TRIBUNBANYUMAS.COM, SEMARANG - Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri mencatat, ada 160 eks narapidana terorisme (napiter) di Jawa Tengah masih memegang ideologi terorisme meski telah keluar dari penjara.
Terkait hal ini, Densus 88 pun menggandeng Pemprov Jateng untuk sama-sama memutus mata rantai aksi terorisme dari eks napiter ini.
Kepala Unit Idensos Satgaswil Jawa Tengah Densus 88 Antiteor Polri AKBP Bambang Prasetyanto mengatakan, secara keseluruhan, jumlah eks napiter di Jawa Tengah terus mengalami peningkatan.
Data Densus 88 AT Polri, hingga awal Oktober, ada 237 eks napiter di Jawa Tengah.
Jumlah itu, lebih banyak 7 orang dibanding bulan lalu yang mencapai 230 orang.
Baca juga: Gubernur Ganjar Dukung Para Istri Eks Napiter untuk Mandiri Melalui Koperasi
Baca juga: Viral, Video Mantan Napiter Abu Bakar Baasyir Akhirnya Mengkui Pancasila: Karena Dasarnya Tauhid
Bambang mengatakan, dari jumlah tersebut, masih banyak eks napiter yang belum sepenuhnya keluar dari dunia terorisme.
Katanya, sebagian dari mereka, justru lebih memilih mempertahankan ajaran radikal terornya.
"Masih banyak yang belum lepas dari bayang-bayang radikal," kata Bambang saat memimpin rombongan bertemu Wakil Gubernur Jawa Tengah Taj Yasin Maimoen di Kompleks Pemprov Jateng, Senin (3/10/2022).
Sebagai langkah antisipasi, pihaknya membagi kelompok eks napiter tersebut dalam dua kategori.
Pertama, kategori radikal hijau yang disematkan kepada eks napiter yang sudah kooperatif meninggalkan jalan teror.
Kedua, kategori radikal merah, di mana kelompok yang masuk kategori ini adalah mereka yang teguh mempertahankan ajaran lama di dunia terorisme.
"131 orang di antaranya tingkat radikal hijau dan 106 radikal merah."
"Warna merah ini sebagai simbol bagi yang tetap teguh mempertahankan ajaran lama di lingkaran radikal teror. Sementara hijau, sebagai simbol bagi yang sudah kooperatif," imbuhnya.
Sebagai antisipasi penyebaran dan regenerasi terorisme, Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri dan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah berkomitmen memutus mata rantai radikal teror sejak di lingkungan keluarga.
Sebab, kecenderungan orangtua berlatar belakang radikal teror akan memasukkan anak-anak mereka ke pondok pesantren terafiliasi maupun punya histori dengan aktivitas radikal teror.
Baca juga: Pengemasan The Mentors Bikin Ganjar Terkesan, Film Dokumenter Menyoal Nasib Eks Napiter
Baca juga: Kisah Eks Napiter di Kota Semarang, Dari Merakit Bom Hingga Dampingi Eks Napiter Lain Buka Usaha