Pilkada 2024

DPR dan Pemerintah Tiba-tiba Gelar Rapat Revisi UU Pilkada, Upaya Hambat Putusan MK?

Putusan MK direspon pemerintah dan DPR lewat agenda revisi UU Pilkada yang didug upaya menghambat implementasi di Pilkada 2024.

Editor: rika irawati
KOMPAS.com/CHRISTOFORUS RISTIANTO
Gedung Mahkamah Konstitusi di Jakarta Pusat, Selasa (21/5/2019). Putusan MK soal ambang batas pencalonan kepala daerah di pilkada direspon pemerintah dan DPR lewat agenda revisi UU Pilkada yang diduga sebagai upaya menghambat implementasi di Pilkada 2024. 

TRIBUNBANYUMAS.COM, JAKARTA - Putusan Mahkaham Konstitusi (MK) terkait ambang batas pencalonan kepala daerah direspon cepat DPR dan pemerintah.

Mereka mendadak menjadwalkan rapat kerja untuk merevisi Undang-undang Pilkada, hari ini, Rabu (21/8/2024).

Namun, pembahasan revisi UU ini dinilai sebagai upaya menghambat pelaksanaan putusan MK di Pilkada 2024.

Pelaksanaan rapat kerja dadakan ini dibenarkan Wakil Ketua Badan Legislasi DPR Achmad Baidowi, Selasa (20/8/2024).

Menururnya, rapat digelar untuk membahas Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 60/PUU-XXII/2024 yang melonggarkan ambang batas pencalonan kepala daerah.

"Nah, saat yang bersamaan tadi ada putusan Mahkamah Konstitusi terkait UU Pilkada Pasal 40. Itulah kemudian yang salah satunya menjadi materi muatan dalam pembahasan besok," katanya.

Baca juga: Isi Putusan MK tentang Syarat Pencalonan dan Batas Usia Peserta Pilkada, KPU Segera Ubah PKPU

Awiek, sapaan akrab Baidowi, tidak menjawab gamblang ketika ditanya soal agenda rapat untuk menghambat implementasi putusan MK.

Menurut dia, dapat dipastikan bahwa Baleg turut menyoroti putusan MK dalam melakukan penyusunan RUU Pilkada.

"Putusan MK tentu dijadikan perhatian dalam penyusunan RUU," ucap Awiek.

Berdasarkan informasi, revisi UU Pilkada akan dilakukan secara kilat dalam satu hari.

Rapat kerja akan digelar pada Rabu pukul 10.00 WIB, dilanjutkan rapat panitia kerja pembahasan revisi UU Pilkada pada pukul 13.00 WIB, dan akan diputuskan pada Rabu pukul 19.00 WIB.

Rapat pembahasan revisi UU Pilkada turut disorot Ketua DPP PDIP Ronny Talapessy.

Menurut Ronny, revisi UU Pilkada tersebut merupakan upaya menghambat putusan MK agar tidak langsung berlaku pada Pilkada 2024.

"Iya, kita lihat, kok tiba-tiba ada RUU Pilkada. Dalam hal ini kan tidak ada (dibahas). Padahal, sudah diuji di MK. Kok tiba-tiba ada RUU Pilkada?" kata Ronny di Kantor DPP PDIP, Selasa.

Berpotensi Melanggar Konstitusi

Apakah akal-akalan pemerintah dan DPR ini dapat dibenarkan secar hukum?

Patut diketahui, putusan MK bersifat final sehingga tak dapat direvisi.

Baca juga: Kapan Putusan MK Soal Ambang Batas Pencalonan Kepala Daerah Berlaku? Begini Kata Pengamat Hukum

Sifat final putusan MK bahkan merupakan amanat UUD 1945 hasil amendemen ketiga yang tercantum secara eksplisit pada Pasal 24C ayat (1).

"Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum," bunyi ayat tersebut.

Dalam hal ambang batas pencalonan pilkada ini, MK sama sekali tidak memerintahkan perbaikan atas pasal pencalonan yang diputus inkonstitusional pada UU Pilkada, sehingga tindak lanjut oleh pemerintah dan DPR tak mempunyai alasan hukum.

Selama ini, jika tidak ada klausul tertentu dari MK terkait keberlakuan sebuah putusan MK, putusan itu otomatis langsung berlaku dan mengikat.

Berbeda halnya dengan ketika MK menyatakan UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat.

Dalam putusan nomor 91/PUU-XVIII/2020 itu, MK memerintahkan perbaikan dalam 2 tahun.

Lalu, dalam Putusan MK Nomor 116/PUU-XXI/2023 tentang ambang batas parlemen, MK secara eksplisit menyerahkan pengaturan lebih lanjut terkait angka ambang batas parlemen yang relevan kepada pembentuk undang-undang sehingga pemerintah dan DPR perlu merevisi UU Pemilu guna menindaklanjuti perintah MK.

Pakar hukum pidana Universitas Andalas Feri Amsari mengamini hal itu.

Ia menyatakan, putusan MK soal threshold calon kepala daerah yang keluar kemarin, mesti berlaku semenjak dibacakan.

Pasalnya, putusan MK tak memuat ketentuan penundaan pemberlakuan saat pembacaan putusan.

"Putusan MK berlaku sejak saat dibacakan, sehingga dengan sendirinya maka akan diberlakukan untuk penentuan syarat penetapan calon di 2024 ini," kata Feri, Selasa.

"Apalagi di dalam putusan kan tidak disebutkan penundaan penerapannya, oleh sebab itu sudah pasti diberlakukan untuk saat ini," sambung dia.

Feri juga menyebut, putusan MK terkait ambang batas pencalonan kepala daerah adalah putusan yang positif untuk menyelamatkan iklim demokrasi di Indonesia karena meminimalisasi kemungkinan pilkada hanya diikuti calon tunggal.

"Jadi ini putusan yang bisa disambut gembira karena betul-betul menyelamatkan potensi permainan demokrasi dengan upaya mempermainkan masyarakat pemilih," ujar Feri. (Kompas.com/Vitorio Mantalean)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Siasat DPR Akali Putusan MK Dapat Langgar Konstitusi".

Baca juga: Kabar TKI Dubai setelah Viral Robohkan Rumah Pujaan Hati di Pati, Siapkan Rumah Baru di Kampung

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved