Berita Cilacap

Kisah 4 Relawan Menjaga Perlintasan KA di Gentasari Cilacap, Dapat Honor hingga Pos Dibangun

Mereka menjadi relawan penjaga perlintasan JPL 420 Desa Gentasari Sampang dimulai pada 2019.

Permata Putra/Tribunbanyumas.com
Simbolisme penyerahan bantuan kepada 4 warga yang menjadi relawan penjaga perlintasan kereta, dari Direktur Bisnis dan Strategi, Sapphire Grup, M Tamrin (kiri) kepada perwakilan Dishub Cilacap, di Desa Gentasari, Kecamatan Sampang, Kabupaten Cilacap, Jumat (4/10/2024) 

 
TRIBUNBANYUMAS.COM, CILACAP - Bermula dengan seringnya terjadi kecelakaan di perlintasan kereta JPL 420 Desa Gentasari, Kecamatan Sampang, Kabupaten Cilacap, 4 warga di desa tersebut berinisiatif menjadi relawan penjaga perlintasan kereta.

Mereka yaitu Riki Umar Mukti, Setiono, Kartiko dan Aguskaeko menjadi relawan penjaga perlintasan kereta.

Keempatnya menjadi relawan penjaga perlintasan kereta JPL 420 Desa Gentasari, Sampang Cilacap.

Mereka menjadi relawan penjaga perlintasan JPL 420 Desa Gentasari Sampang dimulai pada 2019.

Karena niat amal ibadah membantu kelancaran dan keamanan masyarakat yang melewati perlintasan kereta itu.

Awalnya mereka tidak digaji dan dengan fasilitas yang terbatas.

Namun mereka berempat tetap melaksanakan tugasnya secara ikhlas hanya karena ingin berbuat kebaikan bagi masyarakat.

Baca juga: PR Berat Mees Hilgers dan Eliano Ditarget Raih Poin Saat Lawan Bahrain dan Tiongkok

"Tidak ada yang jaga, baru tahun 2019, karena niatnya ibadah jadi kami ikut menjaga perlintasan ini," ujar Aguskaeko (48), salah satu dari empat relawan kepada Tribunbanyumas.com, Jumat (4/10/2024).

Kata relawan lain Kartiko mengatakan hasil dari menjaga perlintasan kereta mereka dapatkan dari orang-orang yang melintas di perlintasan sebidang tersebut.

Baru setelah pihak desa mengetahui keberadaan mereka berempat menjaga perlintasan kereta itu, kemudian diusulkan ke Dinas Perhubungan Kabupaten Cilacap.

Sehingga mereka berempat baru diberi honor dan honornya pun tidak sebesar upah minimum kabupaten (UMK) hanya sebesar Rp1.2 juta per bulan per orang.

Selain pos yang dibangun awalnya dari bambu, jadi seadanya.

Kemudian baru dibangun semi permanen dan tanpa fasilitas toilet dan lain sebagainya.

Untuk mengetahui bahwa akan ada kereta api mau lewat, para relawan hanya mengandalkan visual dan jadwal kereta dari stasiun.

"Ya lihat jadwal-jadwal sama penglihatan lah kanan kiri, kalau siang hari, tapi kalau malam hari lihat lampu kereta dari jauh," kata Aguskaeko.

Halaman
123
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved