Berita Politik

Pengamat Menilai, Ambang Batas Ideal Parlemen 7 Persen: Agar Parlemen Didominasi Dukungan Publik

Ambang batas parlemen tujuh persen dianggap ideal untuk menyaring partai politik (parpol) melaju ke DPR RI.

Editor: rika irawati
TRIBUNNEWS/Chaerul Umam
Suasana Rapat Paripurna DPR RI dengan agenda Penyampaian Pandangan Fraksi terkait RUU APBN 2023 Beserta Nota Keuangannya di Gedung Nusantara II di Kompleks Parlemen Senayan Jakarta, Selasa (23/8/2022). Pengamat menilai ambang batas parlemen ideal di angka tujuh persen. 

TRIBUNBANYUMAS.COM, JAKARTA - Ambang batas parlemen tujuh persen dianggap ideal untuk menyaring partai politik (parpol) melaju ke DPR RI.

Hal ini disampaikan pengamat politik sekaligus Direktur Eksekutif Indonesian Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah merespon pernyataan Ketua DPP Partai Nasdem Sugeng Suparwoto.

Sugeng tak sepakat ambang batas parlemen diubah kurang dari 4 persen.

Sugeng menyebutkan, partainya ingin agar ambang batas parlemen bisa di angka 7 persen untuk membatasi munculnya terlalu banyak parpol.

Dedi pun sepakat dengan usulan Nasdem tersebut.

"Ambang batas parlemen diperlukan agar ketertiban suara di DPR lebih terfokus dan tidak menjadi ajang kekuasaan Parpol. Tujuh persen angka yang rasional agar parlemen diisi oleh dominasi dukungan publik," kata Dedi, dihubungi Kamis (7/3/2024).

Baca juga: MK Kabulkan Gugatan Soal Ambang Batas Parlemen 4 Persen, Berlaku Mulai Pemilu 2029

Menurutnya, dibandingkan menghapus ambang batas parlemen lebih baik menghapus ambang batas presiden atau presidential threshold 20 persen.

"Berbeda halnya dengan presiden, justru yang perlu dihapus adalah ambang batas presiden. Hal ini karena presiden mewakili langsung publik, sementara parlemen tidak, mereka (parlemen) mewakili parpol," tegasnya.

Dedi menjelaskan, jika ambang batas parlemen nol persen maka akan muncul banyak parpol meskipun tidak miliki struktur yang jelas.

"Serta, basis suara yang tak cukup untuk menyuarakan aspirasi nasional," katanya.

Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan untuk sebagian pengujian aturan mengenai ambang batas parlemen 4 persen.

Gugatan pengujian Pasal 414 Ayat (1) Undang-Undang (UU) 7/2017 tentang Pemilu ini diajukan oleh Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Khoirunnisa Nur Agustyati.

"Mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian," kata Ketua MK Suhartoyo, dalam sidang putusan di gedung MKRI, Jakarta Pusat, Kamis (29/2/2024).

Mahkamah menyatakan, norma Pasal 414 ayat (1) UU Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Lembar Negara Republik Indonesia Nomor 182. Tambahan Lembaran Negara Republik Indinesia Nomor 6109) adalah konstitusional sepanjang tetap berlaku untuk Pemilu DPR 2024.

Sementara, Pasal tersebut konstitusional bersyarat untuk diberlakukan pada Pemilu DPR 2029 dan pemilu berikutnya.

"(Konstitusional bersyarat di Pemilu 2029 dan berikutnya) sepanjang telah dilakukan perubahan terhadap norma ambang batas parlemen serta besaran angka atau persentase ambang batas parlemen dengan berpedoman pada persyaratan yang telah ditentukan," ucap Suhartoyo.

Baca juga: Aturan Ambang Batas Parlemen Dinilai Berangus Suara Rakyat, Partai Baru Sulit Bersaing

Dengan berlakunya putusan ini sejak dibacakan, MK mengamanatkan norma Pasal 414 ayat (1) UU 2/2017 tentang ambang batas parlemen perlu segera dilakukan perubahan dengan memerhatikan secara sungguh-sungguh beberapa hal, antara lain:

1. Didesain untuk digunakan secara berkelanjutan.

2. Perubahan norma ambang batas parlemen termasuk besaran angka atau presentase ambang batas parlemen dimaksud tetap dalam bingkai menjaga proporsionalitas sistem pemilu proporsional terutama untuk mencegah besarnya jumlah suara yang tidak dapat dikonversi menjadi kursi DPR.

3. Perubahan harus ditempatkan dalam rangka mewujudkan penyederhanaan partai politik.

4. Perubahan telah selesai sebelum dimulainya tahap penyelenggaraan Pemilu 2029.

5. Perubahan melibatkan semua kalangan yang memiliki perhatian terhadap penyelenggaraan pemilihan umum dengan menerapkan prinsip partisipasi publik yang bermakna termasuk melibatkan partai politik peserta pemilu yang tidak memiliki perwakilan di DPR. (Tribunnews.com/Rahmat W Nugraha)

Baca juga: Dukung PDIP Jadi Oposisi dan Gulirkan Hak Angket Kecurangan Pemilu 2024, Warga Kirim Karangan Bunga

Baca juga: Warga Masin Kudus Bagi-bagi Paha Ayam di Tradisi Sewu Sempol, Digelar Setiap Jelang Ramadan

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved