Di Tengah Proses Revisi Bergulir, Guru Besar Filsafat Universitas Pertahanan RI Gugat UU TNI ke MK
Alasan Halkis menggugat aturan tersebut adalah karena menilai mengekang hak-hak prajurit yang bertentangan dengan UUD 1945.
TRIBUNBANYUMAS.COM, JAKARTA - Di tengah revisi yang sedang bergulir di DPR RI, Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Adalah Mhd. Halkis, Guru Besar Filsafat Universitas Pertahanan RI, yang menggugat.
Adapun alasan Halkis menggugat aturan tersebut adalah karena menilai mengekang hak-hak prajurit yang bertentangan dengan UUD 1945.
"Uji materi UU TNI diajukan karena dianggap bertentangan dengan konstitusi dan mengekang hak prajurit sebagai warga negara," kata Halkis, dikutip dari Antara, Sabtu (15/3/2025).
Sebagaimana dilansir dari laman Mahkamah Konstitusi mkri.id, gugatan tersebut telah memasuki tahap permohonan dengan nomor 38/PUU/PAN.MK/AP3/03/2025.
Namun, karena belum masuk ke tahap registrasi perkara, dokumen permohonan belum bisa diakses secara langsung.
Halkis, yang juga perwira aktif, menjelaskan bahwa dalam Pasal 2 huruf d UU TNI, mendefinisikan tentara profesional sebagai prajurit yang terlatih, terdidik, diperlengkapi secara baik, tidak berpolitik praktis, tidak berbisnis, dan dijamin kesejahteraannya.
Baca juga: Koalisi Sipil Protes RUU TNI, Gedor Pintu Ruang Rapat Panja DPR di Hotel Mewah
Definisi tidak berbisnis, tidak berpolitik praktis, dan lainnya dinilai tidak tepat secara logika karena menggunakan pendekatan negatif.
Dia menilai, pasal itu tidak menjelaskan apa definisi tentara profesional secara positif, melainkan hanya menyebutkan apa yang tidak boleh dilakukan, sehingga ada kesalahpahaman dalam memahami profesionalisme militer.
"Tentara profesional harus dimaknai sebagai prajurit yang menjalankan tugas negara secara netral, berbasis kompetensi, dan memiliki hak dalam aspek ekonomi serta jabatan publik," katanya.
Senada dengan Revisi UU TNI Pokok-pokok gugatan Halkis ini santer dibicarakan dalam revisi UU TNI yang sedang dilaksanakan di DPR-RI.
Salah satunya adalah hak prajurit TNI menduduki jabatan publik atau sipil yang semakin bertambah.
Jabatan TNI aktif di kementerian/lembaga tertentu sebenarnya telah diatur dalam UU TNI.
Terdapat 10 kementerian/lembaga yang diperbolehkan, seperti Koordinator Bidang Politik dan Keamanan, Sekretaris Militer Presiden, Pertahanan Negara, Intelijen Negara, Sandi Negara, Lembaga Ketahanan Nasional, Dewan Pertahanan Nasional, Search And Rescue (SAR) Nasional, Narkotika Nasional, dan Mahkamah Agung.
Namun, dalam bergulirnya Revisi UU TNI, jabatan yang bisa diemban prajurit aktif bertambah menjadi 16.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.