TRIBUNBANYUMAS.COM, PURWOKERTO - Terakhir meletus pada 2018, Kawah Sileri yang terletak di kawasan volkanik Dieng kembali meletus pada Kamis (29/4/2021) sekira pukul 18.25.
Letusan ini melontarkan batuan dan lumpur dan diduga sebagai letusan freatik, yang tidak menimbulkan kerusakan maupun korban secara signifikan.
Namun demikian, kawah itu setidaknya memuntahkan lumpur dan batuan hingga sejauh 400 meter akibat kelebihan tekanan.
Baca juga: BI Purwokerto Tidak Lagi Layani Jasa Penukaran Uang, Jelang Lebaran Langsung ke Bank Umum
Baca juga: Loka POM Banyumas Temukan Teri Formalin, Hasil Sampel di Pasar Manis Purwokerto
Baca juga: Dua Wisata di Dieng Banjarnegara Ini Tetap Terima Kunjungan Wisatawan, Pasca Erupsi Kawah Sileri
Baca juga: Lahan Pertanian Rusak di Sekitar Kawah Sileri Dieng, Tertutup Lumpur Hitam Pekat
Secara umum letusan freatik sering terjadi tanpa adanya indikasi awal yang cukup.
Karena itu seringkali banyak yang tidak siap menghadapi tipe erupsi atau letusan seperti ini.
Tidak seperti letusan freatik, letusan gunungapi magmatik, biasanya ditandai oleh beberapa indikasi awal yang signifikan, terutama mendekati saat-saat erupsi.
Seperti adanya getaran gempa yang semakin meningkat, komposisi gas-gas volkanik semakin tinggi, temperatur yang semakin tinggi pada mata air, dan lain-lain.
Magma yang naik dan bergerak biasanya menimbulkan sinyal pada sistem pemantauan.
Tapi hal tersebut sering tidak terjadi pada erupsi letusan freatik karena memang tidak ada magma yang terlibat selain hanya memanasi air di bawah permukaan.
Dosen Teknik Geologi, Fakultas Teknik Unsoed Purwokerto, Sachrul Iswahyudi mengatakan, fenomena letusan freatik Kawah Sileri dapat terjadi tanpa adanya magma yang bergerak naik ke permukaan.
Menurutnya, keberadaan akuifer-akuifer air tanah yang terpanaskan oleh magma pada sistem volkanik juga dapat menyebabkan erupsi sewaktu-waktu.
Saat air dalam jumlah besar berubah fase manjadi uap karena pemanasan oleh magma secara bersamaan.
Lama-kelamaan akan bertambah volume dan menimbulkan tekanan pada akuifer dan lapisan batuan penutup.
Saat batuan-batuan tersebut tidak bisa lagi menahan tekanan, akan terjadi letusan yang akan melontarkan material-material di sekitarnya, barcampur air panas atau lumpur.
Kawasan gunungapi yang memiliki sumber panas (magma) dan pola aliran air tertentu berpotensi menghasilkan erupsi-erupsi hidrotermal atau freatik lain.