Berita Banyumas

Pedagang Lorong Pasar Wage Menolak Direlokasi, Nenek Umiyati: Kapok Pindah ke Lantai 2, Panas & Sepi

Pedagang lorong Pasar Wage Purwokerto menolak direlokasi. Nenek Umiyati (72) mengaku kapok jualan di lantai dua yang panas, sepi.

TRIBUN BANYUMAS/ PERMATA PUTRA SEJATI
PENATAAN PASAR WAGE - Banner bertuliskan dilarang berjualan di area lorong Pasar Wage Purwokerto, Selasa (8/7/2025). Sayangnya sejumlah pedagang masih enggan untuk dipindah. 

TRIBUNBANYUMAS.COM, PURWOKERTO - "Kapok!" Itulah kata yang meluncur dari Umiyati (72) saat ditanya soal rencana relokasi pedagang lorong Pasar Wage Purwokerto.

Suaranya mewakili jeritan hati para pedagang kecil yang menolak dipindah ke lantai dua pasar, sebuah lokasi yang mereka anggap sebagai 'kuburan' bagi usaha mereka karena panas dan sepi pembeli.

Nenek Umiyati, yang sudah puluhan tahun menggantungkan hidupnya dengan berjualan di lorong pasar, memiliki alasan kuat di balik penolakannya.

Baca juga: Derita Pedagang Pakaian Pasar Wage: Digerus Pasar Online hingga Gaptek. Apa Solusi Pemkab Banyumas?

Ia bercerita, pernah mencoba peruntungan di kios miliknya di lantai dua, namun hasilnya sangat mengecewakan.

"Saya punya kios di lantai dua, tapi di sana sepi dan panas. Saya pernah coba jualan di sana, tapi cuma dapat Rp50 ribu," keluh Umiyati kepada Tribunbanyumas.com, Selasa (8/7/2025).

"Pedagang di sini ya tidak mau pindah ke atas lagi. Sepi pembeli, bagaimana bisa mencukupi kebutuhan," katanya.

Kondisi ini dibenarkan oleh para pembeli.

Sasongko (40), seorang pelanggan setia, mengaku lebih memilih belanja di lorong karena praktis.

"Ibaratnya drive thru. Pakai motor, tidak perlu parkir dan masuk ke dalam, bisa langsung beli," ujarnya.

Menanggapi penolakan dan keresahan ini, Plt Kepala Dinas Perdagangan Kabupaten Banyumas, Gatot Eko Purwadi, memberikan sinyal adanya solusi jalan tengah.

Alih-alih melakukan relokasi paksa, pemerintah kini tengah menggodok revisi aturan terkait jam operasional.

"Mungkin kita tidak akan membersihkan pedagang di situ, cuma jam operasionalnya saja yang kita tata ulang. Prosesnya bertahap, mungkin dalam 2-3 bulan ke depan sudah ada hasil," terang Gatot.

Kini, nasib para pedagang lorong seperti Umiyati bergantung pada hasil revisi kebijakan tersebut.

Mereka berharap pemerintah dapat 'nguwongke' atau memanusiakan mereka dengan memberikan solusi yang adil, yang tidak mematikan sumber pencaharian yang telah mereka rintis selama puluhan tahun.

Sumber: Tribun Banyumas
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved