Berita Jateng
Ribuan Penjaga Pintu Air Jateng Tuntut Diangkat Jadi PPPK, Mengaku Sudah Ngabdi 20 Tahun
Para peserta aksi yang mayoritas berusia kepala empat ini menuntut agar segera diangkat menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
Penulis: iwan Arifianto | Editor: Rustam Aji
Balai PSDA Progo Bogowonto Luk Ulo (Probolo), Kabupaten Purworejo.
Mereka bernasib sama, mengabdi puluhan tahun tanpa kejelasan status pekerjaan.
Oleh karena itu, pihaknya tak akan lelah menuntut haknya.
Baca juga: Gelar Workshop OJS 3, UMP Dorong Kualitas Jurnal Menuju Akreditasi Bereputasi Nasional
"Kami tidak akan berhenti menuntut sampai berhasil. Mati pun kami rela," paparnya.
Tuntutan itu, lanjut Kundori, sebenarnya cukup realistis.
Sebab, para penjaga pintu air di dua provinsi tetangga yakni Jawa Barat dan Jawa Timur bernasib lebih baik dengan diangkat menjadi PPPK . Seharusnya Jawa Tengah juga bisa melakukan hal tersebut.
"Tuntutan kami sebenarnya bisa diakomodir, Jabar dan Jatim saja tidak ada kendala, kenapa jateng bermasalah, ini menjadi tanda tanya kami," bebernya.
Kundori menilai, seharusnya Pemerintah Provinsi Jawa Tengah mematuhi intruksi dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) yang mana petugas penjaga air yang sudah masuk database Badan Kepegawaian Negara (BKN) bisa diangkat secara bertahap menjadi PPPK.
Pemrov Jateng jangan malah bertindak sebaliknya yakni membuat status petugas penjaga pintu air menjadi outsourcing atau alihdaya.
Kundori menilai status outsourcing rawan bagi pihaknya karena bisa diputus kerja kapanpun tanpa jaminan apapun.
"Kalau istilahnya keterbatasan anggaran malah mau dibuat outsourcing. Memangnya outsourcing tidak membayar, seharusnya Pemrov mengikuti skema yang ditetapkan BKN, mengangkat petugas yang sudah masuk data BKN," terangnya.
Baca juga: Pakar Nilai Prabowo Utus Jokowi ke Vatikan Jadi Bukti Matahari Cuma Satu
Di sisi lain, Kundori menyebut para petugas air juga sudah berjuang sejak tahun 2024 lalu dengan mengikuti proses pengangkatan PPPK sampai ke tahap 1 dan 2.
Namun, usaha itu dimentahkan karena dinilai tidak memenuhi syarat (TMS).
"Kami tak lolos karena tak memenuhi syarat SPTJM (Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak), padahal syarat itu tidak mutlak, alasan itu mengada-ada," ungkapnya.
Melihat hal itu, Kundori menyadari perlu gerakan untuk menuntut ke pemerintah sehingga mereka turun ke jalan.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.