MBG Banyumas

Niat Baik Tak Sampai ke Perut, Program MBG di Banyumas Tuai Keluhan Rasa dan Keadilan

Dari keluhan rasa hambar hingga distribusi tak merata, program MBG di Banyumas diwarnai kritik.

TRIBUN BANYUMAS/ PERMATA PUTRA SEJATI
SANTAP SIANG SEKOLAH: Sejumlah siswa sekolah dasar di Purwokerto menyantap menu dari program Makan Bergizi Gratis (MBG) di ruang kelas, Selasa (19/8/2025). Meskipun program ini bertujuan meningkatkan gizi, banyak keluhan muncul dari siswa terkait rasa makanan yang sering hambar dan tidak konsisten. 

TRIBUNBANYUMAS.COM, PURWOKERTO - Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang digagas untuk meningkatkan gizi dan meringankan beban orang tua siswa di Kabupaten Banyumas kini menuai beragam keluhan.

Niat baik pemerintah untuk menyediakan asupan sehat justru terbentur realita di lapangan, mulai dari rasa makanan yang hambar, kualitas yang menurun, hingga distribusi yang dinilai belum merata.

Para siswa, guru, hingga orang tua mulai bersuara, mempertanyakan implementasi program yang telah berjalan sejak awal 2025 ini.

Baca juga: MBG Dinilai Belum Penuhi Kebutuhan Gizi Harian Anak Banyumas, Porsi Siswa SMA Harusnya Lebih Besar

Sayur Layu dan Rasa yang Nanggung 

Di SDN 4 Kranji Purwokerto, pemantauan kualitas makanan dilakukan setiap hari.

Namun, temuan makanan yang kurang segar kerap terjadi.

"Karena masaknya pagi sekali, kemudian dalam keadaan panas langsung dimasukkan boks, jadi sayurnya ketika akan dimakan jadi layu dan kurang fresh," ujar Menik Galuh, seorang guru di sekolah tersebut, saat ditemui Tribunbanyumas.com.

Ia bahkan tak segan meminta siswa untuk tidak memakan lauk atau sayur yang kondisinya dinilai kurang layak.

Menurutnya, keluhan paling sering datang dari siswa kelas bawah yang masih sulit beradaptasi dengan menu yang disediakan.

Keluhan serupa datang dari siswa tingkat atas.

Aurora Fairus, siswi kelas 12 SMAN 2 Purwokerto, mengeluhkan rasa makanan yang tidak konsisten.

"Rasanya nanggung, kadang keasinan, kadang hambar. Jadi nggak konsisten," ungkap Aurora, Selasa (19/8/2025).

Ia mengaku pernah mendapati makanan bersantan yang berbau kurang enak seperti basi, diduga karena proses pengemasan saat makanan masih panas.

Kami Cemburu Belum Dapat

Jika di wilayah perkotaan keluhan berpusat pada kualitas, di wilayah pinggiran masalahnya adalah pemerataan.

Muji Lestari, orang tua siswa SDN 4 Tunjung, Kecamatan Jatilawang, mengaku anaknya belum pernah sekalipun menerima program MBG.

"Belum, sampai sekarang belum dapat. Sebenarnya kami sangat menantikan karena sekolah di kota sudah dapat sejak lama," katanya.

Ia berharap program ini bisa segera dirasakan oleh siswa di pedesaan agar tidak menimbulkan kesenjangan dan kecemburuan sosial.

Baginya, kehadiran MBG akan sangat membantu meringankan beban menyiapkan bekal setiap hari.

"Harusnya yang di pinggiran seperti kita ini juga diprioritaskan, supaya tidak ada kecemburuan," ujarnya.

Pihak Tribunbanyumas.com telah mencoba menghubungi Kepala SPPG Brobahan, Luky Ayu Parwatiningsih, selaku salah satu penyelenggara untuk meminta tanggapan terkait berbagai keluhan ini, namun hingga berita ini diturunkan belum mendapatkan respon. (jti)


Ini adalah artikel bagian pertama dari Laporan Khusus Tribunbanyumas.com yang mengupas tuntas polemik program Makan Bergizi Gratis (MBG) dengan tajuk "MBG Banyumas: Niat Baik Tak Sampai ke Perut". Ikuti seri selanjutnya yang akan membahas temuan makanan tak layak konsumsi.

Sumber: Tribun Banyumas
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved