Berita Purbalingga

Dibeli Lebih Mahal Dibanding Tengkulak, Petani Padi di Purbalingga Senang Gabah Diserap Bulog

Petani padi di Purbalingga, Jawa Tengah, menyambut positif program penyerapan gabah oleh Bulog.

Penulis: Farah Anis Rahmawati | Editor: rika irawati
TRIBUN BANYUMAS/SAIFUL MA'SUM
ILUSTRASI PANEN PADI - Para pekerja memanen padi di Desa Jambearum, Kecamatan Patebon, Kabupaten Kendal, Senin (8/3/2021). Petani padi di Purbalingga menyambut baik program penyerapan gabah oleh Bulog lantaran harga yang ditawarkan lebih tinggi dari tengkulak. 

TRIBUNBANYUMAS.COM, PURBALINGGA - Petani padi di Purbalingga, Jawa Tengah, menyambut positif program penyerapan gabah oleh Bulog.

Kini, mereka senang lantaran gabah hasil panen dibeli seharga Rp6.500 per kilogram (kg).

Sebelumnya, gabah hasil panen hanya dijual tak lebih dari Rp6.000 per kg kepada tengkulak.

Tak heran, banyak petani yang memilih mengalihfungsikan lahan pertanian mereka, satu di antaranya di Kelurahan Kembaran Kulon, Kecamatan/Kabupaten Purbalingga.

Di wilayah ini, lahan seluas 180 ubin telah menghasilkan 1 ton 428 kg gabah.

Baca juga: Bikin Petani Tenang, Bulog Siap Borong Gabah Asal Purbalingga

Puji, Penyuluh di Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) Kecamatan Kembaran Kulon dan Bancar, mengatakan, hasil panen tersebut sepenuhnya telah diserap Bulog.

"Petani merasa lebih diuntungkan karena sebelumnya, harga gabah seringkali tidak mencapai 6.000/kg," kata Puji saat ditemui di Kembaran Kulon, Selasa (11/3/2025).

Menurut Puji, produktivitas padi di wilayah tersebut antara 8-9 kuintal per 180 ubin.

Sementara, panen padi di Bancar, diprediksi baru berlangsung Maret mendatang.

Tetapi tidak semua petani akan dijual ke Bulog, beberapa diantara mereka memilih untuk menyisihkan gabah untuk kebutuhan pribadi. 

Puji mengatakan, satu di antara persoalan yang dialami petani saat ini adalah kualitas padi yang menurun akibat musim hujan.

"Secara fisik, gabah terlihat bagus tapi banyak yang hampa atau kosong. Sehingga, rendemennya berkurang. Ini membuat penyerapan tidak maksimal," ujar Puji.

Giatkan Sosialisasi

Sementara itu, informasi terkait penyerapan gabah petani oleh Bulog terus digiatkan petugas penyuluh.

Di antaranya, kepada petani di wilayah Jatisaba dan Toyareja.

Apalagi, kedua wilayah ini belum mulai panen.

Masih ada petani yang belum mengetahui program penyerapan gabah oleh Bulog ini.

Itu sebabnya, sosialisasi dimasifkan kepada kepala dusun (kadus) kepada gabungan kelompok tani (Gapoktan) agar informasi merata.

Suharso, Penyuluh BPP Kecamatan Purbalingga untuk wilayah Jatisaba dan Toyareja, berharap, harga gabah yang dipatok Bulog itu juga bertahan di musim panen berikutnya. 

“Selama ini, petani menjual kepada tengkulak meskipun harganya lebih murah, tetapi mereka selalu membeli tanpa proses yang rumit,” kata Suharso. 

Baca juga: Ada Studio Mini di Griya UMKM Purbalingga, Bisa Digunakan Foto Shoot dan Live Tiktok Pelaku UMKM

Meskipun Bulog menawarkan harga lebih baik, banyak petani tetap merasa terikat dengan tengkulak yang sudah menjadi mitra mereka selama bertahun-tahun.

Di wilayah Jatisaba dan Toyareja, sistem penjualan gabah kering panen (GKP) belum umum. 

Mayoritas petani terbiasa dengan sistem tebasan, di mana gabah langsung dibeli di sawah oleh tengkulak. 

Dengan rata-rata kepemilikan lahan hanya 0,14 hektar atau 100 ubin, petani memilih menjual cepat agar tidak repot mengurus pascapanen. 

Namun, sistem ini membuat harga gabah menjadi tidak stabil.

Belum lagi, ancaman serangan hama. 

"Serangan hama berkaitan dengan kondisi alam, tetapi langkah antisipasi kita sering terlambat," ungkap Suharso. (*)

Sumber: Tribun Banyumas
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved