Berita Banyumas
Bank Sampah Inyong Jadi Solusi Sampah Lingkungan dan Sumber Tabungan Emas Warga Kutasari Banyumas
Bank Sampah Inyong yang dikelola warga Kutasari Banyumas tak lagi menjadi solusi persoalan sampah lingkungan tapi memberi tambahan penghasilan.
Penulis: Permata Putra Sejati | Editor: rika irawati
TRIBUNBANYUMAS.COM, PURWOKERTO - Langkah Zaki (7) begitu ringan dan percaya diri saat menuju rumah Nurhayatni (58) di RT 01 RW 02 Desa Kutasari, Kecamatan Baturraden, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Selasa (26/8/2025).
Menyusuri Gang Remaja yang berjarak sekitar 200 meter dari rumanya, Zaki datang membawa tumpukan kardus bekas dan sebotol minyak jelantah.
Raut mukanya sumringah mengingat pesan sang ibu, hasil penjualan kardus dan minyak jelantah itu boleh dipakainya membeli jajan.
Zaki datang ke rumah Nurhayatni, pemilik Bank Sampah Inyong.
Kedatangan Zaki disusul anak- anak lain yang juga membawa aneka jenis sampah plastik hingga galon.
"Anak-anak kecil di RT sini sudah biasa memilah sampah dan menyetorkan ke sini."
"Kemudian, mereka menukarnya dengan uang atau makanan kecil di warung," kata Nurhayatni kepada Tribunbanyumas.com, Selasa (26/8/2025).
Berawal dari Kas RT Kosong
Nurhayatni bercerita, kehadiran Bank Sampah Inyong berawal dari kas RT yang kosong.
Saat itu, tahun 2024, dia dipercaya warga menjadi ketua RT.
Baca juga: Srikandi Sampah Sumpiuh: Kisah Perempuan Pemilah dan "Pasukan Tempur" di Timur Banyumas
Ketika ada kegiatan, warga merasa terbebani ketika harus mengeluarkan uang iuran.
Nurhayatni memutar otak hingga terpikir, "mungkinkah iuran diganti setor sampah?".
Pemikiran ini muncul saat dia melihat tukang rongsok.
"Saya lihat tukang rongsok bisa hidup dari sampah. Masa kita tidak bisa?" ucapnya.
Ide ini kemudian diwujudkan dengan mendirikan Bank Sampah Inyong yang mengusung semangat 'Sodaqoh Sampah'.
Hal ini disambut baik warga.
Nurhayatni kemudian mulai menjemput bola.
Dia datang langsung ke rumah-rumah warga, menimbang, dan kemudian menjual sampah warga ke pengepul.
Uang hasil penjualan sampah itu masuk ke kas RT yang dikelola layaknya koperasi mini.
Hasilnya mengejutkan. Tahun pertama, penjualan sampah dari 30 kepala keluarga (KK) yang dikumpulkan mencapai Rp9 juta.
Uang itu digunakan untuk membeli sembako, bahkan mengadakan piknik warga.
Tak Gentar Hadapi Tantangan
Perjalanan Nurhayatni membangun Bank Sampah Inyong bukan tanpa tantangan.
Masalah tersulit adalah mengubah pandangan warga di sekitar rumahnya soal sampah bisa menghasilkan uang.
Di awal merintis, banyak yang meremehkan.
Warga sering kali melontarkan pertanyaan, "Sampah buat apa sih?".
Namun, Nurhayatni tak menyerah.
Ia kumpulkan sendiri sampah-sampah warga door to door.
Baca juga: Cantik, Kostum Hasil Daur Ulang Sampah Warga Pakintelan Semarang Meriahkan Malam Tirakatan HUT RI
Ketika tumpukan sampah itu berubah menjadi rupiah, satu per satu tetangga yang ragu berubah pikiran dan ikut gagasannya.
Mereka mulai ikut menyetor sampah.
Nurhayatni pun ikut berkembang.
Dia belajar menaksir nilai ekonomis dari jenis-jenis sampah, langsung ke pengepul besar.
Pada 2016, ia juga berkesempatan mengikuti pelatihan dari Dinas Lingkungan Hidup dan studi banding ke Yogyakarta.
"Harganya memang terus berubah, kardus contohnya, saat Covid itu Rp4.000 sekilonya sekarang tinggal Rp2.000 per kilo. Dari warga, saya beli Rp1.000."
"Kalau minyak jelantah, (harga) satu liter Rp3.000 terus saya jual lagi Rp5.000 ke pengepul," ucapnya.
Bank Sampah Inyong telah resmi didaftarkan ke desa sebagai aktivitas kolektif bersama.
Hasil dari sampah pun terus meningkat.
Dalam sebulan, dia bisa mengantongi hingga Rp1,1 juta per bulan atau sekitar Rp12 juta per tahun.
Semua itu hasil dari memilah dan menjual limbah rumah tangga.
Tak puas hanya menjual sampah, Nurhayatni juga berinovasi mengolahnya.
Dari minyak jelantah, ia membuat sabun, lilin, hingga pakan maggot.
Sementara, kantong kresek, dia sulap menjadi tas dan topi yang dijual Rp50 ribu per buah.
Ia juga memproduksi ecobrick dan ecoenzym untuk keperluan pertanian.
Seluruh proses dilakukan di rumah, dibantu keponakan dan anaknya yang menangani teknologi informasi dan pelaporan.
Jadi Beras Hingga Emas
Bank Sampah Inyong kini tak hanya melayani warga satu RT.
Sejak 2021, bank sampah ini menjangkau kelurahan lain, di antaranya Karanggintung dan Sumampir.
Menurut Nurhayatni, saat ini, ada sekitar 75 warga yang rutin menyetorkan sampah ke bank sampah miliknya.
Bank Sampah Inyong juga menjadi tempat edukasi.
Baca juga: Mulai 2026, Setiap Desa di Kudus Digelontor Dana Rp100 Juta Per Tahun untuk Penanganan Sampah
TK Santa Maria Purwokerto rutin menggelar outing class di tempat ini.
Anak-anak datang ke bank sampah untuk menukar buku bekas dengan jajanan.
Kemudian, bungkus jajanannya dikembalikan untuk diproses ulang.
Sementara, ibu-ibu rumah tangga datang untuk menukar sampah dengan beras atau minyak.
"Saya tahu betul, bagi sebagian warga, sekarung beras bisa datang dari setumpuk botol bekas," ujar perempuan yang pernah jadi pedagang di Pasar Tanah Abang Jakarta.
Kemudian, inovasi lain lahir pada 2019.
Bekerja sama dengan Pegadaian, Nurhayatni mengubah nilai sampah menjadi tabungan emas.
Bank Sampah Inyong bergabung dengan program The Gade Clean and Gold dari PT Pegadaian.
Sampah yang disetor dihitung nilainya, lalu dikonversi menjadi saldo emas yang dicatat di buku tabungan emas.
Nurhayatni menyebut program ini sebagai "Mengemaskan Sampah".
"Emas ini jadi investasi jangka panjang, dan nilainya bisa naik terus, dikumpulkan dulu sampahnya nanti ditukar dengan saldo tabungan emas," jelasnya.
Dari program ini, Nurhayatni bercita-cita jadi agen Pegadaian agar jangkauan tabungan emas dari sampah semakin luas.
Penggerak Lingkungan
Berkat konsistensinya, Nurhayatni kini menjadi penggerak lingkungan di Banyumas.
Ia kerap diundang mewakili daerah dalam berbagai kegiatan, menjadi rujukan studi banding, bahkan meraih juara dua tingkat Jawa Tengah dalam rangka Hari Habitat.
Selama lebih dari satu dekade Nurhayatni terus bergerak, tak hanya memberi instruksi, tapi terjun langsung memilah, dan menimbang sampah-sampah warga.
Bahkan, ia kerap mengendarai motor roda tiga untuk mengangkut sampah yang warga.
Tak jarang pula, dibantu suami, dia mengangkut sampah dari kampus yang cukup jauh.
Baca juga: Senangnya Karmini Tukar Sampah dengan Sembako di Semarang Barat
Semuanya dilakukan dengan satu semangat agar lingkungan bersih dan warganya mandiri.
"Saya ikut alur saja. Yang penting, lingkungan bersih dan ekonomi masyarakat terbantu," katanya.
Meski belum semua warga bergabung, Nurhayatni tak mempermasalahkan.
"Kalau mereka sudah memilah sampah dan menjual sendiri, itu sudah langkah maju," ucap perempuan yang pernah berkarier di pabrik bolpoin di Jakarta itu.
Mitra TJSL Pegadaian
Sementara itu, Kepala Cabang Pegadaian Purwokerto Budi Purnomo mengatakan, Bank Sampah Inyong adalah mitra penting dalam program tanggung jawab sosial lingkungan (TJSL).
"Programnya jelas, memilah sampah plastik bernilai jual, ditimbang, dinilai, lalu dikonversi ke tabungan emas."
"Kami dukung penuh," kata Budi.
Pihak Pegadaian juga telah memberikan bantuan berupa timbangan, kantong sampah, baju kerja, hingga BPJS ketenagakerjaan dan beasiswa.
Hal ini sebagai bentuk dukungan Pegadaian dalam membantu mengatasi masalah sampah di setiap daerah khususnya di Banyumas.
"Kita berusaha berpartisipasi dengan program ini dan bisa menangani sedikit masalah sampah di Banyumas terkhusus di wilayah kerja kantor Pegadaian Purwokerto," katanya. (*)
Beras Premium Hilang di Pasaran, Harga Beras Medium di Banyumas Tembus Rp14.500 per Kg |
![]() |
---|
Panik! Warga Banyumas Ramai Berburu Obat Cacing Usai Viral Bocah Meninggal Cacingan |
![]() |
---|
Warga Tambora Jakarta Barat Ditangkap Polisi di Stasiun Purwokerto, Simpan 9 Gram Sabu di Celana |
![]() |
---|
200 Kendaraan akan Meriahkan Karnaval Mobil Hias Banyumas. Start dari Menara Teratai, Ini Rutenya |
![]() |
---|
Sampah dari 3 Kecamatan di Banyumas Menumpuk, Operasional TPST Sumpiuh Terganggu Atap Bocor |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.