Berita Wonosobo

NU & FKDT Wonosobo Tolak Keras Sekolah 5 Hari: Akan Ganggu Jadwal Ngaji Anak-anak

Rencana full day school di Wonosobo ditentang. Lembaga keagamaan khawatir madrasah diniyah akan bubar.

Penulis: Imah Masitoh | Editor: Daniel Ari Purnomo
TRIBUN BANYUMAS/ IMAH
TOLAK SEKOLAH LIMA HARI - Sejumlah perwakilan lembaga keagamaan mengikuti rapat dengar pendapat di Gedung DPRD Wonosobo, Rabu (6/8/2025), untuk membahas usulan sekolah lima hari. Dalam rapat ini, perwakilan dari NU dan FKDT menyampaikan penolakan tegas dengan cara memaparkan dampak negatif sekolah lima hari yang dinilai akan mengganggu jadwal madrasah diniyah. 

TRIBUNBANYUMAS.COM, WONOSOBO - Rencana penerapan sekolah lima hari atau full day school di Kabupaten Wonosobo mendapat penolakan yang sangat keras.

Penolakan ini datang dari dua lembaga keagamaan besar di wilayah tersebut.

Keduanya adalah Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) dan Forum Komunikasi Diniyah Takmiliyah (FKDT) Kabupaten Wonosobo.

Baca juga: Baru Wacana, Rencana Penerapan 5 Hari Sekolah dI Blora Sudah Ditolak. Kepala SD: Anak Lebih Capek

Mereka dengan tegas menolak kebijakan tersebut.

Alasan utamanya, sekolah lima hari dinilai akan mengganggu jadwal mengaji anak-anak di sore hari.

Penolakan keras ini disampaikan secara langsung dalam sebuah rapat dengar pendapat.

Rapat itu digelar oleh Komisi D DPRD Kabupaten Wonosobo.

Waktunya adalah pada hari Rabu (6/8/2025).

Agenda utama dari rapat tersebut adalah untuk menggali pandangan dari berbagai pihak terkait usulan sekolah lima hari.

Perwakilan dari PCNU Wonosobo, Huda Afton, menyampaikan dengan jelas sikap organisasinya.

“Secara prinsip bahwa kita mendorong untuk tetap pendidikan 6 hari sekolah,” ucapnya.

Menurut NU, ada beberapa alasan mendasar untuk menolak keras sekolah lima hari.

Alasan pertama adalah menyangkut kondisi psikologis para siswa.

Penambahan jam belajar di sekolah formal akan membuat anak-anak menjadi sangat kelelahan.

“Penambahan jam bukan solusi. Secara psikologis anak butuh istirahat."

"Dengan jam yang begitu lama, efeknya ke kelelahan dan psikologi anak,” lanjutnya.

Huda menyebut bahwa konsentrasi anak biasanya sudah mulai menurun drastis setelah waktu salat Dzuhur.

Alasan kedua adalah mengenai libur yang terlalu panjang di akhir pekan.

Libur pada hari Sabtu dan Minggu dinilai rawan untuk disalahgunakan oleh para siswa.

Penolakan yang tak kalah keras juga datang dari FKDT Wonosobo.

Ketua FKDT Wonosobo, Ahmad Mansur, lebih fokus pada dampak langsung terhadap pendidikan diniyah.

Ia sangat khawatir sekolah lima hari akan mengganggu jadwal mengaji secara masif.

“Wonosobo kebanyakan di pedesaan dan agamis, rata-rata ngaji bada Dzuhur," lanjutnya.

"Jam 1 mulai TPQ, jam 2 madrasah diniyah, ada juga yang malam,” rincinya.

Jika siswa baru pulang dari sekolah formal pada jam 4 sore, maka mereka tidak akan punya cukup waktu.

Tidak akan ada waktu untuk beristirahat dan juga bersiap untuk kegiatan mengaji.

Di dalam ruang rapat DPRD Wonosobo, puluhan perwakilan dari lembaga keagamaan duduk dengan tertib.

Sebagian besar dari mereka terlihat mengenakan kemeja batik dan juga peci hitam.

Mereka menyimak dengan saksama setiap paparan yang ditampilkan di layar proyektor.

Suasana di dalam ruangan tampak sangat serius, menunjukkan betapa pentingnya isu sekolah lima hari ini bagi mereka.

Di forum inilah NU dan FKDT menyuarakan penolakan keras mereka secara langsung.

Ahmad Mansur dari FKDT juga membeberkan data yang sangat mengkhawatirkan.

Saat ini, tercatat ada sebanyak 688 madrasah diniyah yang tersebar di seluruh Wonosobo.

Jumlah santri atau siswanya mencapai sekitar 20 ribu anak.

Semua santri ini akan terdampak secara langsung jika jadwal mengaji mereka terganggu.

“Sebetulnya yang paling dirugikan itu TPQ, karena masuknya awal," imbuhnya.

Ia juga memberikan sebuah argumen hukum yang kuat.

Ia menegaskan bahwa sekolah lima hari bukanlah sebuah kewajiban nasional.

Ini hanyalah sebuah opsi atau pilihan bagi daerah.

Oleh karena itu, penerapannya harus mempertimbangkan kearifan lokal yang ada.

Pihaknya pun meminta agar Pemerintah Daerah Wonosobo tidak memaksakan kebijakan ini.

 

Sumber: Tribun Banyumas
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved