TRIBUNBANYUMAS.COM, WONOSOBO - Masyarakat sempat dihebohkan dengan pengambilan puluhan batu nisan Makam Stanagede, Desa Mojosari, Kecamatan Mojotengah pada 2 Maret 2021 oleh Disparbud Kabupaten Wonosobo.
Tak dinyana, pemindahan batu nisan diduga benda bersejarah itu melahirkan polemik di masyarakat.
Sebagian peziarah menyayangkan tindakan pemerintah itu karena batu nisan diambil di makam keramat, seperti makam Raden Maospati.
Baca juga: Asyik Mancing di Telaga Pengilon Dieng Wonosobo, Dua Pemancing Malah Temukan Mayat Mengambang
Baca juga: Ini Alasan Disparbud Ambil Puluhan Batu Nisan Makam Stanagede Wonosobo, Lebih Aman di Museum
Baca juga: Peziarah Protes, Batu Nisan Kuno di Makam Stanagede Diambil Disparbud Wonosobo
Baca juga: Kisah Sukses Tukiyo, Tanam Jahe Merah di Polybag, Warga Wonosobo Ini Kewalahan Penuhi Permintaan
Di makam Raden Maospati, batu nisan yang diambil berbentuk lingga atau patung yang menjadi objek pemujaan umat Hindu zaman dulu.
Tetapi pemerintah punya alasan tersendiri mengapa batu nisan di makam kuno itu harus dipindahkan.
Langkah itu diklaim sebagai upaya penyelamatan dan pelestarian benda diduga cagar budaya.
Terlebih, menurut Kadus Mojotengah, Sobarudin, sejumlah batu nisan sebelumnya telah raib diduga dicuri orang.
Dari penampilan fisik, benda-benda yang dijadikan batu nisan itu mirip sekali dengan lingga atau batuan candi.
Ada pula yang menyerupai meru, kemuncak candi, hingga batu dengan relief binatang.
Tetapi apakah batu-batu yang dijadikan nisan atau bangunan Makam Stanagede adalah material candi?
Hal ini masih menyisakan banyak teka-teki.
Sobarudin mengatakan, tidak ada yang tahu muasal batu diduga batuan candi di makam itu.
Jangankan muasal batu, siapa orang yang dimakamkan di tempat itu pun warga tidak mengetahui.
Warga hanya mempercayai, kuburan kuno itu tempat bersemayam tokoh-tokoh besar di zaman dahulu.
Sebut saja ada Raden Maospati, Raden Ngalim Marsitojoyo, Raden Dalem Agung, dan Raden Singo Taruno.
"Sejak orangtua saya lahir, itu (makam) sudah ada," katanya kepada Tribunbanyumas.com, Jumat (19/3/2021).
Tetapi warga tidak mengetahui riwayat dan sejarah tokoh-tokoh tersebut hingga akhirnya dimakamkan di tempat itu.
Terkait batu nisan mirip batuan candi itu pun, warga tak mengetahui muasalnya.
Meski dari cerita tutur, kata dia, ada yang menyebut pernah ada candi di komplek makam itu.
Namanya Candi Kawitan.
Tetapi informasi lebih detail mengenai candi itu tidak ada yang tahu.
Termasuk kemungkinan material candi itu yang kemudian dijadikan batu nisan makam.
"Katanya dahulu di situ ada candi."
"Ya di makam situ, bukan lokasi lain," katanya.
Sobarudin mengatakan, pemindahan batu nisan dari makam itu tidak akan mengurangi kehormatan mereka yang dimakamkan di tempat itu.
Dia pun meyakinkan, kewibawaan dan keharuman nama seorang yang meninggal bukan diukur dari batu nisan makamnya, namun dari tingkah laku dan kehidupannya di dunia.
Dia justru berpendapat, jika batu nisan itu menjadi bukti sejarah yang penting, sudah sepantasnya dipelihara dari ancaman kerusakan.
"Kalau hilang dicuri, akan kehilangan bukti sejarah."
"Nanti lama-lama jadi mitos, hanya dongengan karena tidak ada buktinya," katanya.
Pihaknya pun tidak sembarangan untuk memindahkan batu nisan di Makam Stanagede.
Sebelum memindahkan, melaksanakan ritual atau istiharah agar proses pemindahan berjalan lancar.
Paling berat memindahkan batu nisan di makam Raden Maospati.
Sebab, batu nisan berbentuk lingga di makam itu berukuran paling besar di antara batu nisan di makam lainnya.
"Nanti akan dibuatkan replika batu nisan yang sudah diambil," katanya. (Khoirul Muzakki)
Baca juga: Ingin Dongkrat Penjualan UMKM, Pemkab Brebes Studi Banding ke Purbalingga Lihat Program Tuka Tuku
Baca juga: Dinkes Jateng Periksa Ulang Sampel Penyintas Corona B117 Asal Brebes, Hasilnya Tunggu Sebulan Lagi
Baca juga: Digagas Jambore Bahari, Disebut Kali Pertama di Kota Tegal, Waktunya Seusai Pandemi Berakhir
Baca juga: Satu Pengemudi Kena Tilang, Membandel Meski Sudah Diingatkan, Parkir di Jalan Pancasila Kota Tegal