Berita Jateng
Pengembang Buka-bukaan Soal Buruknya Kualitas Rumah Subsidi, Ada yang Roboh Sebelum Dihuni
dirinya enggan terlalu terbuka kepada publik karena khawatir dianggap menjatuhkan produk kompetitor
Penulis: hermawan Endra | Editor: khoirul muzaki
TRIBUNBANYUMAS.COM, SEMARANG — Sejumlah keluhan terkait kualitas pembangunan rumah subsidi kembali mencuat dari para pelaku di lapangan.
Hal ini terungkap dalam wawancara khusus antara pelaku pembangunan dan Tribun Jateng yang membahas kondisi terkini sektor properti, khususnya rumah subsidi di wilayah Jawa Tengah dan sekitarnya.
Salah satu narasumber, yang juga merupakan pelaku pembangunan perumahan bersubsidi, mengungkapkan bahwa dirinya enggan terlalu terbuka kepada publik karena khawatir dianggap menjatuhkan produk kompetitor. Namun, ia menegaskan bahwa klarifikasi sangat penting agar tidak terjadi kesalahpahaman dan agar masyarakat tidak salah menilai kualitas proyek tertentu.
“Kadang kita harus ketemu langsung dengan pihak-pihak terkait, seperti pemerintah atau media, supaya informasi tidak bias. Saya tidak ingin asal bicara, karena bisa disangka menjatuhkan yang lain. Padahal, niat kita adalah memperbaiki kondisi di lapangan,” ujar narasumber yang tidak bersedia dibeberkan identitasnya.
Masalah utama yang dihadapi pengembang adalah penolakan dari pihak perbankan dalam hal pembiayaan proyek. Salah satu pengembang bahkan mengaku pengajuan kreditnya ditolak karena lokasi lahannya berada di daerah yang dianggap kurang potensial secara komersial, meski sebenarnya memiliki penjualan yang cukup tinggi.
“Lahan kami di (sebuah daerah), secara penjualan justru termasuk yang tercepat. Tapi saat mengajukan pembiayaan, langsung ditolak tanpa alasan teknis yang jelas. Bahkan tidak ada komunikasi lanjutan dari pihak bank,” ungkapnya.
Baca juga: Harga Emas Antam Hari Ini Rabu 16 Juli 2025 Turun
Selain tantangan pembiayaan, kualitas fisik rumah subsidi juga menjadi sorotan. Banyak laporan masuk terkait rumah subsidi yang tidak memenuhi standar kelayakan, mulai dari bangunan yang tidak dicor dengan benar, hingga roboh sebelum dihuni. Kondisi ini memicu ketidakpercayaan konsumen terhadap developer.
“Banyak rumah yang dibangun tanpa spesifikasi jelas. Bahkan ada yang hanya cukup menggunakan KTP tanpa uang muka. Tapi akibatnya kualitas bangunan sangat buruk, sampai-sampai konsumen meninggalkan rumahnya karena tidak layak huni,” katanya.
Lebih lanjut, disebutkan bahwa lemahnya pengawasan terhadap developer membuat banyak proyek rumah subsidi dijalankan tanpa standar teknis memadai. Beberapa pengembang bahkan tidak memberikan fasilitas dasar seperti sistem sanitasi yang layak, serta tak menyediakan surat-surat yang diperlukan secara sah.
“Beberapa bangunan bahkan roboh sebelum cicilan berjalan dua tahun. Parahnya, developer tidak bertanggung jawab dan tidak ada perlindungan yang cukup bagi konsumen,” tegasnya.
Menanggapi situasi ini, narasumber juga menyoroti perlunya peran aktif asosiasi developer dan pemerintah untuk melakukan seleksi ketat terhadap pelaksana proyek rumah subsidi. Ia mendorong agar kuota pembangunan yang diberikan pemerintah per kabupaten, sekitar 1.000 unit, hanya diberikan kepada pengembang yang profesional dan memenuhi kriteria kualitas.
Salah satu solusi yang ditawarkan adalah pertemuan langsung antara pihak pengembang, asosiasi, perbankan, dan media untuk menjernihkan masalah yang ada dan menciptakan sinergi yang lebih sehat di industri perumahan subsidi.
“Kita harap keluhan ini bisa menjadi perhatian. Jangan sampai rumah yang seharusnya menjadi solusi, justru jadi beban baru bagi masyarakat,” tutupnya.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.