawab," ucapnya.
Kondisi tersebut paling parah terjadi pada bulan Juni 2023.
Waktu itu, permintaan sebanyak 300 botol obat HIV yang tersedia hanya 18 botol.
"Imbasnya akibat kelangkaan ODHIV sudah tidak minum obat lagi," paparnya.
Baca juga: Isi Naskah Dedication of Life yang Dibacakan Ganjar Pranowo, Jokowi Pernah Bawakan di Momen Penting
Bukan hanya persoalan kelangkaan obat, penyilangan jenis obat juga menjadi masalah tersendiri bagi para ODHIV.
Penyilangan jenis obat termasuk juga dari dampak kelangkaan.
Semisal bulan ini ODHIV diberikan obat jenis A, ternyata jenis A langka di bulan berikutnya.
Maka di bulan tersebut ODHIV diberikan obat jenis B. Bulan berikutnya kembali ke jenis obat A, begitu seterusnya.
Akibat penyilangan obat, ODHIV alami gejala pusing, ruam satu badan, kejang dan lainnya.