Lipsus Pasar Manis

"Jangan Paksa Go Digital!", Pandangan Unsoed Purwokerto Demi Selamatkan Pedagang Pasar Tradisional

Akademisi Unsoed tawarkan konsep digital agency - tim khusus bantu pedagang tradisional go online tanpa harus paham teknologi.

TRIBUN BANYUMAS/ PERMATA PUTRA SEJATI
PEDAGANG PAKAIAN: Suasana lengang di lantai 2 seorang pedagang Pangkun (61), yaitu pedagang pakaian yang sudah berjualan sejak tahun 1998 saat berada di kios dagangannya, Senin (9/6/2025). Digitalisasi jadi tantangan besar bagi pedagang pasar tradisional. 

TRIBUNBANYUMAS.COM, PURWOKERTO – Kelesuan yang melanda pasar tradisional seperti Pasar Manis di Purwokerto akibat gempuran e-commerce memerlukan solusi yang realistis, bukan sekadar paksaan untuk "go digital".

Seorang akademisi dari Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) menawarkan sebuah resep jitu: membangun ekosistem digital yang membantu para pedagang, bukan memaksa mereka.

Kepala Laboratorium Digital Marketing FEB Unsoed, Joni Prayogi menyebut fenomena pedagang sepuh yang 'gaptek' seperti Pangkun (61) dan Sunarto (74) di Pasar Manis adalah hal yang wajar.

Baca juga: Tak Laku 3 Hari Berturut, Pedagang di Pasar Manis Purwokerto: "Umur Sudah Segini, Tak Bisa Online"

Menurutnya, memaksa mereka untuk tiba-tiba menjadi ahli pemasaran online adalah langkah yang kurang tepat.

"Mereka memang terbatas dalam kemampuan digital, karena selama ini fokusnya hanya pada jualan saja," kata Joni saat dihubungi Tribun Banyumas, Senin (9/6/2025).

Solusi yang ia tawarkan adalah model "Digital Agency" yang diisi oleh anak-anak muda lokal.

Konsepnya sederhana: para pedagang tetap fokus berjualan secara fisik di lapak mereka, sementara ada tim khusus yang membantu memotret produk, mengunggah ke marketplace, dan mengelola penjualan online.

"Yang penting produknya bisa tampil di marketplace atau media sosial. Pedagang tetap jualan seperti biasa, tapi ada tim khusus yang bantu digitalisasi," jelasnya.

Lebih lanjut, Joni mendorong adanya kolaborasi tiga pilar, yaitu antara pengelola pasar, dinas perdagangan terkait, dan perguruan tinggi.

"Pengelola pasar bisa buat aplikasi sederhana atau bahkan grup WhatsApp untuk para pedagang, sebagai langkah awal. Lalu kampus bisa menjadi tempat belajar digital marketing sekaligus praktik langsung," tambahnya.

Ia juga menekankan pentingnya edukasi lain di luar digitalisasi, yaitu pengelolaan keuangan.

Menurutnya, sosialisasi tentang pencatatan arus kas dan manajemen stok juga krusial untuk keberlangsungan usaha.

"Jualan itu tidak cuma soal laku atau tidak, tapi juga bagaimana mengatur keuangan dengan benar," imbuhnya.

Resep kolaboratif ini menawarkan harapan baru bahwa pasar tradisional bisa diselamatkan, bukan dengan mengubah total para pedagangnya, melainkan dengan membangun jembatan digital yang mendukung mereka.

Sumber: Tribun Banyumas
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved