Hikmah Ramadan oleh Menteri Agama
Merawat Kemabruran Puasa: Dari Shabir ke Mashabir, Berkaca dari Nabi Ayyub
Setelah Nabi Ayyub memukulkan kakinya ke tanah maka tiba-tiba mencuak aliran air jernih dan sejuk dari bekas tumit Nabi Ayub.
NABI Ayyub orang yang paling sabar di dalam Alquran. Ia dicoba oleh Allah SWT dengan penyakit aneh. Sekujur tubuhnya mancur dan membusuk.
Bukan hanya itu, luka di sekujur tubuhnya dikerumuni belatung.
Akibatnya ia dikucilkan oleh masyarakat, termasuk oleh istri yang selama ini mendampinginya.
Ia dibuang jauh di luar perkampungan di sebuah pegunungan. Ia hidup di dalam sebuah gua yang gelap dan sendiri.
Suatu ketika ia termenung dan memandangi belatung yang sedang menggerogoti tubuhnya.
Ia tiba-tiba berubah pandangan terhadap belatung-belatung yang menggerogoti tubuhnya.
Baca juga: Merawat Kemabruran Puasa: Dari Syukur ke Syakur, Anggap Penderitaan adalah Surat Cinta dari Tuhan
Ia menjadikan belatung-belatung tersebut sebagai temannya dan mengatakan, wahai para belatung, sahabatku, makanlah sepuas-puasnya dagingku karena kalian semua sekarang sudah menjadi sahabatku.
Kalau hari-hari yang lampau kalian kuanggap musuhku, kemana-mana saya mencari tabib untuk memusnahkan kalian, maka sekarang satu-satunya yang bersedia menemaniku di kegelapan malam di dalam gua ini hanyalah kalian.
Semua orang, termasuk anggota keluargaku, membuang aku di tempat yang jauh ini.
Setetelah sekian lama Allah SWT menguji Nabi Ayyub, maka suatu ketika ia diperintahkan oleh Allah untuk melakukan sesuatu: Hantamkanlah kakimu; inilah air yang sejuk untuk mandi dan untuk minum” (Q.S. Shad/38:42).
Setelah Nabi Ayyub memukulkan kakinya ke tanah maka tiba-tiba mencuak aliran air jernih dan sejuk dari bekas tumit Nabi Ayub.
abi Ayyub minum dan mandi dari air itu dan tiba-tiba ia merasakan perubahan yang amat besar di dalam dirinya.
Ia tidak menyaksikan lagi luka di dalam dirinya dan sahabat-sahabat belatungnya tiba-tiba menghilang entah kemana.
Bahkan bekas-bekas luka pun tidak tampak pada diri Nabi Ayyub. Ia lalu sembah sujud kepada Allah SWT dan bersyukur atas diakhirinya seluruh cobaan pada dirinya.
Ketika Nabi Ayub masuk kembali ke perkampungan di dalam kota dengan wajah tampan seperti semula, maka semua orang memujanya, termasuk istrinya.
Baca juga: Merawat Kemabruran Puasa: Dari Tahmid ke Syukur, Menyandarkan Nikmat kepada Allah SWT
Namun karena sudah terlanjur bersumpah akan mencabuk istrinya kalau ia kembali sembuh, maka ia diminta Allah SWT untuk menunaikan sumpahnya tanpa menimbulkan rasa sakit pada istrinya:
“Dan ambillah dengan tanganmu seikat (rumput), maka pukullah dengan itu dan janganlah kamu melanggar sumpah. Sesungguhnya Kami dapati dia (Ayub) seorang yang sabar. Dialah sebaik-baik hamba. Sesungguhnya dia amat taat (kepada Tuhannya)”. (Q.S. Shad/38:44).
Yang menarik untuk diperhatikan dari kisah ini ialah, Allah SWT menyebut Nabi Ayyub sebagai orang yang shabir,
bukan mashabir, atau shabur.
Di dalam Alquran ada tiga istilah yang sering digunakan Allah, yaitu shabir, mashabir, dan shabur.
Kata shabir menunjukkan kepada orang yang sabar, tetapi kesabarannya masih temporer, masih memberi batas, dan sewaktu-waktu masih bisa lepas kontrol sehingga kesabaran menjadi lenyap.
Sedangkan kata mashabir berarti orang yang sabar dan kesabarannya bersifat permanen tanpa batas.
Kalau ada orang yang membatasi kesabaran dalam kurun waktu tertentu, seperti ungkapan “tapi kesabaran kan punya batas”, maka orang itu belum masuk ketagori mashabir.
Sedangkan shabur hanya berlaku untuk Allah SWT.
Karena itu, salahsatu sifat Allah yang ditempatkan dalam asma’ yang terakhir ialah al-Sabur.
Allah SWT disebut al-Shabur karena Ia sama sekali tidak terpengaruh dengan ulah dan tingkah laku hamba-Nya.
Sekufur dan sedhalim apapun hambanya Ia tetap tidak bergeming dan tetap bersedia untuk memaafkannya. Ini bukntinya, bahwa Allah SWT sebagai Tuhan yang Maha Pengasih dan Penyayang.
(*/20/Menteri Agama Prof. Dr. KH Nasaruddin Umar, MA)
Merawat Kemabruran Puasa: Dari Religiousness dan Religious Mindedness, Menuju Rahmatan Lil ‘alamin |
![]() |
---|
Merawat Kemabruran Puasa: Dari Salam, Islam, ke Istislam, Seorang Muslim harus Mengutamakan Damai |
![]() |
---|
Kemabruran Puasa: Dari Sufi Palsu ke Sufi Sejati, Segala yang Keluar dari Hati akan Mendarat di Hati |
![]() |
---|
Merawat Kemabruran Puasa: Dari Wirid ke Warid, Tidak Lagi akan Didikte oleh Kepentingan Dunia |
![]() |
---|
Merawat Kemabruran Puasa: Dari Ta'abbud ke Isti'anah, Berharap Meraih Tanazul |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.