"ABK Indonesia itu diketahui telah meninggal dunia sejak 20 Juni 2020 lalu, dan disimpan di dalam peti es oleh awak kapal. WNI meninggal dunia itu atas nama Hasan Afriadi asal Lampung yang dari keterangan rekannya disebabkan penyakit paru-paru."
TRIBUNBANYUMAS.COM, KARIMUN - Petugas patroli gabungan berhasil mengamankan dua kapal ikan asing berbendera China, di perairan Batu Cula, Selat Philip, Belakang Padang, Batam, Kepulauan Riau (Kepri) Rabu (8/7/2020).
Dua kapal ikan China itu juga memperkerjakan anak buah kapal (ABK) Indonesia.
Saat melakukan penggeledahan, petugas kaget mendapati jenazah ABK Indonesia yang disimpan di ruang pendingin atau freezer.
Jenazah pekerja WNI atas nama Hasan Afriadi asal Lampung, yang disimpan di dalam peti pendingin ikan atau freezer Kapal Lu Huang Yuan Yu 117 berbendera China.
Kapolres Karimun AKBP Muhammad Adenan mengatakan, meski wilayahnya berdekatan dengan Karimun, namun kasus ini langsung diinformasikan ke Polda Kepri.
• Cerita Perbudakan ABK Indonesia di Kapal China, Mashuri: Mati Disiksa, Mayat Disimpan lalu Dibuang
• 15 ASN Banjarnegara Positif Covid-19, Bupati: Kita Masih Punya 800 Alat Swab, Kita Gencarkan Tes
• Jumlah Santri Positif Covid-19 Melonjak, Bupati Ponorogo: Pondok Gontor Klaster Baru Covid-19
• Hampir Zero Covid-19, Kini Pasien Corona di Banjarnegara Bertambah 15 Orang ASN, Didominasi Nakes
Selanjutnya Ditpolairud Polda Kepri bersama Tim Gabungan dari Lanal Batam, KPLP, Bakamla Kepri dan Kanwil DJBC Kepri langsung mengejar dua kapal nelayan berbendara China Lu Huang Yuan Yu 117 dan Lu Huang Yuan Yu 118 itu.
"WNI itu diketahui telah meninggal dunia sejak 20 Juni 2020 lalu, dan disimpan di dalam peti es oleh awak kapal," kata Adenan melalui telepon, Rabu (8/7/2020).
Ia menambahkan, aparat gabungan akhirnya berhasil mengamankan dua kapal berbendera China itu di Perairan Singapura setelah melalui aksi kejar-kejaran.
Adenan mengatakan, petugas menemukan 12 orang WNI di atas kapal Lu Huang Yuan Yu 117 dan sembilan WNI di kapal Lu Huang Yuan Yu 118. Sedangkan satu orang WNI yang meninggal dunia berada di atas kapal Lu Huang Yuan Yu 118.
"WNI meninggal dunia itu atas nama Hasan Afriadi asal Lampung yang dari keterangan rekannya disebabkan penyakit paru-paru," jelas Adena.
Adenan mengatakan, saat ini kapal tersebut ditarik ke dermaga Batam untuk proses lebih lebih lanjut.
Praktik perbudakan di kapal ikan asing
Sebelumnya diberitakan, viralnya video pelarungan jenazah Anak Buah Kapal (ABK) Indonesia beberapa waktu lalu, perlahan menguak tabir praktik perbudakan di kapal penangkap ikan berbendera China.
Satu di antaranya diungkapkan Mashuri. Mashuri, yang bertutur kepada wartawan BBC News Indonesia pernah bekerja di kapal "purse seine" atau pukat cincin Fu Yuan Yu 1218 berbendera China.
"Teman saya meninggal karena disiksa lalu disimpan sebulan di tempat pendingin ikan dan dibuang ke laut."
"Sementara, kami berempat tidak tahan dipukul, disiksa, akhirnya kami selamat dengan melompat dari kapal, 12 jam terombang-ambing di laut", demikan klaim Mashuri, seorang ABK (anak buah kapal) Indonesia.
Dia dan teman WNI lainnya mengaku mengalami apa yang dia sebut "perbudakan" selama enam bulan di atas kapal.
ABK ini mengungkap dirinya disalurkan oleh agen PT Mandiri Tunggal Bahari atau MTB yang berlokasi di Tegal, Jawa Tengah.
MTB adalah perusahaan yang sama yang menyalurkan Herdianto, ABK Indonesia yang meninggal dan dilarung di laut Somalia oleh kapal berbendera China bernama Luqing Yuan Yu 623.
Kepolisian Daerah Jawa Tengah menyatakan pada Selasa (19/5/2020) telah menetapkan MH dan S dari agen MTB sebagai tersangka. Keduanya berasal Tegal.
BBC News Indonesia telah menghubungi pengurus MTB melalui telepon dan pesan singkat, namun hingga berita ini diturunkan belum ada tanggapan dari mereka.
Serikat Buruh Migran Indonesia mengatakan "perbudakan" ABK Indonesia disebabkan oleh carut-marutnya tata kelola aturan perekrutan, pelatihan dan penempatan pelaut perikanan Indonesia, sehingga menjamurnya agen-agen pengiriman "gadungan".
'Teman kami disimpan di tempat pendingin ikan hingga sebulan'
Narasumber kami adalah warga Lumajang, Jawa Timur.
Seusai tamat sekolah setingkat SMA, ia mendapatkan informasi bekerja sebagai ABK kapal ikan di luar negeri.
Gratis, tidak ada biaya apapun yang perlu dikeluarkan bahkan mendapat bayaran dengan dollar Amerika.
Ia pun tertarik, dan mendapatkan kontak pihak MTB.
Tamatan SMK ini tiba di Tegal pada 15 Agustus tahun lalu.
Ia tinggal di penampungan para pencari kerja dari seluruh Indonesia yang disediakan MTB.
Di angkatannya terdapat 20 orang.
Melewati beberapa hari dengan berdiam diri, akhirnya ia dan temannya pergi ke Cirebon untuk mengikuti pelatihan dasar keselamatan dan mendapatkan buku pelaut.
Kemudian mereka kembali ke penampungan tersebut, menunggu lebih dari satu bulan.
Aktivitas mereka hanya makan dan tidur, tidak ada pelatihan dasar perikanan.
"Lalu buat paspor dua hari, tes kesehatan dan langsung berangkat ke Singapura. Dari PT aku ada 20 orang, banyak juga dari PT yang lain."
"Ada ratusan anak yang berangkat ke Singapura," katanya kepada wartawan BBC News Indonesia, Selasa (19/05).
Ia dan empat WNI lainnya menuju laut di kawasan Timur Tengah untuk menangkap ikan pada September 2019.
"Kepala kami dipukul, ditendang, disiksa. Tidur paling mentok cuma 3-4 jam."
"Teman kami ada yang sakit, dan tidak dirawat tapi masih disuruh kerja akhirnya meninggal."
"Lalu disimpan di freezer (tempat pendingin ikan) selama satu bulan. Setelah itu dibuang ke tengah laut."
"Katanya pertama dibilang pakai bahasa isyarat mau dibawa ke Singapura tapi ternyata dibuang."
"Kami lihat pakai mata kepala sendiri. Kami menangis, sujud-sujud jangan dibuang. Tapi kaptennya marah-marah dan tetap membuang teman kami," demikian pengakuan ABK ini. (*)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Satu Jasad Pekerja WNI Ditemukan di "Freezer" Kapal Nelayan China
• Ajudan Jenderal Soedirman Ingin Bagikan Buku Karyanya di Ultah ke-100, Abu Arifin: Saya Undang SBY
• Warga Banyumas Jangan Terjebak Euforia New Normal, Bupati: Pandemi Covid-19 Belum Berakhir
• Begini Syarat Penerapan New Normal Menurut WHO dan Bappenas, Daerah Mana Sudah Siap?
• Cara Mudah Cek Kepesertaan Bansos Covid-19 Melalui Aplikasi, Simak Petunjuk Berikut Ini