Pilpres 2024

Gugatan Soal Keabsahan Gibran sebagai Cawapres Ditolak PTUN Jakarta, Begini Sikap Tim Hukum PDIP

PTUN Jakarta menolak gugatan PDI Perjuangan terhadap KPU terkait keabsahan Gibran sebagai cawapres. Begini sikap tim hukum PDIP.

Editor: rika irawati
Tribunnews.com/Fersianus Waku
Tim hukum PDIP menunjukkan surat pendaftaran permohonan gugatan terkait keputusan hasil Pilpres 2024 oleh KPU RI di PTUN Jakarta, Selasa (2/4/2034). Gugatan terhadap KPU terkait keabsahan Gibran sebagai cawapres itu diputus Kamis (24/10/2024) dan menyatakan gugatan PDIP tidak dapat diterima. 

TRIBUNBANYUMAS.COM, JAKARTA – Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta menolak gugatan PDI Perjuangan terkait keabsahan Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden di Pilpres 2024.

Terkait putusan ini, Tim Hukum PDI Perjuangan menyatakan menghormati keputusan itu meski menilai ada sejumlah kejanggalan.

Putusan atas gugatan yang terdaftar dengan nomor perkara 133/G/TF/2024/PTUN.JKT tersebut diketuk pada Kamis (24/10/2024) siang.

Dalam gugatan itu, PDIP menggugat Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang dinilai telah melanggar prosedur dengan meloloskan Gibran sebagai cawapres.

"Putusan ini tentu, kami tim, menghormati. Kami menghormati karena memang semua putusan hakim itu sudah harus diterima dan dihormati," ungkap Ketua Tim Hukum PDIP Gayus Lumbuun, dalam konferensi pers di Kantor DPP PDIP, Jumat.

Baca juga: PDIP Gugat KPU dan Presiden Jokowi ke PTUN Soal Pilpres 2024, Ini Tuduhannya

Putusan Setelah Pelantikan Presiden dan Wapres

Meski begitu, Gayus melihat, ada beberapa kejanggalan dalam proses peradilan yang mengarah pada keputusan tersebut.

Satu di antara, soal penundaan pembacaan putusan yang baru dilakukan setelah Gibran dilantik sebagai cawapres.

Pelantikan presiden dan wapres dilakukan pada Minggu (20/10/2024).

Padahal, sesuai jadwal, seharusnya, putusan itu dibacakan pada 10 Oktober 2024.

"Masa putusan semestinya 2 pekan sebelum putusan 24 Oktober 2024, artinya, tanggal 10 Oktober 2024. Dengan alasan hakim sakit, pembacaan putusan diundur sampai 24 Oktober 2024," jelas Gayus.

Terkait alasan hakim sakit, Gayus mengatakan, sidang putusan seharusnya dapat dilakukan secara elektronik (e-court), sehingga hakim dapat memutus perkara tanpa harus hadir secara fisik di ruang persidangan.

"Ini bukan sidang kehadiran, walaupun sakit, hakim tetap bisa memutus perkara. Ini e-court, putusan tanggal 10 bisa disampaikan tanpa harus ada sidang di pengadilan," katanya.

Putusan Tak Disertai Arahan

Gayus juga mengkritisi keputusan PTUN yang tidak memberikan penjelasan tentang kemana gugatan harus dilayangkan setelah ditolak.

Ia berpendapat bahwa jika gugatan PDIP dianggap tidak berkompetensi, seharusnya ada penjelasan jelas mengenai hal tersebut.

"Sayangnya, ini menyimpang. Putusan ini tidak selayaknya. Mestinya ditambahkan, ke mana harus mengajukan gugatan selanjutnya. Ini tidak kami temukan di putusan setebal ini," ungkap Gayus.

Baca juga: Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka Resmi Jadi Presiden dan Wakil Presiden RI

Halaman
12
Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved