"Upahe ngge tumbas rokok (Tidak capek, pekerjaan ringan, sambil duduk."
"Honornya bisa untuk membeli rokok.)," ujar Mbah Paidi.
Untuk pot berukuran kecil, David memberi upah Rp1.500 per unit.
Para lansia yang mengisi plastik kecil dengan media cangkok berbahan dasar sabut kelapa juga menerima ganti jasa Rp 100 per bungkus.
David berkata, modalnya memang belum memadai untuk bisa memberikan upah lebih.
Dari hasil penjualan, dia baru bisa memetik laba sekira Rp 1.000 per item yang laku.
Laba tersebut didapat setelah menghitung bahan baku dan ongkos produksi.
Bahan baku sabut kelapa, dipasok dari Kabupaten Jepara seharga Rp 1,5 juta per truk.
Sementara untuk penggilingan sabut, mesinnya masih meminjam.
"Meski belum ada pasar tetap tapi kami tetap berproduksi karena motivasi awalnya memang pemberdayaan lansia," terang David.
Senada dengan apa yang disampaikan oleh David, Mbah Temu (60) yang sehari-hari tinggal sendiri di gubuk reyot juga merasa bersyukur ada pemuda yang peduli lansia.
Berkat David sekarang dia tidak lagi merasa kesepian tanpa kegiatan.
Mimpi David ke depan adalah makin meluaskan usaha supaya para lansia makin banyak yang bisa bergabung.
Saat ini konsep pembuatan peci berbahan sabut sudah mulai dirintis tapi David masih membutuhkan dukungan moral dan modal untuk mengembangkannya. (*)
Artikel ini telah tayang sebelumnya di Kompas.com berjudul "Kisah Guru Honorer yang Rela Gaji Minus untuk Berdayakan Lansia
• Begini Cara Pasutri Asal Purbalingga Ini Majukan Desanya, Ajak Remaja Bikin Mural Cartoon Village
• Ketua MUI Banyumas Curhat Belum Miliki Gedung Sekretariat, Begini Jawaban Bupati Achmad Husein
• KBM Tatap Muka Terancam Ditunda Lagi di Banyumas, Dindik Tunggu Instruksi Tim Gugus Tugas
• Kali Pertama Jadi Penyiar Radio, Istri Bupati Banyumas Justru Ketagihan Minta Diundang Lagi